KORANBANTEN.COM. – Wartawan Senior Aat Surya Safaat menilai, “Baduy A Novel”, sebuah novel karya budayawan Uten Sutendy yang bercerita tentang perjuangan masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak Provinsi Banten dalam mempertahankan nilai-nilai luhur yang dianutnya layak diangkat ke layar lebar.
“Sebagai putera Banten, saya mengapresiasi dan mendukung rencana pembuatan film yang akan mengangkat kearifan lokal warga Baduy tersebut,” katanya pada bedah buku “Baduy A Novel” secara virtual, Sabtu malam (30/1/2021).
Bedah buku secara daring itu juga menampilkan penulis skenario yang juga produser Deddy Otara dan Pemred Penerbit Prabu 21 Rida Noor dengan moderator Marius Gumono, seorang dosen yang juga konsultan bisnis dan pemerhati budaya masyarakat adat.
Acara itu diikuti 33 peserta dari dalam dan luar negeri, antara lain dari Tangerang, Jakarta, Semarang, Malang, Batam, dan Frankfurt Jerman, dengan aneka profesi seperti budayawan, seniman, penulis, akademisi, dan pejabat pemerintah.
Aat lebih lanjut menyatakan optimistis film tentang kiprah masyarakat Baduy itu bukan hanya akan diminati warga Banten, tetapi juga akan laku secara nasional bahkan internasional, terutama karena adanya kearifan warga Baduy dalam menjaga lingkungan hidup dan kelestarian alam.
“Secara internasional ada tiga isu yang tak pernah basi, yaitu isu demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Nah, warga Baduy itu terkenal bijak dalam menjaga lingkungan hidupnya,” kata putera Banten yang pernah menjadi Kepala Biro Kantor Berita ANTARA di New York dan Pemimpin Redaksi Kantor Berita ANTARA itu.
Sementara itu menanggapi usulan pembuatan film tentang masyarakat Baduy, penulis “Baduy A Novel” Uten Sutendy menyatakan kesiapannya karena telah mendapatkan dukungan dari kalangan perfileman serta dari tokoh-tokoh masyarakat dan Pemerintah Provinsi Banten.
“Hanya saja rencana pembuatan film dimaksud tentunya belum bisa segera dilaksanakan karena masih adanya pandemi COVID-19,” kata budayawan yang juga dikenal sebagai penulis dan motivator itu.
Pada kesempatan yang sama, penulis skenario yang juga pendiri Galeri “Omah Otara” Deddy Otara menyatakan sependapat dengan Wartawan Senior Aat Surya Safaat bahwa novel tentang masyarakat Baduy karya Uten Sutendy layak untuk diangkat ke layar lebar.
“Saya kira novel karya Pak Uten ini tidak kalah menarik dibanding novel ‘Laskar Pelangi’ karya Andrea Hirata yang menjadi ‘best seller’ dan kemudian diangkat ke layar lebar, apalagi kedekatan Pak Uten dengan masyarakat Baduy sudah terjalin selama 17 tahun,” katanya.
“Baduy A Novel” itu sendiri bercerita tentang perjuangan warga Baduy yang mempertahankan tanah leluhur dan nilai-nilai luhur yang dianutnya dari berbagai gangguan pihak luar yang hendak mengeksploitasi sumber daya alam di dalamnya.
Kisah tersebut dikemas dalam sebuah cerita percintaan seorang pria anak pengusaha kaya dengan seorang gadis Baduy. Suten, pria yang menjadi tokoh utama dari novel itu berjuang dengan kekuatan cinta. Cinta kepada lingkungan dan masyarakat Baduy sebagai kekayaan nusantara serta cinta kepada gadis Baduy.
Ia harus mengalami konflik dengan para tokoh adat dan para pemuda Baduy yang melarangnya menjalin kedekatan dengan gadis Baduy. Selain ia harus berkonflik dengan orangtuanya sendiri yang ternyata berada dibalik pengrusakan hutan Baduy untuk proyek eksplorasi minyak Blok Rangkas.
Suten harus menerima kesedihan yang luar biasa ketika Mirsa, wanita Baduy yang dicintainya jatuh sakit karena kekecewaannya akibat cinta murninya kepada Suten terhalang oleh adat.
Di sisi lain Suten yang hendak menolong sang kekasih yang menderita sakit tidak bisa berbuat apa-apa karena para tokoh adat menentangnya saat ia ingin membawa Mirsa ke rumah sakit, karena berobat ke rumah sakit adalah hal yang dilarang oleh adat
Mirsa akhirnya meninggal dunia dalam pelukan Suten. Bersamaan dengan wafatnya Mirsa, gagal pula proyek eksploitasi minyak Blok Rangkas di wilayah Baduy yang diawali dengan jatuhnya pemerintahan dinasti di daerah tersebut.
(**)