Enam Proyek Migas Berproduksi di Kuartal I 2017

SERANG–Enam proyek hulu minyak bumi dan gas (migas) mulai berproduksi di kuartal I 2017. Proyek-proyek tersebut adalah proyek Ario Damar-Sriwijaya (Kontraktor KKS Tropik Energi Pandan), Kepodang Phase II (Kontraktor KKS Petronas Carigali Muriah Ltd), Ridho (Kontraktor KKS Odira Energy Karang Agung), Cikarang Tegal Pacing (Pertamina EP), PHE 12 (PHE WMO), dan CPP 2 (PHE WMO).

Sekretaris SKK Migas Budi Agustyono memaparkan enam proyek tersebut saat ini masih berada dalam tahap-tahap awal onstream sehingga produksinya masih kecil. “Mulai onstream antara Januari sampai Maret. Seiring berjalannya waktu, kami berharap produksinya akan terus meningkat sesuai yang ditargetkan,” ujarnya kepada wartawan dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Aston, Kec. Cinangka, Kab. Serang, Sabtu (8/4) pagi.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, pada Kepodang Phase II tidak ada penambahan produksi karena proyek tersebut merupakan modifikasi fasilitas untuk mempertahankan produksi supaya tetap berada pada level saat ini.

Di luar enam proyek tersebut, dua proyek lain diharapkan akan segera onstream di bulan April ini, yaitu SKG Musi Timur dan Paku Gajah. Dua proyek yang dioperasikan oleh Pertamina EP ini merupakan proyek gas dengan kapasitas produksi sebesar 150 MMSCFD untuk SKG Musi Timur dan 45 MMSCFD untuk Paku Gajah. “Dukungan semua pihak sangat diperlukan supaya target onstream bulan April dari dua proyek tersebut tidak meleset,” ujar Budi.

Sampai dengan akhir 31 Maret 2017, produksi minyak yang terjual (lifting) mencapai 787.800 barel per hari (bopd) atau 96,7 persen dari target APBN sebesar 815.000 bph. Namun, SKK Migas tetap optimistis mengejar target tersebut karena dari sisi produksi realisasi sampai akhir Maret sudah mencapai 815.600 bph. Sinyal positip terlihat dari Lapangan Banyu Urip yang pada akhir Maret angka produksi per harinya sudah mencapai 205.119 bph, atau di atas target sebesar 201.155 bph.

Dari sisi gas, realisasi lifting sampai akhir Maret sudah di atas target. Dalam APBN, lifting gas ditargetkan sebesar 6.440 MMSCFD, sedangkan realisasinya mencapai 6.503 MMSCFD atau 101 persen dari target. “SKK Migas bersama Kontraktor KKS tetap mengupayakan berbagai cara supaya target lifting baik untuk minyak maupun gas dapat tercapai,” lanjut Budi.

Sampai dengan akhir Februari 2017, Kontraktor KKS Wilayah produksi sudah merealisasikan pengeboran 19 sumur pengembangan, 119 kegiatan kerja ulang, dan 4.350 perawatan sumur. Sedangkan untuk Kontraktor KKS eksplorasi, kegiatan yang sudah dilakukan adalah 1 survei seismik, 2 survei nonseismik, 5 pengeboran sumur eksplorasi, dan 1 kegiatan re-entry sumur eksplorasi.

Sampai dengan 31 Maret 2017, investasi yang sudah dikeluarkan oleh Kontraktor KKS adalah sebesar US$ 1,9 miliar, yang terdiri dari US$ 1,8 miliar dari blok produksi dan sisanya sebesar US$0,1 miliar dari blok eksplorasi. Sedangkan total penerimaan negara yang berhasil dibukukan dalam periode yang sama adalah sekitar US$3,4 miliar.

Direktur Komersial PT Gunanusa Utama Ramli Simatupang menyatakan perusahaan yang memproduksi anjungan minya dan gas lepas pantai meminta kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprioritaskan produk lokal yang kualitasnya telah diakui di banyak negara.

Menurut Ramli, keharusan perusahaan migas untuk menggunakan 30 persen kandungan lokal cukup membantu industri pembuat anjungan migas lepas pantai termasuk PT Gunanusa Utama Fabricator.  “Kami sangat berterima kasih kepada SKK Migas yang telah memprioritaskan kontraktor lokal,” ujarnya.

Ramli memaparkan PT Gunanusa Utama yang sudah berdiri sejak berdiri 1983 di Serang telah membuat sekitar 100 unit anjungan migas lepas pantai, baik di dalam maupun luar negeri, bahkan ada yang dikirim langsung dari Serang ke Amerika Serikat secara utuh.

Menurut Ramli, PT Gunanuasa Utama kerap memenangkan tender pembangunan anjungan lepas pantai dari Thailand, Myanmar, dan Brunei Darussalam. Bahkan, saat ini pihaknya sedang menggarap empat anjungan lepas pantai, termasuk pesanan di Myanmar dengan nilai kontrak jutaan dolar.

“Kami bangga sebagai Indonesia. Kami merasa tuan di negara sendiri dan tidak menjadi pembantu di negara sendiri. Kita mampu bersaing dengan perusahaan raksasa asing di luar negeri,” tegasnya

Ramli menambahkan, insinyur dari Indonesia jago-jago semua dan tak kalah dengan tenaga asing. “Kita tidak kalah dengan asing. Saya mending pakai orang Indonesia dibanding orang asing. Orang asing itu mahal, bayarnya pakai dolar dan kemampuan kalah dengan orang-orang kita,” paparnya.

Pos terkait