HONG KONG – Sistem persenjataan yang dikembangkan Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara berfungsi sebagai instrumen penggertak untuk meredam dan menghentikan keinginan pihak lain menyerang negara itu.
Korea Utara hanya akan menggunakan sistem persenjataannya untuk membela diri dan membalas serangan pihak lain.
Dengan demikian, jalan keluar dari ketegangan di Semenanjung Korea dan kawasan Asia Pasifik relatif cukup sederhana, yakni jangan serang Kore Utara.
Begitu disampaikan Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara, Teguh Santosa, dalam keterangan yang dikirimkannya dari Hong Kong, Sabtu pagi (12/8).
Teguh sedang dalam perjalanan menuju Pyongyang untuk menghadiri sejumlah kegiatan, termasuk peringatan hari pembebasan Korea 15 Agustus.
“Korea Utara memiliki alasan kuat untuk mengembangkan sistem persenjataan karena faktanya mereka dikelilingi oleh negara-negara yang memiliki kemampuan persenjataan yang hebat-hebat. Mereka merasa terancam, dan itu memaksa mereka mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk,” ujar mahasiswa program doktoral hubungan luar negeri Universitas Padjadjaran itu.
Teguh mengatakan, perhimpunan persahabatan yang didirikan oleh tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri ikut memperjuangkan perdamaian dan mencegah situasi di Semenanjung Korea semakin memburuk.
Namun, sambungnya, ketegangan di kawasan itu bukan hanya tanggung jawab Korea Utara, melainkan juga tanggung jawab negara-negara besar yang memiliki kepentingan langsung terhadap Semenanjung Korea, terutama Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.
“Kami terus mengingatkan sahabat kami agar tidak terpancing dan melakukan tindakan yang membuat situasi semakin buruk. Tetapi pihak lain di seberang sana juga harus diingatkan untuk tidak terus memprovokasi atau bahkan melakukan invasi,” katanya lagi.
Teguh merujuk pada serangan puluhan rudal tomahawk Amerikan Serikat atas perintah Donald Trump ke Suriah beberapa waktu lalu yang dilakukan tanpa meminta persetujuan Kongres AS.
“Ini memperlihatkan bahwa Donald Trump memiliki kecenderungan untuk mengabaikan proses demokrasi terkait penentuan invasi ke negara lain. Wajar, kalau ada negara, apalagi yang selama ini selalu ditekan Amerika Serikat, meningkatkan kewaspadaan,” tambahnya Teguh.
Teguh juga mengatakan, publik Amerika Serikat perlu lebih aktif mengingatkan Donald Trump agar tidak memulai perang baru di muka bumi.(*)