KORANBANTEN.COM – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, menyarankan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengutamakan pemenuhan kebutuhan serta menekan harga jagung dalam negeri, ketimbang menggembar-gemborkan ekspor.
Saran ini disampaikan karena ragu pada data produksi jagung nasional. Kadin Indonesia membandingkannya dengan data Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA), yang menyebut produksi jagung Indonesia tahun 2017 hanya 10,5 juta ton. Angka ini di bawah data Kementan yang berjumlah 27 juta ton.
Di sisi lain Kadin menyebutkan pakan tanah air membutuhkan setidaknya 8,5 juta ton jagung per tahun. Kadin Indonesia memproyeksikan, kurang dari 10 tahun ke depan kebutuhan bisa mencapai 16 juta ton.
Menanggapi hal ini, Dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir. Rachmat Pambudy menyampaikan, bahwa upaya ekspor komoditas jagung yang tengah dilakukan Kementan, dan kebutuhan industri pakan ternak adalah dua hal yang berbeda, namun memiliki kepentingan yang sama. Eksor jagung penting untuk meningkatkan kesejahteraan petani, ketersediaan stok jagung nasional juga penting untuk pemenuhan kebutuhan pakan ternak dalam negeri.
“Dua-duanya harus didahulukan, karena punya kepentingan yang sama”, ujar Pambudy.
Ia menambahkan, Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas. Sehingga yang perlu diperhatikan pemerintah adalah melakukan pengaturan-pengaturan untuk memenuhi permintaan jagung nasional.
“Kalau surplus di wilayah Timur bisa di ekspor Filipina, misalnya. Sementara kebutuhan masyarakat wilayah timur lainnya bisa dikirim dari Kalimantan Selatan, NTB. Bagaimana dengan wilayah Barat? Penuhi permintaan dari Jawa Timur, dari Blitar, Lamongan, Kediri. Itu semua sentra jagung”, tambah Pambudy.
Mengenai perbedaan data produksi, Pambudy menilai memperoleh data ekspor lebih mudah dibanding data produksi. Sehingga sah-sah saja jika ada perbedaan data. “Ekspor datanya jelas, lebih mudah dilacak dan terlacak daripada data produksi”, jelasnya.
Peternak Dukung Ekspor dengan Memerhatikan Kebutuhan Pakan
Bagaimana pelaku industri peternakan ayam menagapi hal ini? Senada dengan Pambudy, Joko Susilo – peternak ayam yang juga Pengurus Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) menilai, Kementan mengeksporjagung dari wilayah Timur, karena mempertimbangkan biaya pengiriman.
“Kalau ditarik ke Jawa nggak mungkin, lebih baik kirim ke Malaysia atau Filipina. Apalagi sekarang dolar sedang bagus, nilai tambahnya jadi bagus”, terang Joko.
Namun begitu Joko mengingatkan, agar pemerintah juga memerhatikan kebutuhan peternak lokal.
“Jangan sampai mendorong upaya ekspor tetapi menyebabkan harga bahan pakan pabrikan naik”, harap Joko.
Kementan Dorong Ekspor Jagung Menyusul Pertumbuhan Produksi
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun ini belum akan merilis data produksi jagung nasional. Deputi Statistik Produksi BPS, Habibullah menyampaikan rencananya data itu baru akan dirilis tahun depan. Namun ia belum bisa memastikan bulan apa persisnya BPS akan merilis data yang akan dihitung menggunakan metode baru itu.
“Metodenya baru menggunakan Kerangka Sampel Area. Pelaksanannya masih menunggu ketersediaan anggaran”, jelas Habibullah.
Seperti diketahui, tahun ini Kementan memang tengah mendorong ekspor jagung. Sejak Maret tahun ini Indonesia mengekspor jagung asal Sulawesi Selatan ke negara Filipina sebanyak 60 ribu ton melalui pelabuhan Makassar. Total nilai ekspor mencapai Rp 210 miliar.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mendorong ekspor, mengingat sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan merupakan penghasil jagung. Di antaranya Maros, Sidrap, Bone, Wajo, Soppeng, Gowa, Takalar, Jeneont, Bantaeng, Bulukumba, dan Luwu Raya. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, total produksi jagung Sulawesi Selatan mencapai 2.341.337 ton. Meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2.065.125 ton. Dalam kurun waktu 2017-2018, pertumbuhan produksi jagung Sulawesi Selatan mencapai 8,69 persen. (rls)