Guru Besar Linguistik UIN Surabaya Kritik Akronim Nyeleneh Pemkab Cirebon

Surabaya – Guru besar bidang linguistik UIN Sunan Ampel Surabaya Kamal Yusuf menyoroti polemik akronim atas sejumlah program yang berbasis aplikasi digital dalam pelayanan masyarakat. Dia menilai akronim yang dirilis Pemkab Cirebon cendeurng memiliki pemaknaan negatif.

Kamal menilai akronim nyleneh yang dibuat Pemkab Cirebon atas sejumlah program layanan publik menjadi bias dari substansi yang dituju dari program tersebut. Dia menilai, Pemkab tidak sensitif dalam menggunakan varias bahasan dan memahami konteks sosial. “Penggunaan bahasa yang informal bahkan cenderung vulgar dalam ranah resmi pemerintahan dapat dianggap sangat tidak pantas dan tidak profesional. Hal ini dapat menyinggung rasa sosial publik bahkan misinterpretasi masyarakat,” nilai Kamal di Surabaya, Selasa (9/7/2024).

Bacaan Lainnya

Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya ini menyebutkan penggunaan sejumlah akronim itu alih-alih membuat citra positi bagi pemerintah daerah, namun sebaliknya akan menurunkan citra dan martabat bahasa. Dia menyebutkan penggunaan etika bahasa harus dimiliki khususnya oleh penyelenggara pemerintahan. “Penggunaan bahasa yang tidak senonoh dan berkonotasi negatif dalam ranah resmi pemerintahan dapat menurunkan citra dan martabat bahasa itu sendiri,” tegas Kamal.

Di samping hal tersebut, Kamal juga menyebutkan penggunaan akronomi yang nyeleneh mengakibatkan ketidakjelasan fungsi dan tujuan awal dari keberadaan aplikasi yang dibuat. Akibatnya, kata Kamal, program yang dirilis pemerintah akan menimbulkan tafsir yang di luar konteks dari substansi. “Ini karena pemda Cirebon membuka peluang stimga negatif dan misinterpretasi,” sesal Kamal.

Atas polemik yang terjadi di ruang publik, menurut doktor lulusan University of Leipzig, Jerman ini mendesak Pemkab Cirebon untuk meninjau kembali penggunaan akronimi nyleneh pada aplikasi dan program. Dia menyarankan agar digunakan nama yang jelas, mudah dipahami dan sesuai dengan konteks aplikasi atau program. “Lakukan riset dan survei untuk mengetahui persepsi masyarakat, gunakan bahasa yang santun, sopan, dan mencemrinkan nilai luhur bangsa. Libatkan pakar bahasa dan ahli komunikasi dalam proses penamaan aplikasi dan program pemerintah,” tandas Kamal.

Sebagaimana maklum, Pemkab Cirebon merilis sejumlah program layanan masyarakat dengan penggunaan akronim yang menimbulkan polemik seperti SiPepek, Sithole, Simontok, Sisemok, Sicantik, Siganteng, Sipedo, Mas Dedi mamang Jantan, Jebol Ya Mas.

Pos terkait