Dari Adam Malik untuk Mochtar Lubis, “Periksa Kembali Fakta, Walaupun Datang dari Mertua”

Adam Malik dan Mochtar Lubis. (Foto : Wikipedia)

Adalah sekawanan  perampok, lengkap dengan golok dan senjata api (pistol),  mengamuk di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Jakarta. Seorang di antara mereka berteriak, mengancam akan membunuh wartawan. Dia memakinya.   disebutnya wartawan paling mencemarkan, paling menghina, paling tidak  benar, dan paling bermusuhan. 

“Saya  ingin tahu siapa yang menulis  berita dusta yang jahaman tentang kami,”  teriak salah seorang di ANTARA mereka.  “Saya akan bunuh dia di sini, sekarang juga!“ sambungnya, sangat marah, dan di tangannya sebuah senjata api (pistol),  yang seakan siap memuntahkan peluru.

Bacaan Lainnya

Sebagai wakil pemimpin umum ANTARA Adam Malik, tampak tenang menghadapi amarahnya.  “Saudara siapa?” tanya Adam Malik, santun. “Saya, Pak Itam, dari Karawang, pemimpin pejuang kemerdekaan!” jawabnya, lantang. “Tenang, Pak Itam!” jawab Adam Malik, sambil tenang, lalu mengajaknya bebicara baik-baik  di ruang kerjanya.

Di luar ruang kerja Adam Malik (22 Juli 1917 – 05 September 1984),  seperti kesaksian Mochtar Lubis, (7 Maret 1922 – 2 Juli 2004) seorang wartawan ANTARA, suasana  cukup tegang. Terutama Mochtar Lubis sendiri, khawatir benar, Adam Malik benar-benar akan dibunuh. Adam Malik tidak boleh bertanggung jawab sendiri.

Meski begitu, Mochtar Lubis sendiri   merasa  ngeri kalau berterus terang  bahwa memang dirinyalah yang menulis berita tentang Pak Itam dan kawanannya  yang kemudian mengamuk  di  Kantor Berita ANTARA itu.

Sekira 10 menit kemudian, Pak Itam keluar dari ruang kerja Adam Malik, terus meninggalkan ANTARA, dengan angkuh, diikuti kawanannya. Adam Malik pun keluar, menemui wartawan. “Hampir saja,”  kata Adam Malik.

Pak Itam dan kawanannya mengaku pejuang kemerdekaan di lingkungannya, padahal perampok, dan meresahkan  warga. Berita tentang keresahan warga, sebetulnya, sudah banyak didengar  Adam Malik.

Di ruangannya itu, ketika berdua dengan Pak Itam, Adam Malik “menekan”, kalau saja Pak Itam tak mau memperbaiki diri, Pemerintah Republik Indonesia akan bertindak lebih jauh. Juga, kalaupun ketika itu harus baku tembak dengan Pak Itam, Adam Malik sudah siap. Di laci meja kerjanya,  sebetulnya sudah disiapkan senjata api (pistol).

Pak Itam tak bisa mengelak, takut ditindak  lebih jauh oleh Republik Indonesia. Makanya,  Pak Itam keluar meninggalkan Adam Malik, meninggalkan Kantor Berita ANTARA. Tanpa muntahan timah panas yang dipersiapkannya.

Lalu, di tengah-tengah heningnya Kantor Berita ANTARA, tiba-tiba, Adam Malik bertanya kepada wartawan di sekelilingnya. “Tetapi, siapa yang menulis berita itu?” Mochtar Lubis, seperti diakuinya, mengacungkan tangan, perlahan, sambil cemas. “Saya…” jawab Mochtar Lubis. “Anda sudah mengecek berita itu?“ tanya Adam Malik. “Tidak, karena berita itu berasal dari mertua yang tinggal di Kampung Pak Itam,” jawab Mochar Lubis.

“Sebelum menulis  berita, periksa dan periksa  kembali fakta Anda, walaupun  dari mertua,” pesan Adam Malik.   “Kebetulan saja, berita Pak Itam itu memang benar,” kata Adam Malik. Inilah memang berita pertama yang dibuat Mochtar Lubis, dan langsung heboh.

Mochtar Lubis, seperti diakuinya kemudian,  mendapat  dua pelajaran  berharga dari peristiwa itu. Pertama, setiap fakta  harus diperiksa  dan diperiksa  kembali, walaupun datang dari orang dekat, seperti dari mertua. Kedua, Mochtar Lubis yang baru tiga hari  jadi wartawan ANTARA itu diajari Adam Malik, bahwa urusan ke luar menyangkut berita,  maka pemimpin redaksi-lah yang bertanggung jawab. Pemimpin Redaksi ANTARA, ketika itu, Albert Manoempak Sipahoetar.

Adam Malik, sebagai salah seorang pendiri dan wakil pemimpin umum (wakil direktur) dan redaktur ANTARA, ketika itu, merasa harus ikut bertanggung jawab atas pemberitaan yang sudah beredar. Adam Malik  berani melindungi wartawan anak buahnya.

ANTARA sendiri (kini, nama lengkapnya, Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA), didirikan Adam Malik,  Soemanang Soerjowinoto, Albert Manoempak Sipahoetar, dan Pandoe Kartawigoena, tanggal 13 Desember 1937.

Adam Malik dan Mochtar Lubis bersahabat, jadi teman diskusi tentang jurnalistik Mochtar Lubis kemudian mendirikan harian Indonesia Raya, 29 Desember 1949. Juga seorang novelis. Mochtar Lubis dijuluki wartawan jihad, antara lain, karena keberaniannya jadi wartawan idealis, berjuang melawan ketidakadilan. Dia kritis terhadap kebijakan  Pemerintah pada masanya.

Adam Malik jadi menteri luar negeri (28 Maret 1966 – 23 Maret 1978), wakil presiden RI (1978 -1983)  zaman Presiden Soeharto. Adam Malik lincah dan cerdik dalam berdiplomasi, sehingga disebut si Kancil. Dia disebut pula kader Muhammadiyah  (Dean Al-Gamereau)

Pos terkait