KORANBANTEN.COM – Brunei Darussalam secara resmi memberlakukan undang-undang baru untuk menghukum rajam pelaku seks bebas dan LGBT mulai Rabu (3/4/2019). Undang-undang baru juga menetapkan hukuman potong tangan bagi pencuri.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII), Aziz Fauzul Adzim mengungkapkan, bahwa kebijakan Pemerintahan Brunei ini menjadi contoh yang efektif dalam menetapkan undang undang untuk memberantas wabah LGBT.
Aziz menegaskan bahwa hukum dan ajaran Islam memang sejak dulu telah menawarkan solusi yang efektif untuk kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.
“Brunei Darusalam menjadi contoh yang efektif dalam menetapkan undang-undang terhadap wabah LGBT ini,” ujar Aziz dalam siaran persnya, Kamis (4/4/2019).
Aziz juga menilai, jika di Indonesia maupun negara muslim lainnya memberi kelonggaran terhadap pelaku LGBT, maka komunitas tersebut akan menjadi bencana bagi demografi masyarakat Islam.
“Kelonggaran yang diberikan oleh negara maupun pembuat Undang-undang terhadap perilaku LGBT akan menjadi bumerang bagi Bangsa Indonesia karena bisa menjadi bencana demografi karena dibanjiri generasi lemah dan berpenyakit,” jelasnya.
Menurut pemuda asal Pandeglang Banten ini, Kelompok Liberal sengaja merusak tatanan masyarakat di negara-negara berkembang khususnya negara muslim dengan menyebarluaskan wabah LGBT, dan juga selalu berusaha menuntut legalitas atas perilaku tidak terpuji tersebut.
“Sex bebas dan narkoba serta budaya pop jadi pintu masuk LGBT, dan kampanye ini selalu gencar dilakukan. Bahkan mereka kaum liberal mulai berani menuntut legalitas perkawinan sesama jenis, sekarang sudah banyak contoh berani tampil di publik pasangan haram itu,” ungkap Aziz.
“LGBT ini ancaman bagi generasi muda, dan ancaman bagi bangsa. Kondisinya sudah kronis, makanya perlu upaya serius dan penegakkan hukum yang memberikan solusi,” tandanya.
Diketahui, Brunei merupakan negara pertama yang memperkenalkan hukum Syariah, tepatnya pada tahun 2014, negara tersebut menerapkan sistem hukum ganda dengan Syariah dan Common Law. (*)