KORANBANTEN.COM-Warga di perumahan Violet Garden, Bekasi, Jawa Barat resah. Rumah yang selama ini angsuran kreditnya mereka bayar ke Bank BRI dan BTN ternyata sertifikatnya tak jelas. Cilakanya, saat rumah sudah lunas ternyata banyak yang sertifikat rumah yang tak ada. Belakangan, mereka terancam terusir dari rumah sendiri karena PT Nusuno Karya selaku developer perumahan tersebut tak mampu membayar hutang di PT Bank Maybank Indonesia (Maybank).
Carut-marutnya sengketa konsumen perumahan Violet Garden ini berawal dari ketidaktertiban administrasi perikatan. Perikatan antara PT Nusuno Karya selaku developer dengan para konsumennya sangat lemah. Selain itu perikatan perjanjian antara developer dengan bank penyedia KPR dan Bank Penyedia KPR dengan konsumen juga tak jelas. Diperparah lagi karena pihak developer menyalahgunakan sertifikat konsumen.
Informasi yang berhasil dihimpun dari warga, perumahan Violet Gerden itu dibangun PT Nusuno Karya selaku sejak beberapa tahun silam. Dari lahan seluas 5,5 hektar itu dibangunlah rumah dengan berbagai ukuran. Jumlah rumah yang dibangun sekitar 350 unit. Belakangan sejumlah sertifikat rumah yang sudah dikabulkan KPR-nya oleh BTN dan BRI itu, diagunkan lagi oleh developer ke Maybank untuk meminjam dana sebesar Rp50 miliar
Sampai Minggu sore, pihak Developer belum bisa dikonfirmasi tentang sengketa rumah antara warga dengan pihak perbankan tersebut.
Sementara itu, menurut menurut Managing Director AGS Madina Lawfirm, Madinatul Fadhilah, yang merupakan Kuasa Hukum dari warga Violet Garden, kliennya sudah mengangsur pembelian atau KPR rumah itu dari 2009 silam. Setelah sekitar 6 tahun warga rutin mengangsur KPR setiap bulannya, tiba-tiba warga dikejutkan dengan kehadiran pihak PT Bank Maybank Indonesia atau Maybank.
“Saat itu pihak Maybank datang ingin mengeksekusi rumah warga, karena sertifikat rumah mereka diagunkan oleh PT Nusuno Karya. Dan PT Nusuno Karya tidak mampu membayar pinjaman itu,” kata Madinatul Fadhilah, Sabtu (22/8/2020) Menurut Madinatul Fadhilah, ada tiga transaksi yang melibatkan konsumen dalam proses jual beli perumahan ini.
“Ada warga yang transaksi jual beli dengan cash keras dan ada juga yang transaksi jual beli cash bertahap serta ada transaksi jual beli menggunakan fasilitas KPR,” ucapnya.
Untuk transaksi jual beli secara cash, baik cash keras maupun bertahap, sambung Madinatul Fadhilah, prosesnya hanya melibatkan Developer dan Konsumen saja tanpa ada notaris yang bisa menguatkan. Sementara transaksi yang menggunakan fasilitas KPR, menggunakan jasa penyedia KPR melalui bank BRI dan BTN,” jelas Lawyer dikutip dari siberindo.co.
Awalnya transaksi jual beli yang berlangsung sejak 2009 ini terlihat tidak ada masalah. Konsumenpun tertib membayar ke Developer maupun Bank penyedia KPR. hanya saja, mulai 2015, sejumlah konsumen merasakan ada kejanggalan karena kedatangan bank lain (Maybank) yang bukan penyedia KPR. Pihak Maybank datang untuk mengeksekusi perumahan tersebut, dengan alasan karena permahan tersebut telah dijadikan agunan oleh Developer dan pihak Developer tidak sanggup membayar hutangnya.
“Kedatangan pihak Maybank ini awal terbongkarnya permasalahan transaksi dan penggelapan sertifikat yang hingga saat ini berbuntut pada upaya Kepailitan terhadap Developer,” kata Madina
Salah seorang warga Awaluddin, yang juga Koordinator Warga Violet Garden menyebutkan pihak Developer maupun pihak Bank penyedia KPR selama ini saling melempar tanggungjawab, sehingga Konsumen yang selama ini tidak tahu menahu mengenai diagunkannya sertifikat tersebut pada pihak ketiga merasa dibohongi.
“Kok Bisa pihak BRI dan BTN menyetujui KPR kalau sertifikat rumahnya tidak diberikan Developer. Salah satu syarat mutlak Bank meluluskan KPR itu mestinya sertifikat sudah dipihak bank dan rumah sudah layak huni. Ini malah BRI dan BTN mengabulkan KPR yang tak jelas sertifikatnya,” ucap warga lainnya.
Menurutnya, warga merasa sudah dibohongi dan dipermainkan karena sertifikat yang menjadi hak warga khususnya warga yang telah lunas, ternyata tidak juga menerima sertifikat baik dari Developer maupun dari bank penyedia KPR.
“Malah setelah lunas rumah kami terancam dieksekusi Maybank,” sebut Awaludin.
Menurut Awaluddin, pihak Maybank tidak mau disalahkan, meski Developer menggunakan Agunan yang sudah bukan hak mereka lagi. Sementara itu beberapa waktu lalu pihak PT Bank Maybank Indonesia (Maybank) menyebutkan , Maybank selaku pemegang hak tanggungan telah jelas posisi atau kedudukannya sebagai Kreditor dari utang-piutang, dengan debiturnya yaitu PT Nusuno Karya, yang saat ini telah dinyatakan pailit.
“Dengan demikian tidak ada hubungan hukum antara Maybank dengan Konsumen, meskipun yang dijaminkan adalah sertifikat Konsumen,” kata Adi, Humas Maybank, siang ini (04/08/2020).
Sementara itu pihak Bank BTN dan Bank BRI sampai kemarin sore belum berhasil dikonfirmasi. Surat elektronik yang dikirim media ini belum juga dibalas.
Kedua Bank berplat merah yang telah menyediakan KPR dan memfasilitasi kredit bagi para Konsumen PT Nusuno Karya dan PT Mitrakarti ini keduanya milik Cipto Sulistio. BRI dan BTN memberikan fasilitas KPR kepada konsumen perumahan tersebut bahkan beberapa diantaranya disetujui tanpa pemasangan hak tanggungan.
Tentu saja ini melanggar ketentuan Pasal 20 (1) huruf b UU No. 4 /1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
Menurut Awaluddin mengatakan, kedua Bank berplat merah tersebut mulanya mengucurkan KPR hanya dengan berbekal cover note notaris saja. Bahkan, saat ini notaris yang mengeluarkan cover note tersebut telah dipidana karena memberikan keterangan palsu.
BRI dan BTN ternyata hanya memegang beberapa persil sertifikat konsumen saja. hanya sebagian kecil sertifikat warga yang sudah lunas kredit yang mereka serahkan.
Tentu saja ini sangat mencederai kepercayaan masyarakat kepada dua Bank plat merah ini. Awalnya warga sangat senang atas hadirnya BRI dan BTN sebagai penyedia KPR. Apalagi warga beranggapan setiap KPR yang disetujuii BTN dan BRI tentu legalitas objeknya sudah jelas. Ternyata, anggapan warga salah dan setelah rumahnya lunas baru warga mengetahui bahwa sertifikat rumah mereka tidak ada di dua bank BUMN tersebut.
“Awalnya kami sangat tenang karena percaya dengan bank negara . Ini artinya negara menjamin bahwa proyek perumahan ini aman. Namun ternyata justru BRI dan BTN sendiri sangat ceroboh dalam menjalin kerjasama dengan developer semacam ini. Kami sangat menyesal dan kami minta agar masalah ini segera diselesaikan oleh developer, BRI dan BTN. Kami juga berharap pemerintah hadir untuk menuntaskan permasalahan yang sudah berlarut-larut ini,” harap Awaluddin, salah satu Koordinator Warga.
Warga yang sudah lunas KPR-nya hanya diberi Surat Keterangan Lunas saja BRI dan BTN tanpa diberi sertifikat yang mestinya sudah ada di BRI dan BTN.
“Ini berarti Bank BTN dan BRI melindungi Developer nakal. kami ingin ada audit oleh BPK, Kementerian BUMN, maupun KPK, karena jelas-jelas ada unsur merugikan negara, karena kelalaian mereka dalam menerapkan prinsip kehati-hatian bank. Hingga saat ini masih ada sekitar tiga ratusan sertifikat yang belum jelas status dan keberadaannya,” ujar Awal.
Diakui Awaludin, sebelumnya sudah ada pertemuan dengan BRI dan BTN. Namun warga tidak puas dengan keputusan saat itu karena pihak Bank tidak ada memberikan sertifikat ke warga yang sudah lunas.
“Cuma ada kesepakatan atas mediasi antara perwakilan Warga Violet Garden dan Pihak BRI, pada Senin (3/8/2020) lalu yang dihadiri Kadiv Legal BRI, Koeshariyono. Pihak BRI mengatakan mendapatkan 4 kesepakatan dalam mediasi, bersama pihak PT Bank Negara Indonesia (BRI). Pertama, Bank BRI akan mengeluarkan surat pernyatan lainnya, sesuai dengan kotrak SPPK maksimal tanggal 10 Agustus 2020, Pukul 09.00 di perumahan Violet Garden bekasi. Kedua, Bank BRI akan melakukan gugatan lain-lain dalam proses kepalitan dan dengan segala upaya untuk mengeluarkan sertifikat warga Violet Garden dari budle pailit. Ketiga, Bank BRI akan menghapuskan denda terkait dengan penghentian cicilan KPR sebagaimana rekomendasi dari BPKN. Keempat, pembayaran kembali cicilan KPR akan dilakukan setelah sertifikat warga aman di Bank BRI, atau surat pernyataan lainnya, yang ada di point pertama dikeluarkan oleh Bank BRI,” terang Awal.
Sementara Madinatul Fadhilah yang sebelumnya merupakan Kuasa Hukum dari Warga Violet Garden memaparkan, masalah yang menimpa konsumen Violet Garden ini tingkat komplesksitas tinggi.
“Ini harus diselesaikan satu per satu, yang tentu muara permasalahannya adalah pada utang-piutang yang dilakukan oleh PT Nusuno Karya kepada Maybank,” sebutnya.
Madina menjelaskan, pada dasarnya asalkan Nusuno atau dalam hal ini Cipto Sulistio mampu menyelesaikan utangnya ke Maybank, maka urusan dengan Konsumen sebagian akan terselesaikan. Namun, ini membutuhkan komitmen dari Cipto sendiri untuk menuntaskan dan beritikad baik menyerahkan sertifikat yang telah menjadi hak Konsumen yang telah dia gunakan tanpa hak untuk mendapatkan fresh money.
“Ini telah kami tempuh melalui proses pidana. Namun mentah karena Cipto mendalilkan bahwa dia telah menyerahkan beberapa sertifikat warga yang mengajukan Laporan Polisi tersebut, sehingga unsur kesalahannya tidak ada lagi. Namun, pada dasarnya tidak ada alasan pemaaf atas tindakan yang jelas-jelas merupakan pidana,” kata Madina pada siberindo.co.
Kata Madina, ia sudah beberapa kali memperjuangkan hak Konsumen namun selalu menemukan jalan buntu. hanya adu argument dengan pihak Cipto, bahkan pada suatu kesempatan acara serah terima atau penandatanagan AJB di BRI Kalimalang pada tahun 2017, Konsumen diancam mencabut Surat Kuasa Madina, jika masih menginginkan sertifikat tersebut. Ancaman itu secara terang-terangan disampaikan oleh Nani, yang menurut kabar dari para Konsumen merupakan istri ketiga dari Cipto Sulistio, di hadapan warga yang saat itu menunggu giliran penandatanganan AJB di BRI cabang Kalimalang. (del/arl)