Taipei Economic and Trade Office in Indonesia (TETO) mengadakan seminar khusus bagi alumni Taiwan untuk mengajak semua lapisan masyarakat Indonesia agar memperhatikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan

Wakil Duta Besar Chen Peng dari Kantor Ekonomi dan Perdagangan Taipei (TETO) di Indonesia (tengah, barisan depan), Rangga Aditya, Direktur Hubungan Internasional Universitas Binus (kedua dari kiri, barisan depan), Erry Kurniawan, Asisten Peneliti di BRIN, Profesor Teuku Rezasyah dari Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung, serta Effendi Andoko, Wakil Sekretaris Jenderal HKTI (paling kanan, barisan depan).

Taipei Economic and Trade Office in Indonesia (TETO) bekerja sama dengan Universitas Bina Nusantara (Binus University) menyelenggarakan seminar khusus dengan tema “Flashpoint Formosa: Menanggapi Meningkatnya Ketegangan Lintas Selat di Bidang Keamanan, Teknologi, dan Pertanian Asia Tenggara” di Kampus Kijang Universitas Binus pada tanggal 5 September 2024. Acara ini ditujukan bagi alumni lulusan Taiwan untuk meningkatkan perhatian seluruh lapisan masyarakat di Indonesia terhadap isu Selat Taiwan serta mempererat pertukaran dan koneksi antar alumni Taiwan. Keseluruhan acara disiarkan langsung secara online secara serentak, dengan jumlah peserta lebih dari 80 orang yang hadir secara fisik dan juga online.

Bacaan Lainnya

Deputy Representative TETO Mr. Steve Chen pada saat pidato pembukaan menyampaikan bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan terkait dengan keamanan dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik, serta pengoperasian normal rantai pasokan semikonduktor global dan ketahanan pangan regional. Ia meminta semua lapisan masyarakat di Indonesia dan komunitas internasional untuk menghadapi dan membantah kesalahan penafsiran Tiongkok terhadap Resolusi 2758 PBB yang secara tidak tepat dihubungkan dengan “prinsip satu Tiongkok” dan menghalangi partisipasi internasional Taiwan. Taiwan memainkan peran kunci dalam rantai pasokan semikonduktor global. Jika Tiongkok menginvasi Taiwan, diperkirakan akan menyebabkan kerugian ekonomi bagi dunia sebesar lebih dari 10 triliun dolar AS atau sekitar 10% PDB global. Hal ini merupakan ancaman serius bagi lebih dari 1 juta diaspora negara-negara Asia Tenggara di Taiwan (lebih dari 400.000 di antaranya adalah diaspora Indonesia), dan akan berdampak pada hubungan kerja sama jangka panjang di bidang pertanian antara Taiwan dan Indonesia, yang berpengaruh pada perkembangan modernisasi pertanian dan kemandirian pangan di Indonesia.

 

Seminar khusus dipandu oleh Profesor Rangga Aditya, Direktur Departemen Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara, dan mengundang Profesor Teuku Rezasyah, profesor hubungan internasional Universitas Padjadjaran Bandung, serta dua alumni Taiwan, Erry Kurniawan, peneliti asosiasi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Effendi Andoko, Wakil Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), menjadi pembicara dan membahas dampak dan strategi respons ketegangan di Selat Taiwan terhadap Indonesia dan ASEAN dari sudut pandang hubungan internasional, ekonomi, perdagangan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pertanian.

Pos terkait