Menyambut Hari Pers Nasional Tahun 2024 Dramaturgi dan Dramatisasi dalam Ilmu Komunikasi

Dramaturgi Erving Goffman
Penyair Taufik Ismail menulis lirik lagu “Dunia Panggung Sandiwara” untuk God Bless. Ahmad Albar, vokalis band aliran rock itu menyanyikannya dengan irama sweet rock. Lagu ini, meski sudah melewati rentang masa sekian panjangnya, tetap populer, dan masih terdengar dalam banyak acara atau pertunjukkan.

“Dunia Panggung Sandiwara”, bukan saja kuat dalam musik atau irama, tetapi juga lirik. Baris demi baris kalimat itu adalah cermin kehidupan kita juga, yang sering bermain sandiwara, yang sering berperan ganda : lain di bibir, lain di hati, lain di depan, lain di belakang. Sebuah pertanyaan dalam lirik lagu itu, “Mengapa kita bersandiwara?”

Bacaan Lainnya

Penyair Taufik Ismail meyakinkan kita tentang adanya dua kehidupan, dua dunia, yang diperankan oleh “satu tubuh” kita, dan ttu adalah “me” (bukan lagi “I”) dalam pandangan George Herbert Med.

Pemeran di dua dunia itu berlaku untuk setiap orang, tidak memandang jenis kelamin, agama, golongan, atau status sosial apa pun. Siapa pun bisa bermain sandiwara dalam kehidupan ini : tampil memukau di depan panggung, sambil menyembunyikan rapat-rapat yang ada di belakang panggung.

Pada tahun-tahun politik sekarang ini, saat-saat pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD yang di-satu paket-kan dengan pemilu presiden dan wakil presiden, akan semakin banyak panggung : baik panggung dalam arti yang sesungguhnya (untuk kampanye rapat umum terbuka) maupun panggung abstrak-simbolik untuk sebuah penampilan politik, dengan maksud politik, dan dengan tujuan politik, sekaligus kelak penghasilan dan “kenikmatan” politik.

Seorang sosiolog, Erving Goffman, menemukan teori Dramaturgi dalam kehidupan sosial. Dramaturgi ada sebelum Goffman, dan kemudian tetap ada setelah Goffman tidak ada. Goffman sendiri mengakui bahwa Dramaturgi ini pengembangan dari interksionalisme simbolik. Goffman tidak berdiri sendiri. Teorinya dibangun dan dipengaruhi oleh, misalnya, konsep diri George Herbert Med.

Goffman berdebat tentang ketegangan “I” dan “Me” yang dibatasi oleh ruang kehidupan sosial. Goffman menyebut hal ini dengan ketidaksesuaian diri manusia kita dengan diri manusia sebagai hasil proses sosialisasi. Dengan kata lain, Goffman mengakui pula kebenaran tesis “I” dan “Me” Med.

Ini diakibatkan karena perbedaan apa yang ingin kita lakukan secara spontan dengan apa yang diharapkan oleh orang lain atas apa yang kita lakukan itu. (http://www.academia.edu). Buku karya terbaik Goffman adalah Presentation of Self in Every Life (1959). Goffman tertarik dengan apa yang dilakukan aktor saat tatap muka (co-presence) dengan khalayak.

Goffman membagi setiap pertunjukkan pada saat berinteraksi pada dua bagian, yakni front stage (panggung depan) dan backstage (panggung belakang). Panggung depan adalah ruang yang digunakan aktor untuk menampilkan akting terbaiknya.

Di wilayah front stage ini, Goffman membagi setting (pemandangan fisik) dan front personal. (dukungan penampilan). Front personal ini dibagi lagi pada penampilan (atribut) dan gaya (ekspresi).

Panggung belakang adalah situasi sang aktor sedang apa adanya, tidak sedang memainkan apa pun. Di panggung belakang, ada hal-hal yang tidak ditampilkan (atau malah sengaja dirahasiakan) saat tampil di panggung depan.

Teori dramaturgi Erving Goffman ini sebetulnya pula pengembangan dari teori dramatisme Kenneth Duva Burke (189 – 1993), seorang filosofis dan teoritis literatur Ameriksa Serikat.

Tujuan dramatisme untuk memberikan penjelasan logis, memahami motif tindakan manusia. Dramatisme ingin menjawab pertanyaan mengapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan (Fox. 2002).

Goffman kemudian menyempurkan dramatisme itu jadi Dramaturgi, seperti tertuang dalam bukunya yang terkenal itu (The Presentation of Self in Everydat Life). Dramaturgi lahir dari buku ini.

Teori Dramaturgi ini berhubungan dengan teori Looking Glass Self-nya Charles Cooly. Ada tiga komponen dalam teori ini, dan ini kemudian mewarnai teori Dramaturgi : seseorang tampil sebagai orang lain, seseorang membayangkan penilaian orang lain terhadap dirinya, dan seseorang mengembangkan perasaan diri sebagai akibat penilaian orang lain tersebut (http://wwww.kompas.com. Unduh, Ahad 22/02/2024. Pukul 10.09 WIB).
Manusia selalu ingin menunjukkan eksistensinya, baik secara langsung maupun secara tidak langung, baik secara terbuka maupun secara tidak terbuka. Untuk merealisasikan keinginannya itu, salah cara yang ditempuh adalah bermain peran di “panggung kehidupan”, dengan harapan ada umpan balik positif, seperti yang diharapkan.

Dari perspektif ilmu komunikasi, Dramaturgi bisa dikategorikan studi tentang komunikator, tentang pembentukan citra oleh komunikator yang bersangkutan. Dalam kampanye pemilihan umum, komunikatornya, misalnya, calon presiden yang sedang berpidato atau berkampanye di panggung terbuka.

Goffman lahir di Meanville, Algerta, Kanada, pada tanggal 11 Juni 1922. Goffman oleh para pengikutnya sering disebut-sebut sebagai ilmuwan sosial yang berpengaruh pada abad 21 ini. Ayahnya, Max Goffman, dan ibunya Anne Averbach, Yahudi Ukraina yang pindah ke Kanada, pada awal abad 19.
Saudara kandung Goffman, Fances Bay, jadi aktris. Sangat mungkin, profesi saudara kandungnya itu ikut mematangkan teori dramaturgi. Kalau saudara kandungnya benar-benar tampil di panggung sebenarnya, maka teori yang ditemukan Erving Goffman adalaha panggung dalam arti simbolik. Goffman meninggal dunia pada tahun 1981 di Philadelphia (Amerika Serikat) pada usia 60 tahun setelah mengidap penyakit kanker.

Dramatisasi Kenneth Duva Burke
Bahasa menduduki posisi penting dalam usaha manusia mencapai hasrat atau keinginannya, termasuk keinginan jadi penguasa. Dalam hal ini, retorika berkaitan dengan politik, alat untuk mencapai dan menggapai kekuasaan itu. Retorika sendiri temasuk salah satu dari tujuh tradisi kajian komunikasi (Miller, 2002 : 13, Griffin, 2000 : 38).

Harold D. Laswell menyebut arti penting simbol dalam kaitanya dengan kekuasaan. Ada dua hal penting dalam hal ini. Pertama, kata-kata atau simbol terlibat dalam kekuasaan karena indeks-indeks kekuasaan dapat merupakan aspek verbal yang sangat luas seperti perintah-ketaatan, usulan-pengesahan, debat, argumen, negosiasi, persuasi, dan seterusnya. Kedua, simbol-simbol atau kata-kata yang terlibat, dipakai dalam pengaturan kembali terhadap kekuasaan, terhadap perubahan, agitasi, revolusi, provokasi, dan amendemen konstitusi ( Agus, 2010 : 20).

` Burke menyebutkan bahwa semua bentuk-bentuk retorika memberi perhatian pada lingkungan ekstraverbal sebagai context of situation terhadap sebuah tindakan verbal, diperlakukan sebagai sebuah aspek dari makna itu sendiri yang berkaitan dengan relasi-relasi dan situas-situasi (Agus, 2010 : 21).
Burke menyusun teori dramatisme dengan pentas analysis-nya, meliputi scene (latar belakang/setting secara umum), agent (penampil tindakan) act (motivasi tindakan), dan agency ( tujuan tindakan). Kehidupan manusia, seperti dalam sebuah drama, bertindak dan berujar (berkomunikasi) akan meliputi seperti yang Burke rumuskan : scene, agent, act, dan agency.

Meski begitu, teori dramatisasi menjelaskan bahwa kehidupan bukan seperti drama, melainkan menyamakan kehidupan sebagai drama. Teori ini merupakan kajian tentang tindakan, khususnya tindakan simbolik yang merupakan mode-mode pemikiran dan karakter yang mencerminkan manusia dalam mendayagunakan simbol (the symbol using animal), (Klumpp, 1993) (Agus, 2010 : 16).
Burke sendiri sejatinya seorang kritikus sastra. Lahir di Pittsburgh, Amerika Serikat pada tanggal 15 Mei 1897, meninggal pada 19 November 1993 di Androver, New Jersey, Amerika Sertikat. Burke tidak seperti umumnya ilmuwan yang berpendidikan tinggi. Burke hanya kuliah sebentar saja (1916 – 1917) di Ohio University dan di Columbia University. Burke seorang otodidak yang sukses, lalu dikenal pula sebagai Bapak teori Dramatisme. Teori ini termasuk salah satu teori komunikasi dalam tradisi retorika (Dean Al-Gamereau, Sekretaris Dewan Penasihat PWI Provinsi Banten masa jabatan 2019 – 2024).

Pos terkait