Teras Ramadhan 1441 H, Empat Pertanyaan, Empat Jawaban

KORANBANTEN.COM – Rabi’ah Al-‘Adawiyah, seorang perempuan sufi ternama, ditinggal wafat suaminya. Banyak ulama yang menaksirnya, seperti Malik bin Dinar, Tsabit Al-Banany, dan Al-Hasan Al-Bashry.

Cerita dalam kitab Dzurratu ‘n-Naashihin, seperti dikutip www.nuonline.com, ketiga ulama itu bertamu ke rumah Rabi’ah, dengan maksud “bersaing” merebut hatinya, jadi suaminya. Rabi’ah memang cantik, tetapi yang menarik perhatian para tokoh itu adalah tentang kesalehannya yang luar biasa.

Bacaan Lainnya

Dari balik hijab, Rabi’ah bertanya, “Siapa yang paling alim, di antara kalian? Nanti aku bersedia jadi istrinya”. Jawab Malik bin Dinar, “Al-Hasan Al-Bashry, paling alim di antara kami”.

Rabi’ah pun menantangnya dengan empat pertanyaan untuk empat jawaban. Al-Hasan Al-Bashry , yang juga dikenal cerdas dan ganteng itu, siap menerima tantangannya.

Pertanyaan pertama Rabi’ah Al-‘Adawiyah, “Kalau saya meninggal dunia, apakah saya dalam keadaan beriman atau tidak?”.Jawab Al-Hasan Al-Bashry, “Itu perkara gaib. Tak ada yang tahu pasti kecuali Allah”.

Pertanyaan kedua, “Ketika saya ditanya oleh Malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, di dalam kubur nanti, apakah saya akan mampu menjawabnya?” Jawab Al-Hasan Al-Bashry, “Itu perkara gaib juga. Hanya Allah yang tahu”.

Pertanyaan ketiga, “Ketika pada hari Kiamat nanti, saat orang-orang dikumpulkan, apakah saya akan menerima catatan amal dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri?” Jawab Al-Hasan Al-Bashry, “Itu pun perkara gaib. Hanya Allah yang tahu”.

Pertanyaan keempat, “Menurut Anda, pada hari Kiamat nanti, apakah saya masuk sorga atau masuk neraka?”. Al-Hasan Al-Bashry tak menjawab kecuali dengan jawaban yang sama sebelumnya.

Lalu, Rabi’ah berkata, “Bagi orang yang sedang risau memikirkan empat pertanyaan tadi, bagaimana mungkin memikirkan pula berumah tangga?”. Tak ada jawaban lagi dari Al-Hasan Al-Bashry. Terdiam, dan terpesona dengan jawabannya.

Kabarnya, ketiga pelamar saleh itu, yang boleh jadi sebelumnya percaya diri, kemudian menitikkan air mata. Mereka menyesal. Cinta suciku ditolak. Tetapi, wajar bagi laki-laki saleh sekalipun. (Dean Al-Gamereau)

Pos terkait