In Memorian Ustaz Rohmat Hudaya, Lc. (03)
Di kamar 544, lantai 5, Rumah Sakit Angkatan Udara Mesir (Air Force Hospital), terjadi perdebatan sengit soal ikhtiar, sabar, doa, dan cobaan. Yuli bersikeras agar Ustaz Rohmat Hudaya, Lc. berobat di rumah sakit saja. Tetapi, senior Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) PERSIS Mesir ini bersikeras akan memilih berobat dengan herbal saja di Indo – sebutan pendek di Mesir untuk tanah air Indonesia. “Sudahlah! Saya memilih herbal saja!” kata Rohmat, setengah marah, dan berteriak, karena merasa terus dikhotbahi Yuli. “Allah menguji manusia sesuai dengan kemampuannya,” kata Rohmat pula, keras. Yuli akhirnya terdiam, menunduk, padahal sebelumnya setengah memaksa agar lulusan Univesitas Al-Azhar (Kairo) ini mau berobat di rumah sakit Mesir
Berdasarkan keterangan Tim Dokter, kanker stadium 4 yang diderita Rohmat bisa diatasi dengan tiga cara. Pertama, penyuntikan, sebanyak enam kali, tiga kali di antaranya untuk mengetahui hasilnya. Penyuntikan ini, kata Tim Dokter, seperti disampaikan kepada Yuli, bukan untuk penyembuhan, melainkan hanya untuk memperlambat penyebaran sel kanker ke seluruh tubuh. Berapa biaya sekali penyuntikan? Kalau dikonversi ke rupiah, Rp 170 juta sampai Rp200 juta. Jadi, untuk enam kali penyuntikan, bisa ditebak : maksimal Rp1,2 miliar. Mahal, memang, karena lelaki yang belum genap berusia 40 tahun ini bukan warga negara Mesir – jadi tanpa subsidi. Kedua, dengan cangkok hati (transplantasi). Tetapi, ini ternyata tak bisa dilakukan karena Rohmat masih terhitung muda dan organ hatinya sudah keras. Ketiga, mengonsumsi obat, sehari empat kali, untuk selama tiga bulan. Harga obat yang berupa tablet itu, kalau dikonversi ke rupiah, Rp250.000 perbutir. Jadi, sehari minum obat empat tablet, seharga Rp1 juta, lalu dikalikan untuk selama tiga bulan : Rp90 juta.
Bukan soal harga, apalagi kalau mau berobat dengan minum tablet seharga Rp1 juta sehari. “Teman-teman Indonesia khususnya membentuk tim penggalangan dana,” kata Yuli. “Buktinya, selama pengobatan di rumah sakit dan biaya-biaya lain, bisa diatasi oleh Tim. Ada juga transfer dari keluarga di tanah air,” kata Yuli. “Solidaritas dari teman-teman Indonesia sangat tinggi,” kata Yuli lagi.
Usia, Tinggal Menghitung Hari
Dalam penerbangan Mesir – Indonesia, untuk berobat dengan herbal itu, Yuli ikut mendampingi Rohmat dan istrinya (Eva Choiriyah), juga kelima anaknya. Beberapa mahasiswa Al-Azhar ikut serta. Yuli pun ditemani sang suami, Akang Fauzi Syam Latif, lulusan Al-Azhar yang kemudian jadi pebisnis bagasi pergi pulang Mesir – Indonesia. Akang pernah pula jadi pemandu wisata untuk wisatawan asal luar negeri Mesir, seperti dari Malaysia dan Brunei Darussalam.
Dalam penerbangan Mesir – Indonesia, Yuli sekaligus jadi perawat Rohmat dan Eva. Kedua-duanya, sebetulnya memang dalam status pasien. Eva belum lama di-operasi sesar yang keenam kalinya, saat melahirkan anak yang keenam, yang meninggal dunia empat hari kemudian.
Selama penerbangan Mesir – Indonesia, Yuli mengaku lebih banyak mengiris bawang bombay (maksudnya, menangis). Yuli terus berdoa agar Rohmat bisa sembuh. Pulang ke tanah air itu sebagai ikhtiar, perjuangan dan doa untuk sehat, dan kembali lagi ke Mesir. Oleh karena itu, tiket yang dipesan Rohmat pun untuk pergi pulang Mesir – Indonesia.
Dalam penerbangan Mesir – Indonesia itu pula, Yuli sebetulnya memendam rahasia. Haruskah disampaikan kepada Rohmat dan Eva, dalam penerbangan ini, atau biarkan saja rahasia itu tetap terpendam? Yuli menatap Eva yang sedang tidur nyenyak di kursi bernomor 45D. Rohmat pun sama, tampak sedang tidur nyenyak. Suami Yuli dan teman-teman Indonesia pun sama. “Andai Rohmat tahu usianya tinggal menghitung hari? Andai istrinya, Eva, tahu pula? Andai saya berita tahu mereka sekarang? “Ya, Allah, berat rasanya memendam rahasia ini. Lebih berat lagi rasanya kalau disampaikan sekarang…”. Sudahlah, lalu Yuli menunduk sedih. Mengusap air mata lagi. Senyap.
Pesawat Etihad Airways semakin jauh meninggalkan Mesir. Pesawat terus bergerak membelah gelap malam, dan Yuli merasa ingin membelah dada agar rahasianya tercurah. Yuli menangis sendiri. Mengiris lagi bawang bombay. Hanya Yuli yang tahu, dan ini yang amat sangat berat disampaikan : bahwa sebetulnya usia Rohmat diperkirakan tinggal menghitung hari, berdasarkan keterangan Tim Dokter di Mesir, juga keterangan dokter kenalan Yuli di Indonesia. Yuli tak tega menceritakannya, hanya diam dalam sunyi, sendiri dalam temaram perut pesawat kebanggaan Uni Emitar Arab ini. Rahasia itu terpendam sampai Etihad mendarat di Bandara Soekarno Hatta, siang hari tanggal 6 April 2021.
Berbalas Air Mata
Yuli dan Eva kemudian bertengkar, suatu hari, setelah Yuli buka suara soal rahasia itu, dan Rohmat sudah tiada. “Mengapa Teteh merahasiakannya?” teriak Eva, penuh amarah. “Kalau Eva tahu, pasti jauh lebih bekhidmat kepada suami pada hari-hari menjelang akhir hayatnya,” kata Eva lagi. “Mengapa Teteh tak memberi tahu saya? Mengapa, Teteh tega…” Eva terus mencecar Yuli, dengan derai air mata, seperti tumpah dari luka hati yang menganga.
Berbalas air mata. Tak ada kata-kata yang terbaik kecuali minta maaf. Yuli mengaku sebetulnya pernah menyampaikannya secara samar. Itu pun dengan was-was. Yuli mengaku pula tak tega menyampaikan “ramalan” Tim Dokter itu, kecuali lebih banyak berdoa, dan ikut memperjuangkan pemulihan kesehatannya. Yuli seperti kemudian menyesal, mengapa tak menyampaikannya tempo hari dalam penerbangan perjuangan dan doa dari Mesir ke Indonesia. Wajah Rohmat, wajah Eva, dan kelima anaknya terbayang lagi saat-saat mereka tidur nyenyak di kursi pesawat yang menerbangkan mereka ke Indonesia.
Yuli sendiri mengetahui Rohmat sudah tiada saat transit di Abu Dhaby, tengah malam (waktu setempat) setelah Eva mengirim kabar melalui pesan WA dari Cianjur. “Saya menangis. Di tangan saya ada suntikan dan obat-obatan yang akan dibawa ke Cianjur, tempat Rohmat berobat herbal,” kata Yuli yang sempat pula sebelumnya ikut mengantar ke Cianjur, sebelum kemudian pulang lagi ke Mesir. Yuli sendiri ke Indonesia lagi untuk mudik ke Pantai Selatan Garut, Jawa Barat, dan akan mampir ke tempat pengobatan Rohmat di Cibeber, Cianjur Resident.
Rendang Onta Cucu Hentiani
Hubungan keluarga Akang Fauzi Syam Latif – Cucu Hentiani di satu pihak, dan Rohmat Hudaya – Eva Choiriyah di pihak lain, adalah hubungan yang seperti melebihi sekadar saudara sedarah dan seketurunan. Mereka sangat dekat. Anak-anak Rohmat memanggil uu (uwak) untuk Akang dan Cucu. Mereka biasa saling berkunjung, dan ngaliwet (memasak nasi liwet khas Indonesia) pada waktu-waktu tertentu. Hubungan mereka boleh jadi diikat pula karena sesama asal Indonesia, sesama perantau.
Cucu mengawasi anak-anak Rohmat dan Eva saat-saat kedua-duanya dirawat di rumah sakit, juga sering menengok dan memperhatikan perkembangan kesehatan Rohmat. Dan, Cucu pula yang kali pertama tahu dari Tim Dokter, bahwa Rohmat menderita penyakit kanker hati stadium 4, sekaligus pula kemudian Cucu tahu : umur Rohmat diperkirakan tinggal menghitung hari. Nyatanya, memang, sekitar tiga pekan kemudian, Rohmat kembali kepada-Nya.
Ibu tiga anak trio-N ini (Nafisah, Najihah, Nada), hasil pernikahannya dengan si Akang itu, pernah bekerja di Saudi Arabia, sebelum kemudian ikut suami ke Mesir. Cucu membuka bisnis kuliner “Dapur Amboe”. Lalu beristirahat seiring dengan pandemi Covid – 19. Cucu penyuka masak, termasuk masakan Pantai Selatan Garut tempatnya dilahirkan dan dibesarkan. Beberapa menu masakan Mesir dikuasainya, salah satunya, Cucu pandai memasak rendang onta (boleh dicoba).
Monumen Persaudaraan
Kini, Cucu sedang bernostalgia di Pantai Selatan Garut, Jawa Barat, dan akan tinggal selama tiga bulan. Sang suami, si Akang, sudah kembali ke Mesir untuk menggeluti bisnisnya, bagasi Mesir – Indonesia dan sebaliknya. Cucu akan tetapi tinggal di Indonesia? Kembali menikmati indahnya Pantai Selatan Garut, yang perahu nelayannya terus menggergaji laut, yang ombaknya putih semurni kasih, dan tak pernah lelah berkejaran? Ternyata, Cucu malah berencana membuka rumah makan di Cibeber, Cianjur Recident, tempat tempo hari Rohmat berobat herbal. Mengapa di sini? “Tampaknya, cocok untuk bisnis kuliner,” kata Cucu, serius. “Juga, sebagai monumen kebersamaan dan persaudaraan dua keluarga,” kata Cucu lagi. Di sini, memang, Rohmat dipanggil pulang menghadap-Nya, Senin dini hari (26 April 2021).
Akhirnya, siapa Cucu,…Cucu Hentiani itu? Dialah Yuli,… Yuli pemegang dua rahasia Rohmat : kanker hati stadium 4 dan perkiraan umur yang tinggal menghitung hari. Yuli, yang nama di KTP-nya Cucu Hentiani ini, memang sempat “perang batin”, “bertempur” antara pikiran dan perasaan tentang kedua rahasia itu. Bagaimanapun, Rohmat dan Eva sudah dianggap seperti lebih dari sekadar saudara kandung.
Nama Yuli, atau teman-teman Indonesia di Mesir memanggilnya Teh Yuli, konon, diperoleh saat bekerja di tempat perawatan atau terapi air Day SPA (solus per aqua atau sante par aqua) khusus perempuan, di Kairo. Pemilik Day SPA sempat bertanya, “Whay Cucu?” (Mengapa namanya Cucu? Yuli saja). Sejak itu, nama Cucu tenggelam, ditelah popularitas nama panggung Yuli, Teh Yuli. Untung, nama panggungnya bukan Cleopatra. Bagi si Akang, baik Cucu maupun Yuli, akan tetap sama saja sebagai sang Rembulan Bercadar Awan dari Pantai Selatan Garut. (Dean Al-Gamereau).