Tangerang – Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan beragam suku dan budaya. Banyak sekali kesenian tradisional yang menjadi kearifan lokal dan menjadi ciri khas negeri ini.
Namun, antusiasme masyarakat terhadap pentas seni tradisional terus tergerus. Bahkan jauh ketinggalan dibandingkan dengan kesenian moderen, yang pada dasarnya berasal dari budaya luar. Melihat kondisi dan nasib kesenian tradisional di Indonesia, kita tahu bahwa harus ada perhatian lebih dari pemerintah dan kesadaran dari masyarakat untuk melestarikan budaya tersebut. Terlebih generasi millenial saat ini tidak begitu mengenal tentang budaya atau tradisi kuno di Indonesia.
Di Kabupaten Tangerang, terdapat satu jenis seni tradisional berupa seni tari, yaitu Tari Cukin. Tarian ini merupakan hasil kreasi masyarakat yang digubah dan dikembangkan dari Tari Selendang Betawi dengan memadukan unsur-unsur dari 4 etnis seni budaya tradisional Jawa, Sunda, Cina dan Betawi. Keempat unsur budaya ini sebagai wujud adanya 4 etnis di wilayah Kabupaten Tangerang.
Tari Cukin berawal dari keprihatinan sejumlah pihak di wilayah Kabupaten Tangerang yang merasa tidak memiliki identitas lokal. Permasalahan ini kemudian diangkat dalam kegiatan workshop pengembangan kreasi seni daerah Kabupaten Tangerang yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 2006. Sejumlah praktisi seni Kabupaten Tangerang kemudian menggagas penggalian identitas lokal di wilayah mereka dengan melibatkan seniman-seniman dari Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung. Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang kemudian memberikan tantangan kepada Nani Mulyani dan seniman-seniman lainnya untuk menciptakan tarian yang dapat merepresentasikan Kabupaten Tangerang yang multietnik. Dinas Kebudayaan Kabupaten Tangerang kemudian memfasilitasi seniman se-Kabupaten Tangerang yang dikomandoi Nani Mulyani.
Gerakan-gerakan tari dan iringan musiknya harus mampu merepresentasikan ke-empat etnis besar di Kabupaten Tangerang yang terdiri dari Jawa, Sunda, Tionghoa dan Betawi. Setelah melalui pergulatan pemikiran yang panjang akhirnya tidak lama kemudian lahir tari Cukin dan disahkan oleh Bupati Tangerang Ismet Iskandar pada tanggal 17 Agustus 2006. Perjalanan tari Cukin masih butuh waktu untuk bisa ditetapkan menjadi tarian tradisional karena syaratnya usia tarian harus ± 20 tahun, sementara ini tari Cukin baru menjadi tari khas Kabupaten Tangerang saja..
Melansir tangerangkab.go.id, istilah Cukin sendiri berasal dari bahasa asli masyarakat Tangerang, yaitu selendang yang biasa dipakai oleh para penari dan juga dipakai untuk menggendong anak. Singkatnya, Cukin adalah istilah dari bahasa Betawi Cina yang berarti selendang tari. Cukin juga digunakan oleh para penari wanita dalam tari-tari pergaulan, seperti Cokek, Joget, Ronggeng dan Tandak.
Tari Cukin merupakan drama tari bertema pergaulan. Tari ini mengisahkan lima orang “nong” (gadis) yang sedang bersenda gurau dan bergembira menikmati malam yang indah. Kegembiraan diluapkan dalam bentuk gerak tari yang sangat indah sehingga seorang laki-laki (kang) tergerak untuk ikut serta di dalamnya. Di akhir kisah, para nong meninggalkan kang yang sedang terhanyut dengan tarian dan alunan musik. Saat tersadar, penari laki-laki kemudian mengejar lalu menarik selendang salah satu nong hingga terjadi tarik-menarik yang mengakibatkan penari laki-laki terjatuh.
Tari dibuka dengan alunan musik khas Tionghoa yang dilanjut dengan gambang kromong untuk mengiringi lagu khas Betawi “hujan gerimis”. Ritme tarian menjadi sedikit lebih cepat ketika lagu khas Sunda “tokecang” berganti mengiringinya.
Adegan yang mengakhiri tarian tidak selalu sama, yaitu cara para nong meninggalkan kang dan penyebab jatuhnya kang. Pada awalnya tari Cukin ditarikan oleh lima penari perempuan dan satu lelaki, tetapi seiring perkembangan serta permintaan, tari Cukin bisa juga dilakukan tunggal atau bersama-sama hingga seratus penari.
Selain itu, Musik pengiring tari Cukin ini juga memadukan tetabuhan, gamelan dan musik gesek. Terdiri dari bonang, te khian, rebab, angklung gubrag, kendang, gong, kecrek, rebana marawis dan terompet.
Pada tahun 2008 yang lalu, dalam bentuk sosialisasi tarian ini diperkenalkan kepada 17 kecamatan di Kabupaten Tangerang. Tidak hanya di Kabupaten saja, tari cukin juga sudah sampai mancanegara. Seperti negara Malasyia, Thailand, Beijing dan Australia. Bahkan mahasiswi dari Australia pun juga mempelajari kebudayaan asal Kabupaten Tangerang ini.
Sampai saat ini, Pemerintah Kabupaten Tangerang menjadikan Tari Cukin sebagai tari penyambutan tamu, dan sering ditampilkan di acara-acara resmi pemerintahan maupun acara lainnya.
Ayo kita lestarikan budaya asli Indonesia khususnya Tari Cukin. Mengingat budaya adalah cerminan bangsa, mari kita pertahankan! (*/cr1)