Perampingan OPD di Banten Bermodal Pergub, Pengamat : Bisa Ganggu Tata Kelola Pemerintahan

KORANBANTEN.COM — Pengamat mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten, memanggil Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar untuk mempertanyakan atau meminta keterangan keputusannya yang melakukan rotasi dan pengangkatan sejumlah Kepala Dinas bermodal Peraturan Gubernur (Pergub) dikala Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Pemerintah Provinsi Banten, sedang dibahas di DPRD Provinsi Banten.

Gufroni, Pengamat Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), menilai, aksi rotasi dan pengangkatan sejumlah Kepala Dinas bermodal Pergub yang dilakukan oleh Pj Gubernur Banten pilihan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, berpotensi melanggar hierarki perundang-undangan. Pasalnya, Pergub yang dikeluarkan harus mengacu pada Perda yang telah disahkan.

Bacaan Lainnya

“Jika Perdanya masih dalam pembahasan di DPRD Provinsi Banten, maka apa landasan Pergub ini dikeluarkan. Tentu ini berpotensi untuk digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” cetusnya, Minggu, 5 Februari 2023.

Menurutnya, jika langkah Al Muktabar dimaklumi, hal ini dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan Provinsi Banten yang berimplikasi pada pelayanan publik. Terlebih, masa jabatan Al Muktabar sebagai Pj Gubernur dibatasi oleh waktu.

“Tugas Pj Gubernur itu kan sejatinya hanya untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang habis masa tugasnya. Tujuan pengangkatan Pj Gubernur itu, untuk memastikan berlangsungnya pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang serta memastikan tetap berjalannya roda pemerintahan dalam memberikan pelayanan publik, sebab itu kewenangan Pj Gubernur dibatasi,” jelasnya.

Gufroni menilai, jika Pj Gubernur melakukan sejumlah manuver yang berdampak pada tata kelola pemerintahan Provinsi Banten, maka perlu dipertanyakan. “DRPD Provinsi Banten memiliki kewenangan untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan, harusnya DPRD Provinsi Banten segera memanggil Pj Gubernur untuk mempertanggungjawabkan putusan kebijakan-kebijakannya yang berpotensi mengganggu pelayanan publik,” tegasnya.

Terlebih, lanjut Gufroni, dalam kegiatan pengangkatan pejabat di lingkungan Pemerintahan Provinsi Banten, terdapat satu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjabat sekaligus tiga jabatan penting, yakni Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten, lalu Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa atau DPMD Provinsi Banten, serta Komisaris Bank Banten dengan dalih telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri, Pj Gubernur Banten tetap menjalankan keputusannya.

“Ini jelas perlu dipertanyakan, apa iya tidak ada orang lain yang memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni, sehingga tiga jabatan diisi oleh satu orang? Tentu ini akan menganggu kinerja dia, karena begitu besar beban kerjanya,” ucapnya.

Sebab itu, dirinya mendesak agar DPRD Provinsi Banten, peka terhadap kondisi tata kelola pemerintahan Banten dengan memanggil Pj Gubernur untuk memberikan penjelasan. “Jangan sampai apa yang dilakukan oleh Pj Gubernur hanya untuk mengamini perintah atasannya, demi membangun posisi tawar politik untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam Rapat Paripurna DPRD Banten pada Rabu, 16 November 2022, Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengajukan Raperda tentang Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Pemerintah Provinsi Banten kepada DPRD Banten.

Penyederhaan SOTK tersebut menurutnya menyesuaikan regulasi yang ada menuju organisasi hemat struktur namun kaya fungsi.

“Sejak tahun 2010, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait reformasi birokrasi yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang sasarannya adalah mewujudkan pemerintahan yang berkelas dunia,” kata Al Muktabar saat Rapat Paripurna tersebut.

Namun, hingga saat ini, Raperda SOTK tersebut masih dalam pembahasan di DPRD Banten, Al Muktabar menerbitkan Pergub Banten Nomor 45, 46, 47 dan 48 Tahun 2022 sebagai payung hukum melakukan penyederhaan SOTK.

Langkah Pj Gubernur Banten tersebut kemudian menuai berbagai kritik dari publik, karena dinilai dapat menimbulkan kegaduhan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Banten. (*)

Pos terkait