Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Menyetujui 10 Pengajuan Penghentian Penuntutan  Berdasarkan Restorative Justice

Rabu 13 Desember 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

Tersangka Cipta Refagifari bin Marsito dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Gustaf Dawai Ikhsani bin (alm) Mecky dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Muhammad Aziz Setiawan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Tersangka Abdul Karim alias Ari bin Ali Usman dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Caroline alias Caroline Ad. Khoi Ping dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Kevin Lois Ginting anak dari Pesta Karya Ginting dari Kejaksaan Negeri Lampung Selatan, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Febbyansyah bin Tamrin dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Ralendra bin Syamsuludin dari Kejaksaan Negeri Lampung Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Hairil Hasan alias IL dari Kejaksaan Negeri Ternate, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Kardiana Musta’aningrum Pgl Diana binti Nur Ali dari Kejaksaan Negeri Payakumbuh, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Bacaan Lainnya

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Pos terkait