Soal Laporan “Tindak Tegas Oknum Jaksa Nakal”, Ketum PPWI: Kajati Gagal Paham!

KORANBANTEN.COM – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten dinilai gagal paham dalam memahami tentang laporan pengaduan dari masyarakat, salah satunya laporan pengaduan dari Dewan Pengurus Nasional (DPN) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) perihal pengaduan masyarakat untuk menindak tegas “Jaksa Nakal”.

Ketua Umum (Ketum) PPWI, Wilson Lalengke mengatakan, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tidak paham tentang apa yang dilaporkan.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, Kajati Banten melihat persoalan ini hanya dalam teknis belaka.

“Pihak Kejati itu tidak paham tentang apa yang kita laporkan. Kenapa dikatakan begitu, karena Kajati Banten melihat persoalan ini hanya sebatas teknis belaka. Padahal sebenarnya apa yang terjadi, apa yang dilakukan oleh oknum Jaksa itu terkait dengan profesi dan keahlian dia sebagai Jaksa, serta kualitas sebagai seorang penegak hukum. Jadi ini bukan persoalan teknis. Itu terkait dengan kemampuan dia sebagai seorang Jaksa, dan moralitas dia sebagai seorang penegak hukum,” kata jalumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012 itu.

Wilson mengatakan, pihaknya keberatan dengan isi surat balasan dari Kejati Banten tersebut. Saat ini, pihaknya sedang mempertimbangkan, apakah akan membalas surat Kejati tersebut, atau membuat surat terbuka ke publik.

“Kita sangat keberatan dengan isi surat balasannya itu. Sekarang kita sedang pertimbangkan. Apakah kita akan membalas surat tersebut, atau membuat surat terbuka ke publik bahwa memang begitu kualitas Kejati Banten,” jelas lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Universitas Birmingham, Inggris itu.

“Kecuali kalau memang ada udang di balik batu. Itu saya tidak tau. Kalau memang seperti itu, berarti sudah bobrok sekali. Kalau memang hanya persoalan kemampuan Kepala Kejaksaan Tinggi yang memang rendah dan tidak memadai, ya kita harap maklum saja, dan kita akan mendorong kepada Jaksa Agung untuk membebas tugaskan Kajati Banten. Supaya masih bermanfaat, ya mungkin bisa disekolahkan lagi atau kasih training dia, atau mungkin bisa dikasih pelatihan kepemimpinan yang lebih baik, supaya kemampuan dia dalam menganalisa sebuah informasi atau pengaduan dari masyarakat bisa lebih tepat,” imbuh Wilson yang juga menyelesaikan program pasca sarjananya di bidang Applied Ethics di Utrecht University, Belanda, dan Linkoping University, Swedia itu.

Wilson juga mengatakan, pihaknya kecewa dengan balasan surat dari Kajati Banten. Menurutnya, Kajati Banten melihat persoalan yang dilaporkan sebagai hal biasa.

“Saya memang agak kecewa. Rupanya mereka melihat persoalan yang kita laporkan itu sebagai hal biasa. Itu sangat salah. Bagaimana mungkin, seorang Jaksa yang seharusnya paham peraturan perundang-undangan tapi tidak paham akan hukum acara, baik itu pidana atau perdata, dia melanggar aturan-aturan itu. Apakah karena memang dia punya kemampuan yang rendah, IQ-nya yang jongkok, atau memang dia sengaja,” pungkasnya.

“Nah dengan adanya penambahan Pasal yang tidak ada di BAP Kepolisian, itu kan sebenarnya menunjukkan bahwa kemampuan dia rendah, atau memang proses rekayasanya yang menonjol di sini. Ya dua-duanya kan salah itu. Kompetensi rendah dan moralitas yang buruk seperti itu. Ya dua-duanya tidak diperlukan di negeri ini,” tutup Wilson.

Seperti diketahui Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten melayangkan surat yang ditujukan kepada Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI) Perihal Pengaduan Masyarakat “Tindak Tegas Jaksa Nakal”.

Dalam isi surat balasan soal pengaduan Jaksa Nakal yang ditandatangani oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Banten, Ricardo Sitinjak tersebut menyampaikan, pengaduan tersebut masih dalam lingkup teknis, sehingga diserahkan ke Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Banten.

Untuk diketahui, dalam persidangan kasus kirsruh Direktur dan Komisaris PT. Kahayan Karyacon yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Atmoko menambahkan Pasal dakwaan yaitu Pasal 378 KUHP tentang penipuan kepada terdakwa Leo Handoko. Padahal Pasal tersebut tidak ada dalam pemeriksaan penyidikan (BAP-red) di Bareskrim Mabes Polri. Bahkan saat pelimpahan pekara (sudah P21-red) hanya ada Pasal 266 dan 263 KUHP.

PT. Kahayan Karyacon yang didirikan pada tahun 2012 merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi bata ringan (hebel).

Dalam perjalanannya, perusahaan yang berlokasi di Jawilan, Cikande, Kabupaten Serang, Banten, tersebut didera konflik internal.

Dalam kisruh yang terjadi, Komisaris Utama PT. Kahayan Karyacon, Mimihetty Layani melalui kuasa hukumnya yang bernama Niko melayangkan Laporan Polisi (LP) terhadap salah satu Direktur PT. Kahayan Karyacon ke Bareskrim Polri.

Leo Handoko, salah satu Direktur PT. Kahayan Karyacon dianggap melakukan pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu ke dalam bukti otentik (Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP) dalam akta No. 17 tanggal 24 Januari 2018, tentang pengangkatan kembali Organ Perseroan Terbatas (PT) yang dibuat oleh Leo Handoko.

Padahal, dalam pembuatan seluruh akta perusahaan, dari awal tidak pernah dihadiri oleh para Dewan Komisaris dan Direksi.

Selain itu, pembuatan akta di hadapan Notaris juga tidak pernah dihadiri oleh Komisaris dan disertai Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (*/red)

Pos terkait