KORANBANTEN.Com – PWI menyesalkan ketidakhadiran Ketua Dewan Pers Yoseph Adhi Prasetio (Stanly) atas undangannya untuk membahas usul perubahan hari HPN (Hari Pers Nasional) di Gedung Dewan Pers, Rabu (18/4/2018), pukul 16.00 WIB.
Sebelum rapat dibuka oleh Wakil Ketua DP Ahmad Djauhar, Uni Lubis bahkan sempat mengecam ketidakhadiran Stanly karena PWI menilai pentingnya menghadiri undangan dari Dewan Pers itu sendiri.
Akibat adanya wacana perubahan waktu Hari Pers, ebagian besar PWI daerah menyatakan sikap atas usul tersebut. Mereka menolak karena itu bagian dari sejarah dan dapat memecahbelah insan pers.
Menurut Ahmad Djauhar, Stanly tidak dapat hadir karena sedang berada di Manado. “Kok gak ada di acara penting menyangkut konstituen? Mestinya, dia memilih hadir di rapat ini,” ujar Uni Lubis.
Pada rapat tersebut, hampir semua konstituen Dewan Pers hadir pada rapat tersebut. Wakil P3I (Perusahaan Periklanan dan SGP (Grafika Pers) yang tampak tak hadir di rapat tersebut.
Rapat akhirnya tetap dilaksanakan dengan diskusi soal usulan AJI dan IJTI yang menginginkan perubahan hari HPN dari tanggal 9 Februari ke 23 September, hari ditandatanganinya UU Pers 40/1999.
Pengurus PWI Pusat yang diwakili Sekretaris Jendral Hendry CH Bangun, Ketua Bidang Pendidikan Marah Sakti Siregar, dan lainnya menolak usulan AJI dan IJTI. Alasannya antara lain, usulan tersebut tidak urgen.
Uni Lubis bahkan mengusulkan HPN sepenuhnya ditangani Dewan Pers.
“Saya dan Hendry CH Bangun menegaskan bagi PWI HPN 9 Februari merupakan tanggal bersejarah dan warisan pejuang pers Indonesia. Jadi harga mati bagi PWI,” ujar Marah Sakti Siregar.
Ditegaskannya lagi, PWI tidak ingin tanggal tersebut diubah atau diganti. “Kalau mau diubah, silakan saja. PWI tetap akan memperingati ulang tahunnya di seluruh Indonesia,” katanya. (Pakho)