KORANBANTEN.COM– Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menerima tambahan khazanah arsip statis tentang Presiden Soeharto yang diserahkan oleh pihak keluarga Presiden Soeharto. Arsip tersebut diserahkan oleh Ibu Siti Hardiyanti Rukmana yang akrab disapa Mbak Tutut kepada Plt. Kepala ANRI, Sumrahyadi di Ruang Serbaguna Noerhadi Magetsari, gedung C, lantai 2 ANRI (18/7). Khazanah arsip yang diserahkan terdiri dari 19 roll microfilm yang berisi pidato Presiden Soeharto berikut dengan daftarnya, 10 roll microfilm pidato Ibu Tien Soeharto beserta daftar dan naskah pidatonya, 10 roll microfilm kumpulan risalah sidang kabinet periode tahun 1967 – 1998 dan proklamasi integrasi Balibo (yang mendeskripsikan tekad rakyat Timor Timur untuk bersatu dengan Indonesia) tahun 1976 beserta daftarnya, satu album foto yang terdiri dari 91 lembar foto yang merekam kegiatan Presiden Soeharto berikut compact disc-nya. Selain menyerahkan arsip ke ANRI, pihak keluarga pun meminjamkan satu unit alat baca microfilm yaitu microreader kepada ANRI.
Sumrahyadi menyampaikan bahwa khazanah arsip yang diserahkan pihak keluarga Presiden Soeharto dapat menjadi bagian dari arsip kepresidenan. Di mana ANRI dalam beberapa tahun terakhir sedang gencar melaksanakan program penyelamatan arsip kepresidenan. “ANRI mengucapkan terima kasih atas penyerahan arsip ini. Semoga arsip tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat luas,” jelas Sumrahyadi.
Arsip kepresidenan nantinya dapat menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat untuk mengenal dan mengetahui sosok dan kebijakan para Presiden Indonesia dari masa ke masa.
Sementara itu, Mbak Tutut menyampaikan bahwa bangsa yang mengelola jejak langkah peninggalan peradabannya cenderung menjadi bangsa besar, serta unggul dibandingkan bangsa lain. “Sejumlah dokumen Bapak (Presiden Soeharto), yang telah kami serahkan ke Negara setidaknya dapat menjadi bagian penting dari sejarah. Mudah-mudahan dokumen itu bisa menjadi salah satu acuan masyarakat dalam menghadapi realitas sosial budaya yang kompleks seperti saat ini,” terang tokoh wanita kharismatik yang juga Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII, yang akrab disapa Mbak Tutut ini.
Pada kesempatan yang sama, Mbak Tutut juga turut mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk tidak alfa sejarah bangsanya dan agar dapat mengambil unsur positif dari sejarah masa lalu. Merajut kembali identitas kebangsaan yang luhur dengan basis kebangsaan multikultur.
“Setiap bangsa harus menyadari jati dirinya. Mengenal dan tahu sejarah bangsanya. Dengan sadar sejarah sebuah bangsa dapat menentukan dengan pasti dan yakin, ke mana bangsa tersebut menentukan titik tujuan perjuangan ke depan,” lanjutnya.
Penyerahan arsip statis oleh pihak keluarga Presiden Soeharto juga merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Pasal 88 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Arsip tersebut diselamatkan dan dilestarikan oleh ANRI dan nantinya menjadi identitas dan jati diri, serta memori kolektif bangsa. Arsip ini pun menjadi aset nasional yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintahan, pembangunan, penelitian, pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peradaban yang Lebih Manusiawi
Pada kesempatan tersebut, mbak Tutut yang datang ditemani adiknya mas Bambang Trihatmodjo, juga menyampaikan, sadar sejarah membuat sebuah bangsa tahu adab. Mampu meletakkan seseorang pada ‘maqam’ atau tempatnya yang tepat.
“Tidak ada bangsa dan negara yang lepas dari sejarahnya. Namun kemanusiaan harus menjadi prasyarat bagi kita untuk menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Menempatkan para pemimpinnya ke dalam historisitas kemanusiaan tertinggi sebagai khalifah. Selanjutnya dapat menerima kekurangannya sebagai hal manusiawi,” papar mbak Tutut.
Membangun sumber daya manusia (SDM) dengan kebudayaan luhur, kata mbak Tutut, harus menjadi landasan penting bagi kemajuan Indonesia. Kebudayaan harus terimplementasi dengan menerapkan kerangka nilai kebangsaan dan adab. “Kalau kesopanan kita jaga, batin suci, hati bersih, niat bagus, tidak hendak berkicuh dengan sesama, maka insya Allah akan baik buahnya bagi segenap masyarakat,” kata Tutut.
Mbak Tutut berharap, di masa datang kebudayaan dapat dimaknai dengan watak yang progresif berupa resistensi kreatif yang menggerakkan perubahan. “Kebudayaan harus menjadi acuan berpikir, sebagai politik kebudayaan. Dimulai dari keteladan pemimpin. Menjadikan habit; batin suci, hati bersih, dan niat bagus, yang jika terakumulasi menjadi restorasi nilai kebangsaan. Dengan begitu insya Allah kemajuan dan kejayaan Indonesia benar-benar tercapai,” kata mbak Tutut.(rls)