KORANBANTEN.COM – Polemik pupuk bersubsidi bukan hanya dirasakan oleh para petani yang belum mendapatkan kartu tani maupun terdaftar di e-RDKK, namun para petani yang sudah memiliki Kartu Tani pun turut merasakan langkanya pupuk bersubsidi ditengah musim tanam. Khususnya di wilayah Lebak Selatan, Banten.
Dikatakan Kemah (44th), petani asal Desa Parungsari Kecamatan Wanasalam, baginya Kartu Tani hanya sebuah kartu yang belum bisa dirasakan manfaatnya saat ini. Pasalnya, pupuk subsidi yang dinantikan tak kunjung didapat.
“Saya sudah memiliki kartu tani, luas lahan 10 kotak (sekitar 800 M2), saat ini musim tanam tapi belum mendapatkan pupuk subsidi. Sudah konsultasi ke kelompok tani, persyaratan juga udah di kirim ke kios, udah seminggu menanam padi,” ungkap Kemah.
Tekait keberadaan pupuk non subsidi, Kemah mengaku tidak mampu untuk membeli karena harga yang ia anggap mahal.
“Pupuk yang mahal itu (non subsidi) tiap warung juga banyak, tapi harganya melambung gak terjangkau kalau dipaksakan dibeli ya rugi. Harga padi sekintal hanya Rp. 450.000,- sedangkan urea non subsidi per kontak Rp. 700.000,-,” ungkap Kemah, ditemui di rumahnya, Jum’at (04/12/2020).
Ia pun pasrah dengan langkanya pupuk bersubsidi. Sebab, walaupun memaksakan untuk membeli pupuk non subsidi harga tidak terjangkau dan akan merugi tatkala panen.
“Yah, mau nyari aja pupuk bersubsidi,
Tetangga pun belum mendapatkan pupuk subsidi, sementara hanya pasrah,
Kalaupun tidak ada berarti tidak dipupuk, ada juga pupuk nonsubsidi gak terjangkau.
Kayak dulu mah pupuk subsidinya lancar, tahun ini doang nih yang gangguan, kartu tani udah punya selama 3 tahun, tapi tahun ini mah sulit,” imbuh Kemah.
Hal yang sama dirasakan, Jamri, warga Desa Parungpanjang Kecamatan Wanasalam, menuturkan, kalau Pemerintah siap menampung (membeli_red) dengan harga Rp. 1 juta per kintal, “Maka kami siap membeli pupuk non subsidi yang harganya mahal,” kata dia.
Tak hanya itu, Jamri pun mengungkapkan kekecewaannya dan berkeinginan untuk menyuarakan keinginannya melalui aksi, “Pengen demo cuma gak ada yang bisa masyarakat mah siap yang penting ada korlapnya, jadi hartina kulantaran teu ngarti hukum (jadi, karena gak mengerti hukum) buled pokokna mah hayang demo (bulat pokoknya mah ingin demo) Ngan teu ngarti (cuma gak ngerti),” pungkas dia.
(Usep).