Wisata Sambil Belajar Budaya Jawa di Museum Ranggawarsita
Museum Ranggawarsita Semarang, Jawa Tengah mengadakan serangkaian kegiatan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya kalangan pelajar terkait batu akik yang tengah “booming”.
“Ada pameran, diskusi, talkshow dan sebagainya yang semuanya tentang batu. Kami gandeng Gemstone Semarang Community,” kata Kepala Museum Ranggawarsita Semarang Steven Timisela di Semarang, Selasa (19/5).
Menurut dia, Museum Ranggawarsita memang selalu mengadakan kegiatan rutin yang bersifat tematik, dan kali ini dipilih tema batu mulia nusantara karena sekarang masyarakat tengah menggandrungi batu mulia.
“Booming” batu mulia, kata dia, memang melahirkan industri ekonomi kreatif secara pesat dan, namun seiring dengan itu muncul persepsi yang keliru di masyarakat dalam memahami apa sebenarnya batu mulia.
“Kebetulan, kami memiliki berbagai koleksi batuan, mulai batu mulia sampai batu prasejarah. Makanya, kami padukan. Kami edukasi fungsi batu pada masa dulu seperti apa, sekarang fungsinya apa,” katanya.
Melalui diskusi dan “talkshow” dengan menghadirkan pakar batu dari komunitas dan pihak museum sebagai narasumber, lanjut dia, diharapkan bisa mengedukasi masyarakat tentang peran dan fungsi batu mulia.
“Ya, masyarakat umum, pelajar. Tugas museum kan mengedukasi masyarakat, jangan sampai salah mengartikan fungsi batu. Batu itu kan aksesoris. Arahnya kan ke fungsi batu dari nilai ekonomis,” kata Steven.
Sementara itu, Ketua Panitia “Pameran Tematik Batu Merentang Zaman” H.M. Suyatno mengungkapkan perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya anak-anak bahwa batu mulia berfungsi sebagai aksesoris.
“Jangan sampai kemudian mendewakan batu, dan sebagainya. Khususnya anak-anak, ya, perlu diberikan pemahaman seperti itu. Kalau untuk para pecinta batu mulia, mungkin edukasinya ke keaslian batu,” katanya.
Ia mengatakan sekarang ini banyak muncul batu-batu tiruan yang bentuknya menyerupai aslinya, seperti batu Bacan yang banyak dipalsu menggunakan bahan semacam semen yang diwarna serupa batu khas Maluku itu.
Makanya, kata pria yang akrab disapa Abah Yatno itu, masyarakat perlu diedukasi agar tidak tertipu dengan munculnya batu-batu tiruan di pasaran, serta untuk mengetes keaslian batu dianjurkan untuk mengetesnya di laboratoroum gemologi.
“Seperti bacan tiruan. Bentuk dan kekristalannya sama persis dengan asli. Makanya, saya anjurkan untuk dilabkan (diperiksakan di laboratorium, red.) agar lebih yakin dengan keasliannya,” pungkasnya.
Pada pameran tematik di Museum Ranggawarsita itu, setidaknya ada 32 stan dari Gemstone Semarang Community yang menampilkan koleksinya, seperti Pirus Pancawarna, Bacan, Klawing, dan Jalasutra.