KORANBANTEN.Com – Beberapa tokoh pers nasional dan konstituen Dewan Pers berpendapat usul perubahan hari HPN (Hari Pers Nasional) tidak urgen. Masih banyak masalah pers dan jurnalisme lain yang jauh lebih penting dan serius.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat di Gedung Dewan Pers, Rabu sore (18/4/2018). Dewan Pers mengundang konstituennya membahas hal itu atas usul AJI dan IJTI mengubah hari HPN 9 Februari jadi 23 September.
Konstituen Dewan Pers, seperti SPS, ATVSI, ATVLI, PRSSNI dan tokoh pers macam Pak Atma menganggap tidak ada urgensinya mengubah hari HPN, ujar Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat Marah Sakti Siregar.
Peserta rapat lainnya, kata pimpinan acara televisi “Cek and Ricek”, berpendapat senada, antara lain Bambang Harymukti dari Majalah Tempo, Lukas Luwarso, Tommy Suryopratomo, dan Retno Shanti dari ATVSI.
“Saya dan Hendry CH Bangun menegaskan 9 Februari tanggal bersejarah dan warisan pejuang pers Indonesia. Jadi harga mati bagi PWI,” kata Marah Sakti pada rapat tersebut.
Menurutnya, PWI selama ini toleran dan bersabar pada organisasi pers lain. Tapi, katanya, adanya usulan pergantian hari HPN, PWI merasa amat terganggu meski masih menghargai dengan datang untuk berdialog. (Pakho)