Salat Sunah di Al-Noor Mosque, Jantung Kota Hanoi

Selepas saya salat sunah dua rakaat di Al-Noor Mosque (Masjid Al-Noor), satu-satunya masjid di jantung Kota Hanoi, Vietnam, suatu sore saya berkeliling kota, berjalan kaki, diantar Nguyen Ha, yang juga sebelumnya mengantar saya ke masjid.

Setelah pertemuan resmi dengan jajaran petinggi Voice of Vietnam (VoV), dan saya menerima berbagai hadiah plus cendera mata, memang, saya diantar ke Al-Noor Mosque. Inilah memang salah satu tujuan penting saya berkunjung ke Vietnam.

Bacaan Lainnya

Penyiar Radio Suara Vietnam Siaran Bahasa Indonesia itu sangat sabar menemani saya di tengah ramainya lalu lintas Kota Hanoi, seperti halnya Nguyen bersabar ketika menunggu saya selama di masjid.

Saya mau membeli kaos bermotif Vietnam, untuk sekadar oleh-oleh. Ada banyak kaos yang ber-motif lambang palu arit,  di tengah kaos-kaos ber-motif alam dan lingkungan Vietnam. Nguyen bercanda. “Kalau Anda memakai kaos itu di negeri Anda, pasti ditangkap,” kata Nguyen, bercanda, tertawa. Saya menganggukkan kepala,  tersenyum, ikut tertawa pula, dan  memang pasti begitu.

Di Al-Noor Mosque, saya melihat banyak buku, di samping Al-Qur’an. Imam  masjid, sedang ke Turki, menurut penjaga masjid. Tadinya, saya ingin bertemu dan bertanya  banyak  hal tentang muslim di jantung Kota Hanoi, juga tentang satu-satunya masjid di ibu kota Republik Sosialis Vietnam itu.

Saya hanya salat sunah tahiyyatu ‘l-masjid (menghormati masjid). Di dalam, ada wisatawan yang kemudian saya ketahui dari Malaysia. Juga, sedang salat sunah. Ternyata, sama dengan saya. Wisatawan dari negeri tetangga ini, datang ke Hanoi, merasa harus pula berkunjung ke Al-Noor Mosque. Saya  bercakap-cakap sebentar dengan encik Melayu ini.

Saya masih ingat ketika hari pertama menginjakkan kaki kali pertama di Hanoi ini. Le Trung Choang, juga penyiar Suara Radio Vietnam,  yang menjemput saya di Bandara Hanoi, mengajak saya makan malam, dan saya minta di trotoar saja. Le terkejut, karena sebelumnya mengajak makam malam di restoran.

Entahlah, terasa nikmat makan malam di pinggir jalan untuk kali pertama, sambil  menyaksikan suasana malam jantung Kota Hanoi dari dekat. Kebiasaan makan di pinggir alun-alun Kota Rangkasbitung yang ramai dan  jadi pasar kuliner,  dengan teman-teman sepekerjaan, ternyata melekat juga sampai ke jantung Kota  Hanoi.

Tahun-tahun berikutnya,.mudah-mudahan saya bisa sujud lagi di Al-Noor Mosque. Entah mengapa, sujud terasa lebih nikmat  di masjid raya dalam jantung kota negara sosialis ini. (Dean Al-Gamereau. Dari “Catatan Jakarta-Hanoi 121015”).

Pos terkait