Upaya Reorientasi Jamiyyah Persatuan Islam

Oleh: Al faqir Ihsan Setiadi Latief, Anggota Persis

Saat itu Khalifah Dinasti Umayyah Haitsam Masyfek Al-Sundusi mengirimkan ribuan pasukan dari Mesir menuju Spanyol di Eropa. Mereka dipimpin Toriq bin Ziyad, seorang pria berusia 40 tahun yang lahir di Yaman. Sesampai di Maroko mereka membuat kapal perang guna menyeberangi selat, yang kemudian namanya diabadikan hingga kini. Begitu mendarat Toriq berpidato “amamuna ada, wa waro ana bahrun, wa ainal mafar? (depan kita menghadang musuh yang siap menghunjam kita, belakang kita terbentang laut sangat luas, lantas kemanakah kita bersembunyi?). Pidato inilah yang membangkitkan semangat tentara saat menduduki Cordova. Mereka, membangun tonggak sejarah terbaru di daratan Eropa bernama Al-hamra sebagai pusat kebudayaan Islam, deretan tempat ibadah beserta perpustakaan.
Sepulang dari Spanyol, bukan dianugerahi Penghargaan sebagai tokoh pahlawan, tetapi ia diborgol dan dikerangkeng masuk penjara dengan isu politik membakar kapal-kapal perang milik pasukan Umayyah saat merebut Cordova. Inti persoalan bukan itu, namun ada persaingan soal siapakah khalifah yang menggantikan Haitsam yang sakit-sakitan saat itu. Pesaing utama adalah komandan hulubalang kerajaan bernama Hasyim bin Talal. Jadi ia otaknya, padahal pria ini tidak pernah bertempur di medan laga. Ia lihai dalam mengotak atik porto folio Umayyah dan memindahkan orang dan memecat pejabat negara dengan bisikannya yang dahsyat kepada khalifah di lingkungan istana.
Dalam sebuah hadits yang shahîh dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allâh akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun”
HR. Abu Dawud (no. 4291), al-Hakim (no. 8592), dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul ausath (no. 6527), Dinyatakan shahih oleh Imam al-Hakim, al-Iraqi, Ibnu Hajar (dinukil dalam kitab Aunul Mabuud 11/267) dan syaikh al-Albani dalam Silsilatul ahaaditsish shahihah (no. 599)
Ketika Persis berdiri tahun l923, seluruh dunia Muslim masih berada di bawah penjajahan. Belum banyak yang merdeka secara politis dari cengkeraman imperalisme dan kolonialisme Barat. Di tengah-tengah kesulitan seperti itu Persis berdiri dengan membawa optimisme baru. Kata-kata atau slogan Kembali kepada Al Quran dan As Sunnah amat didengung-dengungkan saat itu. Mungkin belum disebut Islam modern atau reformis seperti yang dinisbahkan dan disematkan orang dan para pengamat pada paruh kedua abad ke-20. Namun dalam perjalanan waktu selanjutnya, identitas gerakan Persis tidak dapat dilepaskan dari arti penting dari Dakwah dan Tajdid.
Prestasi yang diukir selama satu abad (l923-2020) cukup mewarnai derap langkah sejarah umat Islam di Indonesia. Berbagai tantangan dan dinamika perjoangan telah dilalui dengan selamat baik pada era kolonialisme, era awal kemerdekaan, era orde lama, orde baru dan era reformasi. Semuanya menoreh sejarah dan pengalamannya masing masing yang amat berharga untuk kematangan sepak terjang organisasi.
Bagaimana menatap 100 tahun ke depan? Apakah Persis akan mengulang sejarah kesuksesan 100 tahun silam? Jangan-jangan hadis Nabi yang sudah menjadi adagium dan sering disebut dan dikutip oleh para tokoh dan dai-daiyah Persis bahwa
عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا (Setiap melintasi seratus tahun usia jaman, akan datang seorang pembaharu) akan juga harus berlaku bagi Persis? Atau tidak berlaku? Jika diandaikan berlaku dalam Persis lalu seperti apa coraknya? Bagaimana mengantisipasinya? Apa implikasinya dalam konteks dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan sebagai core Persis. Catatan sederhana bukan mau berandai-andaiperubahan adalah keniscayaanlalu bagaimana Strategi Dakwah dan Tajdid Persis menghadapinya dalam menapaki usianya yang seratus tahun kedua? Apakah lebih maju, sama saja atau jauh lebih mundur? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Agenda Muktamar XVI Persis 19-22 Sya’ban 1422H/02-05 April 2021, Muktamar XIII Persistri, Muktamar XIII Pemuda Persis 9-11 April 2021 di Bandung tampaknya berlanjut setelah diundur yang seharusnya tahun lalu. Berbagai persiapan tengah digarap oleh Panitia, meskipun diakui gaungnya kurang greget terdengar” ditambah persoalan pandemi Covid 19 yang belum melandai dari bulan Maret 2020 sampai Januari 2021, sudah 1 juta orang lebih terkena wabah ini.
Tasykil, ustadz ustadzah, tokoh dan anggota juga simpatisan Persis juga sudah banyak yang terkena baik yang sudah sembuh atau maupun yang wafat,kita doakan yang terpapar wabah agar kembali sehat dan yang wafat menjadi syahid. Wabah ini nyata didepan kita bukan churofat atau konspirasi.
Panitia sudah menetapkan melanjutkan Muktamar dengan versi adaptasi kebiasaan baru, tentunya sangat berbeda dengan Muktamar zaman normal, selain menerapkan protokol kesehatan yang ketat (misalnya;semua peserta harus lolos rapid test yang disediakan panitia, memakai masker, menjaga jarak, jumlah peserta dibatasi 30 persen dari kapasitas gedung, tidak bermusofahah apalagi cipika cipiki), yang offline dibatasi sisanya online,juga penggembira, bazar yang mungkin ditiadakan.
Kebiasaan Muktamar abnormal semacam ini tidaklah mudah, pasti banyak kendala di lapangan (kendala sinyal, habit, gagap teknologi dll), meskipun kita dipaksa sudah hampir setahun dalam suasana pandemi, tapi suasana Muktamar akan lain dari yang biasanya, ini yang harus disadari jika mau tetap keukeuh melaksanakan Muktamar di bulan April ini.
Ditambah agenda krusial jamiyah harus dibicarakan dan disosialisasikan sejak awal apa saja supaya menjadi perhatian utusan Muktamar, bukan hanya fokus pada pergantian Ketum saja
Terlalu mahal jika perhelatan besar ini hanya sekedar rutinitas lima tahunan saja, Muktamar XVI Persis, Muktamar XIII Persistri, Muktamar XIII Pemuda Persis merupakan momentum yang tepat untuk kita semua Jamaah Persis dan Bagian Otonom untuk melakukan muhasabah dan melakukan otokritik terhadap perjalanan Jamiyyah Persis selama ini. Usia 100 tahun bukanlah usia muda, sudah kenyang dengan berbagai macam pengalaman. Jamiyyah Persis terbukti dan teruji tetap eksis dengan segala kelebihan dan kelemahannya. Mari kita evaluasi secara jujur sejauhmana Jamiyyah Persis telah berbuat untuk umat.
Ada beberapa catatan tentang perjalanan Jamiyyah Persis dan perlu kiranya menjadi perhatian terutama- bagi pucuk pimpinan yang akan datang dan umumnya penggiat Persis.
Pertama, Reorientasi Wawasan Pergerakan. Jamiyyah Persis mengklaim diri sebagai jamiyyah (organisasi) yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan lainnya menurut tuntunan al-Quran dan as-Sunnah (Qanun Asasi Bab I Pasal 4 ayat 3).
Bidang Pendidikan, (nanti dibahas khusus dipoint reorientasi wawasan pendidikan). Bidang Dakwah, di lingkungan Persis bidang ini populer, hanya sayang pengertian dakwah disini dalam realitasnya lebih kepada pengertian yang sempit yaitu tabligh dakwah bil-lisan dari pengajian satu ke pengajian lainnya itu pun masih manual belum memaksimalkan dunia digital. Per tanggal 28 Jan 2021 media official Persis; follower fanpage Facebook Persatuan Islam 69.204 ,Istagram @info_persis 39.2 ribu, Twitter Persatuan Islam 1.125, Youtube: Persis TV 17.500 subsriber, yang unofficialnya jutru lebih banyak liker, follower dan subscribernya, mis: Youtube Ar Risalah TV 12.100 subscriber, Youtube Sigabah TV 6.95 ribu apalagi kalua dibandungkan dengan ormas Muhammadiyah, NU, Salafi, kita tertinggal jauh.
Tidak banyak yang bisa menyampaikan dakwah secara tertulis (bil kitabah) apalagi dakwah dengan perbuatan (bil-hal) sebagai rule model yang bisa menjadi teladan umat, lebih jauh lagi seharusnya Jamiyyah Persis memaknai dakwah sebagai rekonstruksi sosial (social recontruction) yang bersifat multidemensional.
Bidang Sosial Kemasyarakatan lainnya, Bidang ini yang belum digarap secara serius oleh Jamiyyah, bahwa proses purifikasi (pemurnian) keagamaan oleh Persis sudah final dan terus menerus didakwahkan sampai saat sekarang (terbukti tema tema ustadz kita muter di seputar ibadah mahdhoh), tapi proses dinamisasi Jamiyyah belum terlihat secara jelas. Kalau di Muhammadiyyah ada pelayanan sosial berupa rumah sakit, panti asuhan dan lain-lain. Jamiyyah Persis meskipun sudah ada varian dari gerakan purifikasi yang dilakukan tapi belum dioptimalkan. Bukan hanya pelayanan sosial saja tapi juga aspek-aspek lainnya (isu lingkungan hidup, HAM dll) perlu kiranya dipertimbangkan oleh Persis sebagai bagian dari gerakan Persis sehingga tuduhan bahwa Persis itu fiqh ubudiyah oriented terbantahkan.
Tidak kalah pentingnya dalam wawasan pergerakan ini adalah Jamiyyah Persis perlu membuat cetak biru (blue print) Persis dan Bagian Otonomnya agar tercipta pola pengkaderan yang terintegrasi, sistematis, berjenjang dan kontinyu serta sinergis sehingga kualifikasi, kapasitas dan militansi kader Persis dan Bagian Otonom bisa dipertanggungjawabkan bukan hanya sekedar kader emosional kultural tapi tercipta kader-kader rasional. Persoalan sumber daya insani adalah persoalan serius yang harus digarap oleh jamiyah Persatuan Islam, kalua meurut data BPS bulan September 2020, posisi Persis ada dimana?dimana kader tersebar?

Bacaan Lainnya

Kedua, Reorientasi Wawasan Pendidikan, sudah banyak yang telah dilakukan dan tengah diupayakan oleh Jamiyyah Persis namun belumlah memadai. Dalam sistem pendidikan Persis tidak perlu sentralisasi sistem pendidikan di Persis disamping tidak efektif juga kekhasan masing-masing Pesantren khususnya tidak terlihat. Perlu difikirkan juga pengembangan model-model pendidikan alternatif lainnya sebagai upaya pengembangan jamiyyah. Masalah pendidikan merupakan masalah yang dinamik, dan merupakan isu yang selalu muncul (recurrent issues).
Tak kalah pentingnya adalah mensinergiskan perguruan tinggi Persis (STAPI Persis Bandung, STAPI Persis Garut, Universitas Persatuan Islam, STIT Al Hidayah Tasikmalaya dan STAIPI Jakarta) dengan di mergerkan beberapa perguruan tinggi Persis, manajemen satu atap akan lebih memudahkan pengelolaan perguruan tinggi Persis dan akan lebih fokus (sejak awal sudah diusulkan, tinggal lebih didorong lagi di Muktamar).
Di samping itu lebih ideal lagi untuk mencerdaskan umat dalam rangka mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai manusia, yang dalam bahasa al-Quran disebut sebagai khaira ummah. Untuk itu pendidikan harus dapat memberikan nilai tambah dalam rangka mencapai kesejahteraan lahir-batin mereka. Di samping dituntut mampu mengembangkan perilaku membangun, yakni perilaku kreatif, produktif, efektif, efesien dan dinamis, serta mengembangkan sikap kearifan, yakni sikap yang mampu memahami makna kehidupan dan menyadari peranan dirinya di tengah-tengah kehidupan bersama untuk membangun masyarakatnya.
Ketiga, Reoriontasi Wawasan Sosial Politik. Melepaskan diri dari romantisme sejarah, pada tingkat tertentu harus dilakukan jamiyyah Persis karena gerakan Persis sejatinya adalah bersifat dinamis artinya mengikuti perkembangan yang ada tanpa mengabaikan prinsip-prinsip yang dipegang. Romantisme sejarah akan melahirkan justifikasi ideologis tanpa menawarkan pikiran-pikiran alternatif. Politik adalah ilmu seni memungkinkan itu pandangan sebagian perspektif dalam melihat dunia politik, dunia politik adalah grey area atau dunia abu-abu, tidak hitam tidak juga putih penuh dengan intrik, lobby, penetrasi, negosiasi, kompromi dan lain-lain. Menang dalam pengertian politik bukanlah ditentukan hanya dengan suara saja, bisa saja orang itu kalah dalam voting tapi menang , menguasai dan merebut dalam hal lain.
Persis sebagai organisasi sosial keagamaan dalam pendidikan dan dakwah bisa memainkan peran yang jauh lebih besar daripada fungsi parpol, Persis bisa melakukan enlightment politics (pencerahan politik). Persis bisa menjadi inspitrator dalam perjuangan politik Islam. Persis bisa menentukan arah dan kecenderungan pilihan politik ummat Islam, atau Persis bisa mengeluarkan produk-produk politik yang akan menjadi instrumen perjuangan bagi mereka yang aktif di dunia politik praktis. Persis juga bisa menjadi penentu kebijakan politik yang akan diambil. Bahkan Persis bisa menjadi alat penyeimbang dalam gerakan-gerakan politik praktis sekaligus sebagai pengontrol. Peran mana yang mau diambil ? Semuanya terpulang kepada terutama pimpinan Jamiyyah.
Keempat, Reorientasi Wawasan Ekonomi. Memperhatikan keadaan ekonomi umat Islam tidak ubahnya seperti melihat sebuah lautan. Posisi ekonomi umat Islam dalam peta besar perekonomian ibarat riak-riak kecil di tepi pantai menghadapi gelombang besar di tengah samudera. Riak-riak kecil itu tetap ada namun senantiasa di pinggiran (peripheral), tidak pernah mampu ke tengah, karena setiap kali dihempas kembali ke tepian oleh gelombang besar yang datang dari tengah samudera (Dumairy, 1993:125).
Tantangan jamiyyah Persis dalam meningkatkan Ekonomi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya; (1) meningkatkan pemahaman bahwa persoalan ekonomi adalah juga persoalan umat, (2) tranformasi ekonomi melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan, (3) Penataan kembali lembaga-lembaga ekonomi milik Persis sehingga bisa profesional, tranparan dan akuntable,
Kelima, Reorientasi Wawasan Pemikiran Keislaman. Persis dalam catatan sejarah memiliki senjata andalan yaitu dengan mengimbangi arus pemikiran keislaman kala itu dengan debat-debat secara terbuka sebagaimana yang dilakukan A.Hassan, dari mulai persoalan fiqh sampai persoalan negara. Kini, mengingat tantangan kehidupan industri modern yang kompleks dan arus globalisasi ilmu budaya yang tak terelakan, perlu kiranya studi agama yang bersifat kritis historis yang mengkaji epistimologi pemikiran keagamaan secara empiris maupun filosofis belum digarap oleh Persis, dan belum berani mengawinkan dengan diskursus ilmu-ilmu sosial dan falsafah kontemporer. Sudah saatnya Jamiyyah Persis mengembangkan dua pendekatan, yaitu pendekatan yang bersifat imani (believer) dan pendekatan ilmu (scientific).
Ala kulli hal, selamat bermuktamar XVI Persis, Muktamar Persistri XIII, Muktamar Pemuda XIII semoga lancar dan sukses serta menghasilkan putusan yang brilian bagi umat dan bangsa

Pos terkait