“Saya menyaksikan sendiri, 500 orang penenun melakukan tenun secara serempak. Untuk bahan pewarna yang digunakannya pun dari bahan alami pula,” kata I Nyoman Shuida saat menyerahkan penghargaan kepada Kepala Desa Kanekes, Saija, kemarin.
Menurut Shuida, Festival Baduy 2016 ini merupakan inisiasi pemerintah sebagai bagian dari pengembangan program peduli yang dikoordinasikan dan didukung oleh mitra dan relawan Indonesia. Support dan apresiasi tersebut, lanjut Shuida patut diberikan kepada masyarakat Baduy dan Pemkab Lebak, dengan menyandang daerah tertinggal namun tidak menyurutkan kreatifitas masyarakat, serta pemerintah daerah itu sendiri yang terus berupaya agar Lebak lebih maju.
“Pemerintah akan concern melalui program peduli dengan melibatkan Australian Foundation. Program ini memang akan berakhir tahun ini, tapi ke depan kita kedepankan brand yang lebih baik lagi, dan saya harap tradisi yang ada di Baduy ini perlu terus dilestarikan dan dijaga keberadaannya,” jelasnya.
Direktur LEPRID Paulus Pangka menyatakan, 500 penenun yang melakukan tenun serempak berhak dinobatkan sebagai pemecah rekor dunia. “Ini luar biasa dan perlu diapresiasi, demo yang seperti ini yang perlu dipertahankan tanpa embel-embel,” ujarnya.
Sementara Kepala Desa Kanekes Saija berterima kasih atas perhatian dan penghargaan yang telah diberikan kepada masyarakat Baduy. “Saya berterima kasih atas penghargaan yang telah diberikan oleh LEPRID kepada masyarakat Baduy, dan tentunya kepada Bupati Lebak yang telah menginisiasi acara festival Baduy. Mudaha-mudahan kedepan dengan upaya pemerintah daerah untuk membangun gerbang Budaya Baduy, bisa lebih menarik wisatawan yang datang berkunjung ke sini (Baduy),” harapnya. @DF