KORANBANTEN.COM – Pemerintah melalui Menkopolhukam telah mendengarkan dan memperhatikan pendapat masyarakat termasuk yang berasal dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, pers, serta pihak yang melapor dan dilaporkan atas dasar UU ITE. Kami juga telah melakukan analisis berdasarkan praktik terbaik negara lain, serta benchmarking dengan negara lain terkait UU ITE.
Setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan dan melalui pertimbangan yang matang dan penuh kehati-hatian, Pemerintah memutuskan untuk tetap mempertahankan UU ITE.
Berangkat dari keputusan tersebut, Pemerintah membentuk Tim Kajian UU ITE yang terdiri dari dua sub-tim. Subtim I menyusun pedoman implementasi teknis terhadap pasal- pasal yang sering digunakan dan krusial bagi Aparat Penegak Hukum (APH), sedangkan Subtim II menyusun substansi revisi terbatas pada UU ITE.
Pembahasan revisi UU ITE akan melalui mekanisme penyusunan peraturan perundangan, melibatkan masyarakat, dan pemangku kepentingan terkait sesuai dengan amanat undang-undang, serta memasukkan rancangan revisi UU ITE ke dalam Prolegnas Perubahan 202
Sedangkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang hari ini ditandatangani oleh Menteri Kominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung, yang didampingi oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang Polhukam merupakan pedoman implementasi sebagai buku saku pegangan Aparat Penegak Hukum dari unsur Kementerian Kominfo, Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Kejaksaan Agung.
Penyusunan Pedoman Implementasi atas Pasal-Pasal Tertentu dalam UU ITE ini diharapkan dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana/lex specialis, yang mengedepankan penerapan restorative justice sehingga penyelesaian permasalahan UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan. Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi ketentuan peradilan pidana sebagai ultimum remidium, atau pilihan terakhir dalam menyelesaikan permasalahan hukum.
Pedoman Implementasi atas Pasal-Pasal Tertentu dalam UU ITE ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat dan keterkaitan dengan peraturan perundang-undangan lain terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat. Pedoman Implementasi ini juga merupakan lampiran dari SKB yang terdiri dari 8 substansi penting pada pasal-pasal sebagai berikut:
Pedoman Pasal 27 ayat (1) mengenai konten elektronik yang melanggar kesusilaan, menjelaskan bahwa:
Pasal ini fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kesusilaan secara aktif melalui kegiatan mengunggah atau mengirimkan konten kesusilaan, bukan pada tindakan asusilanya;
Definisi konteks kesusilaan dalam pasal ini harus sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 281 dan 282 KUHP.
Pedoman Pasal 27 ayat (2) mengenai konten perjudian menjelaskan bahwa:
Titik berat pasal ini terdapat pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten perjudian baik berupa aplikasi, akun, iklan, situs dan/atau sistem billing operator bandar berbentuk video, gambar, suara atau tulisan.
Pedoman Pasal 27 ayat (3) mengenai konten penghinaan dan pencemaran nama baik menjelaskan bahwa:
Pengertian muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merujuk dan tidak bisa dilepaskan pada ketentuan pasal 310 dan pasal 311 KUHP. Pasal 310 KUHP merupakan delik “menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum”. Sedangkan, Pasal 311 KUHP berkaitan dengan perbuatan menuduh seseorang yang tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku;
Pelapor harus orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan; dan
Fokus pasal ini adalah perbuatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten kepada publik yang dilakukan dengan sengaja (dolus) oleh pelaku, bukan perasaan korban.
Pedoman Pasal 27 ayat (4) mengenai konten pemerasan dan/atau pengancaman menjelaskan bahwa:
Pasal ini fokus pada kegiatan pendistribusian, penyebaran, dan pengiriman konten ancaman yang meliputi ancaman pembukaan rahasia, penyebaran data, foto, dan /atau video pribadi; dan
Pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam pasal ini adalah perbuatan pemaksaan yang bertujuan menguntungkan diri sendiri secara ekonomis, untuk memberikan suatu barang, membuat utang, menghapus piutang baik sebagian/keseluruhan kepunyaan orang yang diancam.
Pedoman Pasal 28 ayat (1) mengenai kabar bohong yang merugikan konsumen menjelaskan bahwa:
Pasal ini bukan merupakan pemidanaan kabar bohong (hoaks) secara umum, melainkan dalam konteks perdagangan daring.
Pelaksanaan pasal ini dilakukan sesuai UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Pedoman Pasal 28 ayat (2) mengenai konten yang menyebarkan kebencian berdasarkan Suku Agama Ras dan Antar-Golongan (SARA) menjelaskan bahwa:
Aparat penegak hukum harus dapat membuktikan bahwa pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari Suku Agama Ras dan Antar Golongan tertentu.
Secara khusus definisi antar golongan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU- XV/2017.
Pedoman Pasal 29 mengenai konten menakut-nakuti dengan kekerasan menjelaskan bahwa:
Pemidanaan dilakukan terhadap perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman yang berpotensi diwujudkan dan menunjukkan niat untuk mencelakai korban dengan melakukan kekerasan secara fisik atau psikis.
Pedoman pasal ini turut menjelaskan bahwa penanganan pasal harus didukung saksi yang menunjukan fakta bahwa korban mengalami ketakutan/tekanan psikis.
Pedoman Pasal 36 mengenai pemberatan sanksi akibat kerugian yang ditimbulkan karena tindak pidana UU ITE menjelaskan bahwa:
Kerugian yang diatur adalah kerugian materiil dengan nilai yang harus dihitung dan ditentukan pada saat pelaporan.
Nilai kerugian material merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.
Pedoman Implementasi atas Pasal-Pasal Tertentu dalam UU ITE merupakan lampiran pada SKB Menteri Kominfo, Kapolri, dan Jaksa Agung yang ditandatangani hari ini.(**)