Dua nelayan dan dua saksi ahli blak-blakan di sidang ke-9 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka bersaksi seputar momen pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang menuai kontroversi.
Ada 4 saksi dihadirkan dalam sidang Ahok yang digelar di Auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa 7 Februari 2017. Dua saksi fakta yang dihadirkan merupakan nelayan dari Kepulauan Seribu. Mereka adalah Jaenudin dan Sahbudin. Selain itu, dua saksi ahli yakni saksi ahli Prof Nuh dan saksi ahli dari MUI Hamdan Rasyid ikut dihadirkan dalam persidangan yang dipimpin hakim Dwiarso Budi Santiarto ini.
Saksi Jaenudin mengaku tidak memperhatikan detail pidato Ahok saat bertemu warga di Pulau Panggang pada 27 September 2016. Dia
baru tahu Ahok menjalani proses hukum karena penyebutan surat Al Maidah ayat 51 setelah menonton televisi. Jaenudin merespons wajar, namun tetap meminta Ahok meminta maaf.
Sedangkan saksi Sahbudin juga mengaku tidak memperhatikan isi pidato Ahok. Dia mengetahui penyebutan Al-Maidah saat menonton ceramah agama. Dahulu, kata Sahbudin, tidak ada reaksi warga saat Ahok berpidato. Namun belakangan, muncul pro-kontra karena diketahui Ahok menyebut Surat Al-Maidah. Dia juga biasa saja merespons pidato Ahok.
Selain saksi nelayan, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli. Ahli forensik AKBP M Nuh menerangkan hasil analisis terkait barang bukti rekaman video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dipastikan tidak ada proses penyuntingan (editing). Sementara itu, anggota Komisi Fatwa MUI Hamdan Rasyid menjelaskan mengenai makna kata awliya dalam Surat Al Maidah 51.
Berikut kesaksian lengkap nelayan dan ahli:
Jaenudin alias Panel mengaku tidak memperhatikan detail pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat bertemu warga di Pulau Panggang pada 27 September.
Suasana saat pertemuan Ahok dengan warga juga berlangsung hangat. “Ramai, tepuk tangan. Ada (yang) ketawa-ketawa,” ujar Jaenudin memastikan tidak ada yang memprotes setelah Ahok berpidato. “Nggak ada, Pak,” imbuhnya.
Momen kedatangan Ahok saat itu juga dimanfaatkan warga Kepulauan Seribu untuk berfoto bersama dan berswafoto. “(Ahok) disambut, salaman, banyak foto-foto,” tuturnya.
Dia menyebut pernah dimintai keterangan oleh polisi terkait laporan dugaan penodaan agama yang diduga dilakukan Ahok. Jaenudin diperiksa di Kepulauan Seribu. Jaenudin menonton video Ahok melalui handphone milik polisi.”Sudah lama, nggak tahu (persis tanggalnya, red). Sesudah kejadian,” kata Jaenudin di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2/2017).
Terkait kasus ini, Jaenudin baru tahu Ahok menjalani proses hukum karena penyebutan surat Al Maidah ayat 51. “Nonton di TV,” sebutnya.
Menurut dia, Ahok harus meminta maaf atas penyebutan Surat Al-Maidah.
Hakim sempat menanyakan pengetahuan Jaenudin soal Al-Maidah. “Tahu saksi kalau Al-Maidah itu surat di Alquran?” tanya hakim.
“Nggak tahu saya,” jawab Jaenudin.
Jaenudin juga tidak mengetahui isi Surat Al-Maidah ayat 51. “Nggak tahu,” kata dia.
Pertanyaan soal respons saksi Jaenudin saat menghadiri pertemuan Ahok dengan warga pada 27 September 2016 juga ditanya majelis hakim. “Apakah isi pidato Pak Gubernur membuat saksi tidak senang?” tanya hakim.
“Biasa saja,” jawab Jaenudin.
Sahbudin ikut hadir saat Ahok bertemu dengan warga Kepulauan Seribu, namun dia tidak begitu memperhatikan adanya penyebutan ayat pada Alquran.
“Yang dikatakan Al-Maidah-nya itu saya nggak tahu di mananya Pak, Ibu-ibu ramai,” ujar Sahbudin dalam sidang lanjutan Ahok di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2/2017).
Selain menonton televisi, Sahbudin mengaku melihat ulang pidato Ahok melalui video pada akun Facebook. Video itu disaksikan melalui telepon genggam (handphone) teman Sahbudin.
Hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto lantas mengkonfirmasi isi berita acara pemeriksaan (BAP) Sahbudin. Dalam BAP, Sahbudin mengaku mengetahui penyebutan Al-Maidah saat menonton ceramah agama.
“Ini Anda bilang di BAP sekarang ‘Saya mengetahui kalau Basuki Tjahaja Purnama dalam sambutannya di Pulau Pramuka mengucapkan tentang Surat Al-Maidah setelah menonton video dan ceramah AA Gym di TV. AA Gym bilang kalau Pak Ahok harus minta maaf’. Benar? tanya hakim.
Jawaban dalam BAP tersebut langsung dibenarkan Sahbudin. “Iya benar itu jawaban saya,” tegasnya.
Sahbudin menyebut tidak ada reaksi warga saat Ahok berpidato. Namun belakangan, muncul pro-kontra karena diketahui Ahok menyebut Surat Al-Maidah.”Sekarang ada yang pro-kontra, Pak. Waktu itu nggak ada apa-apa,” kata Sahbudin.
Pengacara Ahok, Tommy Sihotang, bertanya soal reaksi warga saat Ahok berbicara pada 27 September 2016. Ahok saat itu datang dalam rangka kunjungan kerja terkait dengan budidaya ikan kerapu.
“Waktu terdakwa di Pulau Pramuka, lihat situasi orang di sana?” tanya Tommy, yang diiyakan Sahbudin.
“Ada yang kecewa?” lanjut pengacara Ahok. “Nggak ada, Pak,” tegasnya.
Selain dipadati warga, suasana saat Ahok berpidato disebut Sahbudin berlangsung wajar. Banyak yang memanfaatkan momen kedatangan Ahok untuk berfoto bersama. “Banyak yang foto-foto sama Pak Ahok,” lanjutnya.
Ahli forensik AKBP M Nuh menerangkan hasil analisis terkait barang bukti rekaman video pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu. Dari empat barang bukti yang diperiksa, dipastikan tidak ada proses penyuntingan (editing).
“Secara umum, momen-momen di video bersesuaian dengan histogram. Video resmi Pemprov DKI itu kan durasinya panjang, ada tentang perjalanan Pulau Seribu, gubernur DKI. Beberapa momen kejadian berbeda dikompilasi. Kita tidak temukan penyisipan atau pembuangan frame. Momen benar apa adanya,” ujar AKBP Nuh menerangkan analisis video dalam sidang lanjutan Ahok di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (7/2/2017).
Kasubbid Komputer Forensik Puslabfor Mabes Polri ini menyebut barang bukti yang dianalisis berasal dari para pelapor seperti 1 unit flashdisk dari LP/1010/X/2016, 1 keping DVD-R merek Sony dari LP/1015/X/2016 serta 1 keping DVD-R merek GT-PRO dari LP/1017/X/2016.
“Evidence (alat bukti) dari Burhanuddin, Novel Chaidir, Bachtiar, Habib Muchsin,” sebut Nuh.
Video dari masing-masing barang bukti punya durasi yang berbeda. Rekaman video tersebut dibandingkan dengan rekaman dari sumber pertama yakni video milik Pemprov DKI.
Dalam persidangan, majelis hakim juga menanyakan ada tidaknya analisa atas suara dalam rekaman video. Hakim fokus pada suara terkait pernyataan yang menyebutkan surat Al Maidah ayat 51 pada menit ke-24 dari total durasi video Ahok 1 jam 48 menit 32 detik.
“Kasus ini kita tidak melakukan suara dari barang bukti. Kita diminta untuk transkrip dan itu juga didouble check untuk akurasi, menit berapa kita mulai dan menit berapa kita setop,” jelas Nuh.
Anggota Komisi Fatwa MUI Hamdan Rasyid dihadirkan sebagai saksi ahli dalam kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki T Purnama. Hamdan menjelaskan mengenai makna kata awliya dalam Surat Al Maidah 51.
Di awal pemberian keterangan, Hamdan ditanya majelis hakim mengenai identitasnya. Hamdan menjelaskan, dia merupakan anggota komisi fatwa MUI dan pengajar di Pasca Sarjana UIJ.
“Saya ahli dalam bidang tafsir dan fiqih,” kata Hamdan di ruang persidangan di kompleks Kementan, Ragunan, Jaksel, Selasa (7/1/2017).
Salah satu anggota majelis hakim lantas bertanya ke Hamdan mengenai arti kata awliya yang ada di surat Al Maidah 51. Hamdan lantas menjelaskan arti dan tafsir kata tersebut dari sudut pandang bahasa.
“Dari segi bahasa, awliya bentuk jamak dari waliyun. Waliyun ada beberapa makna. Dalam Al Baqarah ayat 257 awliya adalah pemimpin. Kemudian di Al Maidah 51 jelas awliya adalah pemimpin,” kata Hamdan.
Hamdan lantas menjelaskan konteks alasan tafsir awliya dimaknai sebagai pemimpin.
“Semua ucapan perbuatan nabi itu adalah sebagai hadis atau sunah yang jadi sumber kedua dalam tafsir. Jadi dalam masa pemerintahan nabi itu tidak pernah memilih kafir sebagai pemimpin,” kata Hamdan.
Hakim lain lantas bertanya mengenai tafsir Al Quran terbitan Departemen Agama. Di terjemahan tersebut pada bagian Al Maidah 51, disebutkan awliya berarti teman setia.
“Kalau terjemahan nggak masalah. Kalau dalam kajian fiqih mengenai awliya. Kalau teman setia saja tidak boleh apa lagi pemimpin,” kata Hamdan. @OPIK