KORANBANTEN.COM – Di tengah arus perubahan dan dinamika sistem pemasyarakatan yang semakin humanis dan berorientasi pada pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cilegon kembali membuktikan komitmennya dalam menciptakan ruang-ruang pertumbuhan bagi warga binaan. Rabu (16/7/25) bertempat di Lingkungan Lapas, diselenggarakan acara Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) serta Pembukaan Pelatihan Kemandirian Tahun 2025 yang menggandeng Yayasan Qudwah Albarosiyah sebagai mitra strategis.
Acara ini bukan sekadar seremoni formal. Ia adalah simbol dari harapan, proses penyembuhan, dan langkah menuju kehidupan yang lebih baik. Di tengah gemuruh kehidupan yang terkadang membungkam suara hati, Lapas Cilegon hadir sebagai tempat yang memberi ruang untuk menata ulang masa depan — tak hanya mengurung kesalahan, tapi juga membina harapan.
Dalam suasana yang sarat haru dan semangat, acara ini dihadiri langsung oleh Kepala Lapas Kelas IIA Cilegon, Margono, jajaran pejabat struktural, perwakilan dari Yayasan Qudwah Albarosiyah, serta para warga binaan peserta program.
Dalam sambutannya, Kalapas Margono memberikan pesan menyentuh yang menusuk ke dasar nurani:
“Lapas bukan akhir dari segalanya. Ia bisa menjadi titik balik, asal diberi kesempatan. Hari ini, bukan hanya kertas MoU yang kita tandatangani, tapi kita juga menandatangani janji — bahwa kita tidak akan menyerah terhadap manusia. Kami percaya, setiap orang punya hak untuk belajar dari masa lalu dan melangkah ke masa depan dengan kepala tegak. Di sinilah kami hadir: untuk mendampingi, membina, dan memberi harapan.”
Program pelatihan kemandirian yang diresmikan hari ini mencakup berbagai bidang keterampilan produktif dan aplikatif, antara lain pelatihan tata boga, pertukangan, sablon, kerajinan tangan, serta pelatihan keagamaan dan pembentukan karakter. Melalui kurikulum yang terstruktur dan pendekatan yang personal, program ini bertujuan untuk membekali warga binaan dengan kemampuan nyata yang dapat menjadi bekal hidup setelah mereka menyelesaikan masa pidana.
Yayasan Qudwah Albarosiyah, sebagai mitra pembinaan, memiliki pengalaman luas dalam memberdayakan kelompok marginal dengan pendekatan spiritual, sosial, dan ekonomi. Kolaborasi ini didasarkan pada kesamaan visi untuk menjadikan pembinaan bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar menyentuh hati dan merubah hidup.
Perwakilan Yayasan Qudwah Albarosiyah menyampaikan bahwa kerja sama ini adalah bentuk nyata cinta kepada sesama:
“Kami datang bukan untuk mengulangi masa lalu mereka, tapi untuk membukakan pintu masa depan. Kami percaya, yang mereka butuhkan bukan penghakiman, tetapi kesempatan. Bersama Lapas Cilegon, kami ingin menjadi bagian dari kisah perubahan, kisah tentang manusia yang jatuh namun memilih bangkit kembali.”
Acara dilanjutkan dengan prosesi penandatanganan MoU antara Kalapas Cilegon dan Ketua Yayasan Qudwah Albarosiyah, disaksikan seluruh tamu undangan dan peserta program. Simbolisasi pembukaan pelatihan dilakukan dengan penyerahan seragam dan perlengkapan kerja kepada perwakilan warga binaan, diiringi doa bersama yang menggema penuh harapan.
Terlihat jelas raut optimisme di wajah para warga binaan yang hadir. Bagi mereka, ini bukan sekadar pelatihan — ini adalah awal dari perjalanan baru. Sebuah kesempatan untuk berdamai dengan masa lalu dan menata hidup yang lebih baik di masa depan.
Di akhir acara, Kalapas Margono kembali memberikan pernyataan yang menyentuh banyak hati:
“Kami tidak hanya bertugas menjaga, tetapi juga menghidupkan kembali semangat yang nyaris padam. Kami percaya, tak ada manusia yang sepenuhnya rusak. Semua bisa diperbaiki, selama diberi kesempatan dan dipandu dengan cinta. Lapas Cilegon akan terus menjadi tempat yang memanusiakan manusia.”
Langkah ini menjadi salah satu bagian dari transformasi besar yang terus dilakukan oleh Lapas Kelas IIA Cilegon dalam rangka mewujudkan lembaga pemasyarakatan yang tidak hanya tertib dan aman, tetapi juga menjadi pusat pembinaan dan pemberdayaan manusia.
Dengan adanya kerja sama seperti ini, Lapas Cilegon menegaskan bahwa pemasyarakatan bukan sekadar menjalani hukuman, tetapi proses kembali menjadi bagian dari masyarakat yang berdaya dan bermartabat.(**)