Oleh : Dian Wahyudi
Ketua Umum PKS Lebak
Saya kerap kedatangan tamu, beragam, tapi ada satu diantaranya orang yang sama, kadang kerumah, kadang ke kantor PKS di kampung Cempa Kalanganyar, saya kenal dekat dengan beliau.
Dia aktif menjadi pengurus di organisasi, salahsatunya fansclub grup musik terkenal nasional. Menjadi penggagas dan Aktifis TBM di banyak kampung di Lebak. TBM atau Taman Bacaan Masyarakat merupakan perpustakaan skala kecil yang dikenal sebagai sudut baca, rumah baca, rumah pintar, dan sebagainya. TBM membawanya banyak berkenalan dan bertemu dengan beragam tokoh atau penulis buku, utamanya untuk meminta buku, untuk melengkapi koleksi buku di banyak TBM yang dia kelola atau gagas. Cukup mulia.
Kenapa cukup mulia ? Karena saya tahu, dia tidak memiliki penghasilan yang banyak, jika tidak disebut kurang alias selalu tekor, bahkan hanya untuk sekedar menyambung hidup. Tapi dia mau berbagi buku yang dia peroleh dari siapapun. Walau sebenarnya, kebanyakan hanya janji akan diberi buku oleh banyak instansi atau lembaga, atau janji akan ngalongok (menengok) TBM yang dia kelola. Kata dia, segitu saja sudah uyuhan (segitu juga sudah lumayan).
Kalau sudah ngomong atau ngobrol politik, dia akan bicara nyerocos bak politisi kawakan. Saat saya tanya darimana tahu dan melek politik, menurut pengakuannya, dia bilang dari Almarhum Ayahnya, Ayahnya paham politik dan suka baca, itu menurun kepada dia, Ayahnya suka baca koran, makanya dia juga suka baca dan banyak bantu membangun TBM, ujarnya. Lucunya, dia kadang punya pandangan politik atau sikap politik sendiri untuk hal yang dia yakini, yang akan dia pertahankan dan pegang teguh sikap nya tersebut.
Salahsatunya, sikap politik nya terhadap dukungan siapa yang layak menjadi Wakil Bupati Lebak (bukan Bupati Lebak, karena untuk calon ini, dia sudah punya calon sendiri, hehe), kata dia, yang pas adalah saya. Atuh kaka keur nyuruput kopi pait geh rada nyembur ka manehna (saya yang sedang nyeruput kopi pahit, agak menyembur kepadanya). Asli ngakak (asli tertawa ngakak).
Dia malah semakin yakin dengan sikapnya. Itu sudah hasil pengamatan dan hasil bertemu dengan banyak tokoh, utamanya tokoh politik di Rangkasbitung.
Kalau dari bacaan sekilas, memang wawasan dia terhadap beberapa tokoh cukup luas, beberapa diantaranya bahkan cukup detail. Komparasi dan sepak terjang beberapa tokoh dikupas cukup berimbang.
Tak lepas saya ngakak berkali-kali, bahkan seperti kebiasaan saya, kerap berkata nu edan (orang gila), untuk mengomentari sesuatu yang mustahil atau ngawang-ngawang (mimpi), tapi ini lebih edan, ampuuun ka.
Untuk sosok tokoh yang layak, bolehlah dia cukup menguasai. Tapi ternyata dia tidak menguasai realitas politik praktis, seperti jumlah ambang batas minimal kursi atau prosentase dukungan untuk bisa mencalonkan diri di pemilihan kepala daerah (pilkada). Atau hal-hal lain yang tidak tersurat. Apalagi saat ini, masih terlalu dini alias masih terlalu pagi, jika hari ini sudah membicarakan sosok siapa saja yang layak maju di pemilihan kepala daerah (pilkada).
Seperti nasib polling yang pernah dilakukan oleh salah satu media online di Lebak, awal dan akhirnya tidak jelas, sudah pasti di seungseurikeun (ditertawakan) karena jelas tidak menggunakan metodologi ilmiah dalam sistem polling yang dilakukannya. Terbukti hasilnya tidak ada juntrungan-nya (ujungnya tidak bisa dijadikan rujukan). Hanya buat sekedar funny saja, menyenangkan seseorang saja. Hampura ka…
Tapi, dia keukeuh, tetap serius dengan pendiriannya, dengan menyebutkan beberapa kriteria yang menurut dia, saya layak dan pas. Akhirnya, saya ajak bercanda saja, saya pasnya jadi Bupati. Nggak! ujar dia, pasnya jadi wakil saja. Hih nyah…
Haha… hese (susah), bahkan dia menantang saya membuat buku menuju kursi Wakil Bupati, tapi dikemas ringan, agar ibu-ibu dapat membacanya sambil ngasuh atau sambil nyambel. Siapapun dapat dengan mudah paham dan terhipnotis untuk ikut mendukung dan memperjuangkan. Waduh, kata bang Mandra mah, Sombong amat…
Lieur… beurat ieumah urusan na (pusing…berat ini mah urusan nya).
Dia masih tampak semangat berbicara terkait sikap politiknya. Padahal untuk bisa mengusung, partai politik (parpol) di Lebak harus sudah mengantongi minimal 10 kursi atau 20% suara pemilihan umum (pemilu). Jangan seperti di pilkada yang lalu, cukup banyak yang ingin maju dari PKS, tapi tidak mau melengkapi kekurangan kursinya. Hhmmm….
Karena banyak hal yang dapat terjadi, banyak hal yang harus disiapkan oleh partai manapun, bahkan partai yang sudah lengkap tanpa koalisi sekalipun. Harus banyak mengkaji dan memahami peta politik untuk mengusung calon di pilkada.
Dan, Ide ini saya anggap angin lalu, bukan suatu hal yang istimewa, untuk hal yang menyangkut diri atau pribadi saya.
Tapi tetap saja menarik, siapapun, pegang saja prinsip Khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena untuk menjadi siapapun, atau bahkan menjadi calon kepala daerah sekalipun, jangan hilangkan keceriaan dan bahagia dalam menghadapi pernak-pernik dan berbagai pilihan. Seolah langit runtuh jika sesuatu tak tercapai sempurna.
Sederhana saja, pastikan bertemu dengan banyak kalangan, beragam profesi, beragam lembaga, beragam komunitas, beragam rentang usia dan generasi, beragam strata masyarakat, beragam kemauan dan beragam pemikiran isi kepala.
Kadang nanti di dukung, diberi motivasi, diberi apresiasi, bahkan kadang diapong dibubungah, kadang di poyok, dilelece, kadang berdebat, dikorek DNA, dikorek isi kepala, mengeksplor gagasan, kadang dinasehati sampai tersedu, bahwa semua adalah amanah, tidak ada beban tanpa pudak kata edcoustic.
SAPA, perhatikan ! Karena, Semua bentuk yang dilakukan masyarakat pasti memiliki pengaruh, Apa yang disampaikan masyarakat pasti bermanfaat, Peduli, Analisa agar lebih bermanfaat dan berdaya.
Sapa masyarakat, Tidak ada kata terlambat untuk memulai….. masih banyak waktu membuatnya menjadi berdaya dan bahagia, yang kelak akan melantunkan doa-doanya untuk kita.
Walaupun, kadangkala proses dan hasil bisa berbeda, esensinya akan ada target lain yang beriringan, yang penting proses telah berjalan sesuai sistem. Karena, sangat berbeda keputusan yang diambil melalui sistem institusi dibanding intuisi seorang saja. Apalagi, banyak orang sering mengejar-ngejar kita disaat butuh, tapi dia tidak tahu pahit manis beratnya membangun sistem.
Saya jadi teringat, saat masih kecil, saat lampu penerangan masih sedikit, sewaktu di kampung, berjalan dimalam hari kadang sedikit seram, bukan karena takut hantu, tapi khawatir tersandung batu atau akar, maklum saja jalan juga masih jalan tanah. Agak nyaman saat kita membawa obor atau baralak (daun kelapa kering) yang disatukan dan diikat, kemudian dibakar sehingga jalan menjadi sedikit terang.
Dulu, ilmu pengetahuan dan kondisi begitu terbatas. Sekarang, jauh berbeda, setidaknya sampai kampung, cahaya telah terang benderang, jalan juga sedikit berubah, sudah berhotmix. Kecuali mungkin untuk wilayah tertentu yang belum beruntung, belum tersentuh pembangunan.
Pengetahuan dan teknologi juga berkembang pesat. Apalagi diera teknologi informasi saat ini, data dan metodologi sangat berperan. Rekayasa sosial kerap dilakukan, bahkan apapun bisa dilakukan, Ingin apa, output-nya apa.
Menukik, jika membahas Pilkada. Pilkada zaman sekarang memang unik, walaupun masih belum diketahui siapa calon yang akan maju di pilkada, tapi dapat diraba melalui perkembangan pengetahuan, melaui survei dan segala macam instrumen. Bahkan dapat dilakukan jauh-jauh hari jika masih memerlukan perlakuan dan rekomendasi menuju pasangan pemenang. Kembali kepada cerita masa dulu, alat Survei dan Metodologi itu ibarat obor.
Makanya, biasanya nanti, akan ada banyak kandidat datang dan pergi, bermodal Berani. Tanpa kalkulasi politik, tanpa kalkulasi finansial, tanpa kalkulasi resiko. Tidak membawa partai pendukung nya siapa, jikapun ada, mesin partainya siap atau tidak, bagaimana roadmap pemenangannya, berapa cost yang harus ditanggung dan bla bla bla lainnya. Pokoknya saya daftar dan minta dukungan, hihuh….
Terbayang, nanti tiap hari menelepon, tiap hari ingin bertemu, bertanya bagaimana jadi dukung atau tidak. Saya yakin menang, ujarnya, ahaaayy…
Berjalan dalam gelap memang perlu keberanian, uji nyali. Tapi tanpa obor sama sekali, siap-siap saja tersandung batu.
PKS saja, yang punya dukungan politik 5 (lima) kursi di DPRD Lebak dari 10 (sepuluh) kursi yang disyaratkan untuk dapat mencalonkan pasangan di Pilkada, biasanya kami juga melakukan survei, masih terus meng-evaluasi perkembangan, selalu update data. Sementara para calon yang kebelet maju di pilkada, sayangnya kebanyakan hanya sekedar membawa CINTA untuk Lebak.
Itulah sebabnya, Idealita dan Realita kadang bikin bingung bagi sebagian orang. Beberapa kalimat dalam buku The Swordless Samurai, kisah Toyotomi Hedeyoshi, cukup menarik untuk kita pahami ; Hati-hati, jika tujuanmu sudah tercapai, engkau bisa melupakan alasan perjuanganmu semula. Waspadai kesombongan. Inti dari kepemimpinan adalah melayani bukan dilayani. Untuk mendapat kepercayaan beri kepercayaan. Hargai komitmenmu. Jadilah yang pertama dalam memaafkan.
Betapa indahnya, jika semua pemimpin atau siapapun, khususnya di Lebak, memiliki prinsip yang sama sebagaimana tertuang dalam buku tersebut. Semoga….