Oleh : Dian Martiani
Ketika diisolasi disebuah Rumah Sakit Swasta beberapa waktu lalu, saya kesulitan membedakan mana tenaga kesehatan(nakes) laki-laki dan perempuan, mana petugas kebersihan, perawat, ataupun dokter. Semua baju dinas mereka hampir sama, menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, dengan warna yang sama. Baju astronot, begitu masyarakat awam menyebutnya.
Beberapa nakes cukup kreatif menuliskan nama mereka di bajunya, beberapa lainnya menuliskan pesan-pesan motivasi bagi pasien. Sebagian dari mereka menampilkan emoticon lucu pada “seragam”nya, mungkin maksudnya untuk menyemangati pasien agar segera pulih dari Covid-19. Cukup menghibur
Saya menyempatkan berbincang dengan salah satu nakes yang kebetulan sedang melayani kami. Seorang nakes perempuan. Ia menceritakan, betapa bekerja dibagian rawat isolasi Covid-19 ini, adalah perjuangan tersendiri. Pakaian yang kurang nyaman, protokol yang ketat (swab berkala, protokol mandi, makan-minum saat bertugas, bahkan protokol kepulangan), dan kerinduan terhadap keluarga. Shift yang diterapkan tidak biasa seperti masa normal.
Saya baru tahu, jika selama mereka menggunakan APD, tidak diperkenankan makan-minum, dan harus menahan untuk kegiatan toileting. Sampai pernah ada nakes yang wafat saat berdinas, diduga karena sesak nafas saat menggunakan APD. Jika akan masuk dan meninggalkan ruangan, harus mandi dua kali. Bahkan bagi perawat, ada yang disediakan tempat menginap, karena baru boleh pulang setelah 7 hari bertugas. Bagi nakes perempuan yang sudah berkeluarga, apalagi yang statusnya sebagai seorang ibu, ini merupakan perjuangan yang luar biasa. Pejuang perempuan, Kartini dimasa Covid.
Kita berharap, mereka tidak sampai menderita burnout syndrome (kondisi stres kronis akibat pekerjaan). Faktanya, bahwa sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami burnout syndrome (Penelitian Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK FKUI) derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah berisiko mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja dalam pelayanan kesehatan.
Peran perempuan pada masa Covid ini juga terlihat dalam ranah politik. Sebut saja Dr. Hj. Kurniasih Mufidayati, M.Si, Anggota DPR RI dari PKS. Beliau merupakan anggota legislatif yang cukup vokal memperjuangkan rakyat, memperjuangkan kebijkan yang digagasnya terkait Pandemi. Dalam laman CNN Indonesia, Kurniasih Mufidayati mengatakan seharusnya pemerintah Indonesia menggratiskan vaksin Covid-19 bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Karena ini bencana ‘global disease’ (penyakit dunia), harusnya APBN membiayai vaksinasi semua rakyat karena setiap warga negara punya hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama,” tutur Mufida kepada CNNIndonesia.com. Sebuah upaya perjuangan seorang perempuan yang tidak bisa dianggap biasa.
Tidak hanya terlihat perannya di legislatif, peran perempuan, Kartini-kartini masa kini juga terlihat pada kiprah Kepala Daerah Perempuan. Di tingkat eksekutif daerah, sebanyak 35 perempuan terpilih menjadi kepala daerah pada Pilkada serentak Desember 2015 silam. Dalam laman Humas LIPI disampaikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga riset telah melakukan kajian terkait peran pemimpin perempuan sebagai Gubernur/Bupati atau Walikota dalam penanggulangan kemiskinan dan Pandemi dalam kebijakan berperspektif gender”.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Kurniawati Hastuti Dewi, mengatakan komitmen politik perempuan sangat penting. Berdasarkan kajian secara kualitatif, bahwa perempuan dapat mengeksplor dirinya lebih luas, agar aspirasinya di dengar. Maka, kepemimpinan perempuan, sangat dipengaruhi oleh latar akademik dan modal sosia dari individu pemimpin itu sendiri.
Struktur Otak dan pendekatan seorang perempuan dalam menanggulangi masalah-masalah Covid menyebabkan kebijakan yang diambil dalam penanggulangan masalah Covid, dinilai lebih signifikan dalam implementasinya. Maka, keberadaan pemimpin daerah perempuan terutama saat pandemi seperti sekarang, adalah hal yang patut mendapatkan apresiasi. Pejuang perempuan, Kartini masa kini.
Tidak hanya perempuan-perempuan yang berada di ranah publik, peran dan kontribusi perempuan didalam keluarga menjadi sangat menentukan pada masa Covid seperti sekarang.
Apalagi keluarga-keluarga yang secara ekonomi terdampak oleh musibah Covid-19. Banyak dari kepala keluarga yang terpaksa dirumahkan oleh lembaga tempatnya bekerja. Menyebabkan mereka harus memutar otak untuk memanage pendapatan yang ada untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Menurut data BPS 2010, ada sekitar 74 juta perempuan Indonesia yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Jumlah ini lebih banyak dari jumlah perempuan yang membagi waktunya di ranah publik yaitu sebanyak 44 juta perempuan.
Tentu saja peran perempuan sebagai ibu rumah tangga ini, tidak bisa dianggap sebelah mata.
Mengelola sumberdaya yang ada, yang mungkin saja menjadi sangat terbatas saat pandemi ini, untuk sebesar-besar kesejahteraan keluarga, adalah menjadi perjuangan tersendiri bagi para ibu rumah tangga. Apalagi mereka dituntut untuk melahirkan generasi Indonesia yang cerdas. Maka, selain Perempuan Pejabat Publik, Tenaga Kesehatan, maka Perempuan yang berkiprah didalam keluarga adalah Kartini-kartini masa kini yang patut mendapat penghargaan.
Laman detikHealth mengungkapkan sebuah fakta bahwa Umur Harapan Hidup Perempuan Indonesia lebih tinggi daripada Laki-laki. Ini artinya, sejatinya perempuan lebih tangguh daripada laki-laki. Pejuang yang kadang luput dari hingar bingar dunia. Untuk segenap kontribusi, kami ucapkan Terimakasih untukmu Kartini-kartini Indonesia.
Selamat Hari Kartini, 21 April 2021
*Penulis Adalah Praktisi Pendidikan, Perempuan yang membagi perannya dalam keluarga dan ranah publik.