Larangan Menteri KP Pengaruhi Tangkapan Nelayan

Nelayan membongkar ikan hasil tangkapan mereka di Pelabuhan Dadap, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Senin (28/4). Berdasarkan data Pemprov Jawa Barat, lebih dari 40 persen nelayan di wilayah itu masih berada ditaraf kemiskinan. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/Asf/Spt/14.

koranbanten.com – Penerapan Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang pelarangan menggunakan beberapa alat tangkap seperti cantrang, mulai berimbas pada kehidupan nelayan tradisional di Kabupaten Pandeglang. Selain banyak nelayan yang tidak melaut, hasil tangkapan nelayan juga mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pandeglang, Ujang Kusna mengatakan, tangakapan ikan nelayan saat ini rata-rata turun hingga 40 persen. Dimana biasanya, nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang mampu menghasilkan 2 hingga 3 ton ikan dalam sekali melaut, namun kini seiring pelarangan alat tangkap tersebut, rata-rata nelayan hanya mampu memperoleh 1 ton ikan.

Bacaan Lainnya

“Otomatis itu menurunkan hasil tangkapan nelayan. Penurunan tangkapan nelayan hampir 40 persen,” ungkap Ujang, pada wartawan belum lama ini.

‪Ujang mengatakan, sejak beberapa bulan terakhir, banyak nelayan yang akhirnya tidak melaut, lantaran tidak mempunyai solusi atas pelarangan tersebut. Justru sejumlah nelayan mempertanyakan pelarangan tersebut, karena larangan yang menyebutkan jika alat cantrang merusak terumbu karang, tidak terbukti.

“Mereka tidak bisa melaut, karena tidak terbiasa dengan alat tangkap baru. Hal itu juga karena pelarangan itu belum ditemukan solusinya oleh pemerintah,” katanya.

‪Namun begitu tambah Ujang, para nelayan tidak dapat berbuat apa-apa, karena nelayan berkomitmen untuk mematuhi aturan tersebut. Nelayan mendukung penuh kebijakan itu jika baik untuk kelangsungan biota laut.

“Kalau aturan itu memang bagus, kami dukung dan lanjutkan saja. Tetapi hanya tinggal bagaimana pemerintah mencarikan solusi bagi nelayan. Kita harap agar pemerintah mencarikan solusi yang dapat mengakomodir penggunaan alat tangkap pengganti bagi nelayan,” tutur Ujang.

‪Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pandeglang, Tata Nanjar menjelaskan jika pihaknya telah berupaya untuk memberikan solusi atas keresahan nelayan, dengan memberikan bantuan berupa alat tangkap. Menurut Tata, alat tangkap yang dihibahkan kepada nelayan tidak tergolong yang dilarang, seperti Puslon, Gilnet, Milenium, dan Rampus.

“Kita sudah meminta kepada nelayan untuk membentuk kelompok, kemudian mengajukan kepada kita untuk diganti alat tangkapnya. Tetapi dari ratusan kapal yang pakai cantrang, baru ada 5 kelompok. Mereka beranggapan, cantrang masih mudah digunakan, pemanfaatan dan penggunaannya juga tidak perlu sumber daya yang tinggi,” terang Tata.

‪Namun demikian, Tata mengaku bahwa banyak nelayan yang belum terbiasa dengan alat tangkap tersebut. Sehingga, bantuan yang diberikan tidak diminati oleh nelayan. Ditambah, kuota bantuan yang diberikan juga belum mencukupi. Namun demikian, DKP berupaya untuk mencari solusi lain agar nelayan dapat kembali melaut dengan alat tangkap yang lebih baik.

‪Lebih lanjut Tata mengakui, adanya Permen yang dikeluarkan Menteri Susi Pudjiastuti, berdampak pada hasil tangkapan nelayan yang menurun. Padahal sebagian besar nelayan di Pandeglang masih menggunakan alat cantrang. Bahkan Tata memprediksi, jumlah tangkapan tahun ini akan di bawah tahun sebelumnya yang mencapai 200 ribu ton.

“Adanya larangan itu mempengaruhi tangkapan. Karena banyak nelayan yang tidak melaut. Mereka takut kena operasi karena sampai saat ini belum ada kepastian,” ujarnya. (Day/Wa2n)

Pos terkait