Menyambut Hari Pers Nasional 2026 Di Provinsi Banten Pesan Al-Qur’an untuk Wartawan (3)

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), quality = 82

Jurnalisme  Islah (Damai)

Jurnalisme  Al-Hujuraat mengajarkan ishlah (damai).  Ayatnya berbunyi, “Apabila dua kelompok dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya (ayat 9).  Perintah berdamai dan mendamaikan, sampai tiga kali di sebut di sini (dua kali pada ayat 9 dan sekali pada ayat 10),  dengan kalimat  fa-ashlihuu, artinya, damaikanlah! Ishlah artinya damai atau perdamaian. Dari ayat ini pula bisa lahir  jurnalisme damai. Relevansinya, surat AlHujurat ini berbicar juga maslah news, masalah berita, satu paket dengan check and recheck.

Bacaan Lainnya

Wartawan jurnalisme damai tak boleh  memanas-manasi dua orang atau dua kelompok yang sedang berseteru, yang sedang tak harmonis, yang sedang berperang, melainkan justru wartawan  harus memainkan peran jurnalisme damai.

Soal jurnalisme damai, Bakhtiar Aly,  ketika menyampaikan pidato pengukuhan jadi guru besar tetap di bidang ilmu komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uinversitas Indonesia, menyebut peran media, Dewan Pers, dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  menjadi sangat sentral  dalam resolusi konflik mencari perdamaian.

“Suatu kesadaran kolektif yang jauh dari kegersangan nurani tampaknya sangat strategis bila dihampiri dengan jurnalisme damai,” kata Bakhtiar Aly, dalam pidato pengukuhan guru besar tetapnya itu.

“Pada hakikatanya, jurnalisme damai terikat dengan pilihan reportase yang harus dipertanggungjawabkan wartawan yang bersangkutan, sensasional berita juga mesti diimbangi dengan alternatif positif untuk rekonsiliasi,” kata Bakhtiar Aly pula.

Dalam pidatonya yang berjudul “Mencari Dimensi Kebebasan Pers dalam Resolusi Konflik dengan Mengedepankan Jurnalisme Damai”, Bakhtiar Aly menyebut aktor penentu pentingnya suatu rekonsiliasi  ada di pundak jurnalis (wartawan). Tanggung jawab jurnalis, kata Bakhtiat Aly lagi,  bukan sekadar pada pembacanya, melainkan pada kesadaran kepentingan umum dan kemaslahatan masyarakat.

Bagian penting pidatonya yang lain, sekaitan dengan jurnalisme damai, Bakhtiar Aly mengingatkan bahwa media yang cerdas tidak serta merta memuat pernyataan dalam bahasa yang  vulgar.(Kompas, 08/09/2005).

 

Definisi dan Inti Jurnalisme Damai

Bapak Studi Perdamaiaman. Johan Galtung (1998, 2002) mendefinisikan jurnalisme damai, “Bentuk jurnalisme yang memberi pilihan kepada masyarakat untuk memahami konflik secara lebih mendalam, dengan menyoroti akar masalah, struktur ketidakadilan, dan kemungkinan jalan damai, alih-alih hanya memusatkan perhatian pada kekerasan dan pertarungan. Galtung membedakan war journalism vs peace journalism, dan menekankan bahwa jurnalisme damai mengurangi polarisasi dan mencari solusi.

Penulis buku Peace Journalism, Jake Lynch & Annabel McGoldrick (2005) mendefinisikan.”Jurnalisme damai adalah rangkaian pilihan editorial, dari pemilihan isu, narasumber, hingga kata-kata yang bertujuan mencegah eskalasi kekerasan, menghindari provokasi, serta menonjolkan inisiatif damai dan penyelesaian konflik. Mereka menyebut jurnalisme damai sebagai jurnalisme pilihan” (journalism of choices).

Jurnalis dan penulis modul “Conflict-Sensitive Journalism”,  Ross Howard (2003), mendefinisikan, “Jurnalisme damai adalah pendekatan pemberitaan yang bertanggung jawab dan sensitif terhadap dinamika konflik, berusaha membantu masyarakat mengidentifikasi jalan keluar damai dan mengurangi risiko kekerasan lebih lanjut.  Howard menekankan responsibility dan conflict sensitivity.

Lynch (2021) dalam studi lanjutan tentang peace journalism mendefinisikan, “Peace journalism provides a framework for journalists to frame stories in a way that highlights nonviolent responses to conflict and challenges dominant narratives that justify violence”  (Jurnalisme damai menyediakan sebuah kerangka bagi jurnalis untuk membingkai berita sedemikian rupa sehingga menonjolkan respons-respons nonkekerasan terhadap suatu konflik serta menantang narasi-narasi dominan yang membenarkan kekerasan). Fokusnya adalah kerangka (frame) yang antikekerasan.

Pakar media dan perdamaian, Robert A. Hackett (2011) men definisikan, “Peace journalism adalah wacana berita yang mempromosikan transformasi konflik dan mempertimbangkan hubungan sosial yang lebih luas, bukan sekadar peristiwa kekerasan” Hackett menekankan dimensi transformasi dan relasi sosial.

Pakar media Jerman,  Kempf (2003, 2007) mendefinisikan, Jurnalisme damai adalah penulisan berita yang berusaha menghindari eskalasi konflik, menjaga sikap netral, memberi ruang kepada semua pihak, dan menawarkan perspektif solusi.

Ahli komunikasi Israel, Shinar (2003), “Peace journalism adalah proses jurnalistik yang berpusat pada pencegahan kekerasan melalui pemilihan isu, narasi, dan sumber berita yang mendukung terciptanya perdamaian”. Shinar melihatnya sebagai proses editorial.

UNESCO (2014), dalam “Pedoman Media dan Konflik” mendefinisikan, “Jurnalisme damai adalah pendekatan liputan yang akurat, berempati, tidak memihak, dan membantu publik memahami konteks konflik untuk mendorong terciptanya solusi yang damai.UNESCO menekankan akurasi, empati, konteks.

Al-Hujurat, Dasar Ideologis, Etis, dan Filosofis

Dari sejumlah definisi di atas,  maka jurnalisme damai bisa di-sari-kan, atau disimpulkan “Jurnalisme damai adalah pendekatan peliputan berita yang berfokus pada pemahaman akar konflik, mengurangi eskalasi kekerasan, tidak memprovokasi,dan menonjolkan solusi damai”.

Intinya, jurnalisme damai mengajari wartawan cara memberitakan konflik agar tidak memperbesar masalah, tetapi justru membantu penyelesaiannya. Al-Qur’an, sekitar 14 abad silam, sudah memberitakan tentang damai, perdamaian, dan mendamaikan pihak-pihak yang sedang berkonflik. Media massa bisa berperan jadi juru damai dan mendamaikan, dengan keahlian peace journalism.

Ayat damai seruan damai,  bahkan bisa dijadikan dasar teologis, etis, dan filosofis dalam etika media Islam, praktik jurnalistik yang bertanggung jawab, pemberitaan konflik bernuansa SARA, dan komunikasi damai.

Ayat ini   bisa pula kita kembangkan jadi  kajian bahwa jurnalisme damai memiliki legitimasi kuat dalam tradisi Islam. Al-Hujurat jadi rujukan paling komprehensif. (Dean Al-Gamereau).

Pos terkait