KORANBANTEN.COM – AD berganti menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Tim Observasi Penggunaan Anggaran Negara dan Aset Daerah (TOPAN-AD), yang saat sedang giat mencari nama melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) pelaksanaan pendidikan tingkat SMA/SMK di Kota Bekasi.
Laporan sudah mereka layangkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi, pada Rabu (16/6/2021) kemarin, terkait pungli di sejumlah SMA/SMK Negeri Kota Bekasi yang masih memungut iuran pendidikan.
Buat bahan koreksi Kemenkumham untuk lebih ekstra lagi mendata nama lembaga yang sudah tertuang dalam keputusan Perpres 63 pada tahun 2019 pasal 12 ayat 2. Apakah NGO TOPAN AD sudah layak atau tidak melaporkan perubahan.
Ketua TOPAN-AD Muara Sianturi mengatakan, pihaknya melakukan observasi nah disini sudah jelas. Namanya Observasi bukan sebagai Auditor ke sejumlah SMA/SMK Negeri di Kota Bekasi.
“Karena kami sudah observasi di Kota Bekasi banyak penyimpangan dari Dinas Pendidikan dan kepala sekolah tidak melakukan Pergub (peraturan gubernur) Jawa Barat,” katanya Muara.
Memang Pergub yang dimaksud berkaitan dengan program pembebasan iuran bulanan atau biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pada tahun ajaran 2020/2021.
“Seharusnya, SMA dan SMK harus gratis pendidikannya, tidak ada dana awal tahun, tidak ada lagi iuran pendidikan,” ucapnya.
Muara menjelaskan, observasi dilakukan di 10 sekolah tingkat SMA/SMK di Kota Bekasi, dari kesepuluh sekolah tersebut terdapat tujuh sekolah yang masih memungut biaya awal tahun (uang pangkal) dan iuran bulanan.
Padahal, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menganggarkan dana sebesar Rp817 miliar melalui APBD 2020 untuk program pembebasan iuran bulanan sekolah.
“Besaran (iuran) ke siswa antara Rp150.000 – Rp300.000 per bulan untuk iuran pendidikan atau SPP,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Wilayah III Asep Sudarsono mengatakan, praktik pembiayaan pendidikan di sejumlah sekolah memang tidak dilarang.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 48 dan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 75 tahun 2016 tentang standar pembiayaan.
“Di pasal 48 bahwa pembiayaan pendidikan itu berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan orang tua,” kata Asep saat dikonfirmasi.
Terkait dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat tentang program pembebasan iuran bulanan atau SPP SMA/SMK sederajat, hal itu tidak serta merta menggratiskan biaya pendidikan.
“Ada kebijakan dari Pemprov Jabar diberikan biaya pendidikan yaitu namanya BOPD (Biaya Operasional Pendidikan Daerah),” ucapnya.
Dalam kebijakan tersebut, setiap siswa diberikan pembiayaan sebesar Rp150.000 – Rp160.000 per bulan untuk meringankan biaya SPP.
“Jadi bukan meniadakan (biaya SPP), tapi nanti misalkan contoh begini, sekolah punya 10 program terus biaya yang masuk itu ada BOS, ada BOPD,” ucapnya.
“Apabila ada kekurang dari rencana biaya yang seharusnya 10 program hanya mampu membiayai enam program, maka empat program ini ditawarkan oleh orang tua untuk bekerja sama,” terangnya.
Asep menjelaskan, pihaknya akan terus mensosialisasikan program Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait BOPD.
Setiap sekolah dalam hal menentukan biaya pendidikan, harus melibatkan komite sekolah atau orangtua siswa agar tercipta kesepakatan untuk kerja sama program pendidikan.
“Kepala sekolah menyampaikan program kepada komite, komite berusaha memberikan sumbangan, bisa dari orang tua, bisa dari alumni, bisa dari CSR perusahaan, bisa bermacam-macam,” ucapnya.
“Jadi bukan berarti bebas, untuk yang tidak mampu memang ada bebas untuk KETM (Keluarga Ekonomi Tidak Mampu), itu bahkan dibiayai oleh Pemda oleh Pemprov Jawa Barat. misalkan yang tidak mampu, itu dibebaskan dari segala kewajiban,” tegasnya.
Pejuang keadilan dan ham Bayu Ramdhan yang tergabung dalam LAW FIRM DSW & PARTNERS
Segara laporkan apa bila ada oknum-oknum LSM yang melakukan pungutan liar demi cari ke untungan pribadi. Apabila terjadi suatu perbuatan yang melawan hukum segara laporkan ke pihak yang berwajib . ini negara hukum yang mana harus mentaati dan menghormati hukum yang berlaku di indonesia tidak boleh sewenang-wenang. Sudan jelas di atur dalam KUHP pasal Pasal 368 ayat (1)
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Jangan mentang-mentang LSM bisa seenak nya saja melakukan apa saja ini negara hukum tidak boleh sewenang-wenang
Dan menurut hemat saya agar tidak ada kejadian serupa seperti ini laporkan berapah pun itu jumlah uang yang di pinta nya.(**)