KORANBANTEN.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai perkembangan dinamika sosial masyarakat kini terganggu. Penyebabnya, intensitas sentimen negatif terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) oleh masyarakat dengan perilaku intoleran tak hanya terjadi pada momentum pemilihan kepala daerah DKI 2017.
“Tapi juga berpengaruh pada aspek yang lain, termasuk pengelolaan negara,” kata komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, dari keterangan tertulis, Rabu, 12 Oktober 2016.
Natalius mengungkapkan, salah satu contoh kasus yang terjadi adalah penolakan sekelompok komunitas muslim terhadap penunjukan Komisaris Besar Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Daerah Banten lantaran nonmuslim. Menurut Natalius, alasan tersebut sangat tidak beralasan.
Natalius mengatakan Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara tidak boleh kalah melawan kelompok sipil intoleran. Sebab, negara memiliki kekuatan untuk memaksa dan menegaskan keutuhan kebinekaan bangsa berbasis Pancasila, UUD 1945, dan adagium Bhinneka Tunggal Ika. “Dengan memperhatikan hak asasi manusia,” ujarnya.
Natalius mengatakan ketegasan Presiden untuk menolak orang-orang yang mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa merupakan wujud nyata pemerintah dalam menegaskan bahwa Indonesia adalah negara plural dan modern, egaliter, serta meritokrasi dalam rekrutmen penyelenggara negara, baik melalui pengangkatan maupun pemilihan.
Komnas HAM, kata dia, menyatakan kewajiban utama negara adalah memastikan adanya jaminan perlindungan terhadap warga negara tanpa melihat latar belakang SARA. Karena itu, ujar Natalius, pemerintah harus menjamin negara tidak dibonsai dalam sektarianisme dan eksklusivisme yang naif dan dapat mengganggu keutuhan negara bangsa.
“Tindakan pencegahan dan deteksi dini terhadap adanya gangguan instabilitas nasional melalui intervensi dan penetrasi bahaya atas dasar kebencian berbasis SARA menjadi urgensi bagi pemerintah, kepolisian, lembaga intelijen, serta tokoh-tokoh masyarakat dan agamawan, juga pihak-pihak terkait,” tuturnya. @DF