DPR mengesahkan hak angket untuk KPK. Keputusan ini menguatkan penilaian bahwa DPR merupakan lembaga yang tak pro pemberantasan korupsi.
“Anggota DPR salah kaprah. Hak angket itu sebenarnya instrumen terhadap eksekutif, pengawasan terhadap kebijakan eksekutif yang penting, strategis, berdampak luas di masyarakat, diduga ada pelanggaran hukumnya. Harusnya hak angket itu untuk ke sana,” kata pakar tata negara Refly Harun, Jumat (28/4/2017).
Hak angket terhadap KPK, kata Refly, menunjukkan DPR tak pernah pro pemberantasan korupsi. DPR hanya mencoba melindungi diri sendiri dari ancaman kasus e-KTP yang diduga bakal menyeret banyak wakil rakyat.
“(Hak angket) bukan untuk melindungi diri mereka (DPR -red) sendiri, bukan untuk bumper calon-calon yang diduga terlibat e-KTP. Hak angket untuk KPK ini makin menunjukkan memang DPR tidak pernah pro pemberantasan korupsi,” ujar Refly.
“Upaya pemberantasan korupsi mengalami paradoks di mana lembaga yang melahirkan KPK melalui UU KPK itu justru lembaga inilah yang selalu menghalang-halangi pemberantasan KPK, hingga menghapuskan,” sambungnya.
Refly mengatakan selama ini KPK merupakan satu-satunya lembaga negara yang bisa menembus hegemoni kekuatan politik. Hanya KPK yang bisa menjerat pejabat-pejabat negara hingga level menteri dan anggota DPR. Selama ini, kata Refly, kinerja serupa KPK belum terlihat dari Kepolisian dan Kejaksaan.
“KPK yang bisa menerobos hegemoni politik baik di eksekutif maupun legislatif, yang tidak bisa dilakukan penegak hukum lainnya,” ujar mantan Ketua Tim Antimafia Mahkamah Konstitusi. @OPIK