KORANBANTEN.Com – Jokowi bilang Pers Nasional masih sangat dibutuhkan, kendati posisinya tergerus media sosial. Pemred Kompas bilang iklan sudah diambil Youtube, Facebook dab Google. Margiono bilang perlu memikirkan pekerjaan sampingan buat wartawan. Ketua Dewan Pers bilang sudah ada ribuan media online yang menjamur belakangan. Dan seorang penanya Joko Tetuko bilang hari ini Pers Nasional sedang menangis menjerit dan nagara tidak hadir. Para ketua PWI Provinsi duduk diskusi usai makan siang Masakan Padang, saling menanyakan kegiatan selain jurnalistik dan siapa ketua Pasca Margiono. Hari Pers Nasional yang gamang.
Saya bilang kepada mereka bahwa saya punya sampingan menggembala kambing. Dunia sudah kebanjiran narasi. Dalam ukurannya yang berlebihan lemak menjadi kolesterol dan hoax sudah tak terkontrol. Gelombang revolusi digital sedang menenggelamkan semua entitas kegiatan di jalur distribusi. Termasuk pers, politik dan birokrasi.
Fenomena ini adalah ditandai mulai menurunnya air mancur kapitalisme global dan era murahnya ilmu pengetahuan. Bencana dan anugerah datang bersamaan saat gunung api meletus, dalam panas lahar dan kesuburan lahan.
Era melawat ke Barat sudah selesai, era melawat ke Bar juga sudah lewat. Kini adalah era melawat ke seluruh perjalanan hakiki. Dimana Pers Nasional selain lima W satu H, juga memunculkan pertanyaan siapa kita, kemana tujuannya, pakai cara apa dan, siapa yang menuntun ke tujuan.
Masyarakat kita sedang mabuk infirmasi dikarenakan jenuh dan jumbuh. Dan bahasa kesunyianlah yang kini mampu menarik. Kesunyian untuk menyerap hakikat segala sesuatu sebagaimana adanya dia dan sebagai mana seharusnya kita bergerak. Dan kerja adalah kata-kata dalam tampilannya yang lain.
Komunitas Filsafat Pancasila
(Abdul Munib/Ketua PWI Papua)