KORANBANTEN.COM-Aptrindo Banten mendesak Kementrian Perhubungan untuk menunda kenaikan tarif penyeberangan di Pelabuhan Merak-Bakauheni hingga kondisi perekonomian stabil atau normal kembali.
Penyesuaian tarif baru yang mulai diberlakukan 1 Mei 2020 ini dirasakan sangat memberatkan pengusaha angkutan truk yang dalam beberapa bulan terakhir mengalami penurunan operasional muatan.
Kenaikan tarif penyebrangan tersebut keluar berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) No KM 92 Tahun 2020, tertanggal 22 April 2020, tentang Tarif Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antarprovinsi. Bahkan, PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Merak, sudah menyosialisasikan Tarif Tiket Terpadu Lintas Merak-Bakauheni Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) No KM 92 Tahun 2020, tertanggal 22 April 2020, dan Keputusan Direksi Nomor: KM 165/OP/404/ASDP-2020: Golongan IV Kendaraan Barang Rp 388.000,-, Golongan V Kendaraan Barang Rp 724.000,-; Golongan VI Kendaraan Barang Rp 1.113.000,- Golongan VII 1.615.000,- Golongan VIII Rp 2.161.000,- Golongan IX Rp 3.361.000-.
Ketua DPD Aptrindo Banten Syaiful Bahri, mengatakan, pihaknya mengalami penurunan muatan hingga 50 persen dalam beberapa bulan ini, itu dirasakan oleh 255 anggotanya terlebih dalam kondisi sekarang. yang juga berdampak pada tingginya beban biaya operasional lainnya.
Syaiful memperkirakan kenaikan tarif baru tersebut berkisar 11 hingga 20 persen.
“Anggota kami dalam beberapa bulan terakhir sudah mengeluh pendapatan turun, ditambah adanya rencana kenaikan tarif penyeberangan. Jelas, ini sangat memberatkan, keluhan juga datang dari teman-teman kami dari Jakarta dan Sumatera. Untuk itu Kami mendesak Kementrian Perhubungan untuk menunda atau membatalkan pemberlakukan tarif baru ini, tentunya lewat DPP Aptrindo di jakarta” tegas Syaiful di ruang kerjanya, Kamis (30/4/2020), didampingi Humas DPD Aptrindo Banten. TB.Rudy Adryansah.
“Jika ada kenaikan batas toleransinya maksimal 5 persen,” imbuh Syaiful seraya menduga kenaikan adalah dampak dari pelarangan penyeberangan penumpang pada mudik Lebaran tahun ini, yang pada akhirnya dibebankan kepada pengusaha angkutan.
Tetapi, lanjut Syaiful, apa pun alasannya, bagi pihaknya, kenaikan yang diberlakukan saat ini adalah kurang tepat.
“Kami juga secara langsung terkena dampak terutama dalam dua bulan terakhir dan memang tidak ada dasarnya menaikkan tarif, karena suluruh kapal ASDP menggunakan BBM Solar Subsidi karena mendapatkan alokasi PSO namanya,” terang pria yang akrab dipanggil Saba ini.
Bahkan tambahnya, jika keputusan tersebut tetap dipaksakan, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan melayangkan protes keras kepada Kementrian Perhubungan.
“Bisa saja kami akan menggelar aksi protes, demo atau unjuk rasa misalnya,” tutupnya.(red).