Nada di Balik Jeruji: Suara Harapan dari Lapas Cilegon

KORANBANTEN.COM – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cilegon Kanwil Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Banten kembali menunjukkan kepedulian dan dedikasinya melalui kegiatan pembinaan seni musik bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP). Kegiatan ini bukan sekadar hiburan, melainkan bentuk nyata dari komitmen untuk mengembalikan martabat, kepercayaan diri, dan jati diri warga binaan yang tengah menjalani proses pemulihan dan pembinaan.

Kegiatan pembinaan ini dipimpin oleh Kasi Binadik, Gilang Riflianto, yang selama ini dikenal dekat dengan para warga binaan. Bersama timnya, Gilang berupaya menghadirkan ruang yang aman dan positif bagi mereka yang ingin menyalurkan bakat dan menghidupkan kembali mimpi-mimpi yang sempat terpendam. Melalui pembentukan grup musik warga binaan, harapan itu mulai tumbuh satu demi satu diiringi petikan gitar, dentuman cajon, dan suara-suara penuh semangat yang menggema di balik tembok penjara.

Bacaan Lainnya

“Musik adalah bahasa hati. Ketika kata-kata tak sanggup diucapkan, musik menjadi jembatan perasaan dan harapan,” ujar Gilang Riflianto. Ia menambahkan bahwa pembinaan ini bukan sekadar program, tetapi perjalanan bersama untuk merangkul masa lalu, menerima kenyataan, dan melangkah menuju masa depan dengan semangat baru.

Kalapas Cilegon, Margono, yang hadir dan menyaksikan langsung proses latihan dan penampilan grup musik tersebut, menyampaikan rasa harunya. Dengan mata berkaca-kaca, ia berkata, “Melihat mereka memainkan alat musik, menulis lirik dari hati, dan menyanyikan kisah hidup mereka sendiri itu adalah momen yang tidak bisa diukur dengan angka atau laporan. Kami di sini percaya bahwa manusia bisa berubah. Kami tidak hanya menjaga dan membina, tapi juga mendengarkan dan memberi mereka ruang untuk tumbuh.”

Suasana saat grup musik warga binaan menyanyikan lagu ciptaan sendiri sungguh menggugah hati. Lirik-lirik sederhana namun jujur itu menceritakan tentang penyesalan, rindu pada keluarga, doa-doa yang terus mereka panjatkan dalam sunyi, serta harapan untuk kembali menjadi pribadi yang berguna. Beberapa petugas terlihat menunduk, menyadari bahwa di balik seragam narapidana itu, ada hati yang masih berdenyut, ada jiwa yang sedang berjuang untuk pulih.

Salah satu warga binaan yang terlibat, sebut saja “D”, mengaku bahwa pembinaan musik ini menjadi titik balik dalam hidupnya. “Dulu saya pikir hidup saya sudah hancur. Tapi saat saya menyentuh gitar ini, saat suara saya didengar dan dihargai, saya merasa masih punya arti. Saya ingin berubah. Saya ingin keluar dari sini nanti sebagai orang yang lebih baik,” ucapnya lirih.

Program ini juga membuka potensi kerja sama dengan pihak luar, seperti komunitas musik, rumah kreatif, dan lembaga sosial, untuk mendukung kelanjutan pembinaan seni ini. Pihak Lapas berharap, ketika warga binaan telah selesai menjalani masa pidananya, mereka dapat melanjutkan bakat dan keterampilan yang diperoleh sebagai bekal hidup yang lebih bermakna.

Lebih dari sekadar program pembinaan, kegiatan ini menjadi pengingat bahwa setiap manusia punya cahaya kecil di dalam dirinya yang terkadang hanya butuh ruang, perhatian, dan kasih untuk menyala kembali.

Dengan hadirnya grup musik di Lapas Cilegon, harapan itu kini menyala. Di balik jeruji, mereka tak hanya menjalani hukuman tetapi juga sedang menulis ulang cerita hidup mereka, dengan nada dan irama yang baru.(***)

Pos terkait