Datangi Polres Cianjur, PERWAST Kawal Kasus Dugaan Penculikan Anak

Caption Foto : Tim PERWAST dan PPWI usai bertemu dengan Kanit PPA Sat Reskrim Polres Cianjur, Iptu Asep, Jumat, 05 Februari 2021.

KORANBANTEN.COM
– Sejumlah awak media yang tergabung dalam Perkumpulan Wartawan Serang Timur (PERWAST) mendatangi kantor Kepolisian Resort (Polres) Cianjur di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh, Nagrak, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar), Jumat, 05 Februari 2021.

Kedatangan mereka ke Polres Cianjur yang dipimpin langsung oleh Ketua Perwast, Angga Apria Siswanto tersebut untuk mengawal dan melakukan konfirmasi terkait kasus dugaan penculikan anak.

Bacaan Lainnya

Turut hadir dalam kesempatan tersebut Tim Inti PERWAST diantaranya, Mansar (Wakil Ketua), Mujeni (Bendahara), Rudini (Anggota).

Mereka berangkat dari Sekretariat PERWAST pada Kamis malam, 04 Februari 2021, sekitar pukul 19.00 Wib, dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil) yang jaraknya kurang lebih 172 Km dengan waktu tempuh kurang lebih 3 jam 6 menit menuju Polres Cianjur.

Tim PERWAST pun tiba di Polres Cianjur pada Jumat dini hari, 05 Februari 2021, sekitar pukul 01.00 Wib, dan mencari tempat penginapan yang terdekat untuk melepas lelah dan persiapan bertemu dengan Kanit PPA Sat Reskrim Polres Cianjur, Iptu Asep di pagi harinya.

Sekitar pukul 09.30 Wib (Jumat, 05 Februari 2021), Tim PERWAST menemui Kanit PPA Sat Reskrim Polres Cianjur, Iptu Asep di ruang kerjanya, dan kebetulan di ruangan tersebut sudah ada Tim dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang pimpin langsung oleh Ketua Umum (Ketum) PPWI, Wilson Lalengke yang juga hendak melakukan konfirmasi terkait kasus dugaan penculikan anak.

Ketua PERWAST, Angga Apria Siswanto mengatakan, kedatangan jajaran pengurus dan anggota PERWAST ke Polres Cianjur untuk mengawal dan melakukan konfirmasi terkait kasus penculikan anak berinisial DRL (6), yang diduga dilakukan oleh seorang lelaki paruh baya berinisial SJ, yang tinggal di sebuah apartemen di Cakung, Jakarta Utara.

“Kedatangan kami ke Polres Cianjur untuk melakukan konfirmasi terkait kasus dugaan penculikan anak berinisial DRL. Kami ingin menanyakan, sudah sejauh mana perkembangan kasus tersebut, dan dimana keberadaan DRL. Karena hingga kini sang ayah (Danny Eka Prasetio-red) belum bisa bertemu dengan anaknya (DRL). Ada apa ini, kok orang tuanya tidak diperbolehkan bertemu dengan anaknya,” pungkasnya.

Kanit PPA Sat Reskrim Polres Cianjur, Iptu Asep di hadapan Tim PERWAST dan PPWI menyampaikan kronologis awal kasus dugaan penculikan anak tersebut.

Menurutnya, kasus tersebut berawal dari kedatangan Sofjan Jendi ke Polsek Pacet mebawa korban, pada tanggal 21 Desember 2020.

“Ia mau melaporkan kekerasan terhadap anak. Ternyata malah dibuatkan pengaduan oleh pihak Polsek. Setelah dibaca, pak Sofjan kaget, loh ko malah seperti ini. Akhirnya pak Sofjan membawa si DRL dengan alasan mau makan, namun tidak balik kembali. Karena tidak terima, dan anak tersebut dibawa oleh Pak Sofjan, pihak orang tua korban melaporkan Sofyan atas dugaan penculikan,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut sempat terjadi perdebatan antara Ketum PPWI, Wilson Lalengke dan Kanit PPA Sat Reskrim Polres Cianjur, Iptu Asep.

Wilson mempertanyakan kronologis yang dipapar kan oleh Iptu Asep yang menyebut bahwa pihak keluarga melaporkan atas dugaan penculiakan yang dilakukan oleh Sofjan Jendi.

“Ini kan aneh, sedangkan anak itu sudah ada ditangan Sofjan tanggal 15 Desember 2021,” kata Wilson.

Namun Iptu Asep tidak bisa menjawab. Asep mempersilahkan mengkritisi bila proses penangan tersebut tidak sesuai prosedur.

“Gini aja pak. Kalau memang terjadi indikasi penyalahgunaan wewenang atau ‘unprosedural’, silahkan bapak mengkritisi. Saya tidak ada masalah,” pungkasnya.

Usai dari Polres Cianjur, Tim PERWAST dan PPWI pun menuju Sekretariat P2TP2A Kabupaten Cianjur di Jl. KH. Saleh No.18, Pabuaran, Kelurahan Sayang, Kabupaten Cianjur, Jabar, guna mencari informasi terkait keberadaan si anak DRL.

Seperti diketahui, Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar membenarkan bahwa DRL berada di Shelter P2TP2A.

“Benar pak, pihak orang tua tidak diperkenankan untuk bertemu. Karena pemeriksaan konseling dari psikolog kami, bahwa DRL belum diperbolehkan bertemu dengan siapapun. Jadi secara psikologi memang belum diperbolehkan. Kita melihat dari perkembangan psikologi. Pihak Polres titip ke kita, itu juga untuk mengetahui bagaimana perkembangan psikologi anak agar nanti setelah di BAP dia juga dapat menjawab dengan baik dan benar. Jadi memang perkembangan psikologinya belum siap untuk bertemu dengan siapa pun, walau pun itu orang tua kandungnya. Itu dari hasil pemeriksaan psikolog,” tuturnya kepada awak media melalui sambungan telpon, Senin, 01 Februari 2021.

Namun, ketika Tim PERWAST dan PPWI tiba di Sekretariat P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya sedang tidak berada di tempat. Ia mengaku sedang berada di Bandung.

“Hari ini saya tidak bisa Pak, karena saya sedang berada di Bandung, dan saya tidak mau diwawancarai melalui telpon,” ujarnya melalui aplikasi pesan WhatsApp.

Tim PERWAST dan PPWI pun berupaya untuk menemui siapa saja yang ada di Sekretariat P2TP2A Kabupaten Cianjur. Ternyata Sekretariat tersebut tertutup rapat dengan pagar teralis yang digembok. Tampak hanya ada seorang penjaga kantor. Namun sang penjaga kantor mengaku tidak bisa membuka pagar tersebut dengan alasan kuncinya tidak tau dimana.

Tim PERWAST dan PPWI pun mendatangi Ketua RT setempat untuk mencari informasi terkait keberadaan si anak DRL di P2TP2A Kabupaten Cianjur, dan mencoba meminta bantuan Ketua RT untuk bisa menemui sang penghuni Sekretariat P2TP2A tersebut. Namun, setelah beberapa jam kemudian, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Ketum PPWI, Wilson Lalengke mengatakan, Selter P2TP2A pantut diduga sebagai camp bagi anak-anak korban penculikan.

“Kami sudah berupaya mencari informasi, namun sepertinya kita dihalang-halangi. Kita serahkan saja kepada Ketua RT setempat dan Bhabinkamtibmas setempat. Mudah-mudahan mereka bisa mencari informasi dan memberitahukan kepada kami,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Harian P2TP2A Kabupaten Cianjur, Lidya Indayani Umar melalui aplikasi pesan WhatsApp mengaku tidak terima dengan kedatangan Tim PERWAST dan PPWI.

“Sy dr dl bekerjasama dgn rekan” wartawan hampir disetiap propinsi/kab/kota dlm penanganan korban kekerasan terhadap perempuan&anak tdk pernah ada yg dtg seperti td yg bpk lakukan di ktr kt hanya utk kepentingan pemberitaan maaf kami sangat terganggu pak,” ujarnya.

“Agar diketahui yg namanya shalter itu rmh aman jd tdk blh ada yg menggangu siapapun yg berada di rmh aman apalagi td tindakan bpk sbg wartawan yg maaf sy smp skq blm melihat kartu anggotanya dtg ke kntr kt seprti tadi membuat petugas ktr smp ketakutan ini perbuatan yg tdk menyenangkan pak,” kata Lidya.

Kronologis Dugaan Penculikan

Sebagaimana dibeberkan Kakek dari si anak yang mengalami penculikan, Bustomi, bahwa ayah kandung sang anak, Danny Eka Prasetio (29) membuat laporan kehilangan anak lelakinya berinisial DRL berusia enam tahun ke Polsek Pacet pada tanggal 15 Januari 2021.

Namun, lima hari kemudian, tepatnya pada tanggal 20 Januari 2021, terduga penculik anak itu datang membuat Laporan Polisi ke Polsek yang sama, dengan tuduhan penganiayaan anak oleh nenek sang anak berinisial DRL yang diculiknya tersebut.

Padahal, Danny Eka Prasetio telah kehilangan anaknya, dan berada di bawah kekuasaan Sofjan Jendi sejak 15 Desember 2020 alias selama 36 hari.

Dalam laporan Polisi yang dibuat oleh Danny Eka Prasetio dengan Nomor: LP/011/B/I/2021/JABAR/RES CJR/SEK PACET, tertanggal 15 Januari 2021, Danny menjelaskan kronologi kejadian terkait dugaan peristiwa tindak pidana “Membawa anak di bawah umur dari penguasaan yang berhak” yang dilakukan oleh Sofjan Jendi terhadap anak kandungnya.

Peristiwa itu terjadi pada Selasa, 15 Desember 2020, sekira pukul 12.00 Wib, di Villa Rahayu, Kp. Pasir Kampung, RT 004, RW 016, Desa Cipanas, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar).

Pada surat bukti lapor yang ditandatangani oleh SPKT I, Aipda E. Koswara, NRP: 80070603, yang diberikan kepada pelapor Danny Eka Prastio, Polisi menetapkan sangkaan tindak pidana yang dilaporkan adalah pelanggaran Pasal 331 KUHPidana oleh Sofjan Jendi.

Secara lengkap, Pasal 331 ini berbunyi: Barang siapa dengan sengaja menyemhunyikan orang yang belum dewasa yang ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan yang menurut Undang-Undang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan pejabat Kehakiman atau Kepolisian diancam dengan penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu berumur di bawah dua belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Menurut Danny Eka Prasetio, kejadian berawal dari datangnya Sofjan Jendi ke rumah nenek korban (Ibundanya Danny Eko Prasetio) yang saat itu tinggal bersama cucunya (DRL-red).

Sofjan Jendi meminta izin untuk membawa DRL yang katanya akan diajak makan siang bersama dua orang anak lainnya. Sang nenek mengizinkan dengan pertimbangan bahwa dia mengenal Sofjan Jendi dan ada dua anak lainnya yang ikut serta.

Kemudian, pada sore harinya, dua anak lainnya sudah dikembalikan ke rumah mereka masing-masing yang satu kawasan dengan tempat tinggal neneknya DRL, walaupun kedua anak itu diturunkan di luar pagar kawasan tempat mereka tinggal.

Namun DRL tidak dikembalikan seperti anak lainnya, tapi dibawa serta oleh Sofjan Jendi, dan tetap ditahannya sampai dengan dibuatnya laporan Polisi oleh ayah kandung DRL, Danny Eko Prasetio ke Polsek Pacet pada tanggal 15 Januari 2021.

Banyak Kejanggalan

Ketum PPWI, Wilson Lalengke mengatakan, beberapa kejanggalan dengan mudah terlihat dari soal waktu kejadian, yakni rentang waktu 36 hari saat sang anak dikuasai oleh Sofjan Jendi, yang belum menikah dan secara fisik terlihat gemulai.

Keanehan pertama, kata Wilson, Sofjan Jendi tidak punya hubungan keluarga apapun dengan sang anak (DRL-red).

Sofjan Jendi hanya pernah menjadi boss yang memberi pekerjaan bagi ayahnya si anak, Denny Eka Prasetio, beberapa tahun lalu.

“Pada kasus ini, sesungguhnya para pihak terkait perlu meneliti lebih cermat terkait legal standing Sofjan Jendi pada saat membuat Laporan Polisi,” kata Wilson.

Keanehan kedua, lanjut Wilson, Sofjan Jendi melaporkan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh neneknya si anak, tapi mengapa menunggu 36 hari si anak dalam penguasaannya secara illegal (dugaan penculikan-red) untuk kemudian membuat Laporan Polisi?

“Lagi, jika terjadi penganiayaan terhadap si anak, yang dibuktikan dengan hasil visum et repertum, patut diduga bahwa kekerasan dan penganiayaan itu bukan dilakukan oleh si nenek atau keluarga si anak lainnya, tapi sangat mungkin dilakukan oleh si penculik Sofjan Jendi pada rentang waktu 36 hari itu,” pungkasnya.

“Sebagaimana banyak peristiwa aneh di kalangan lelaki gemulai tidak beristri, yang sering terlibat kasus kelainan orientasi seksual dan kejahatan seksual sesama jenis, maupun pidana paedophilia, maka seharusnya aparat perlu lebih waspada dan teliti dalam menangani kasus tersebut,” tuturnya lagi.

Menurut Wilson, sangat mungkin dalam kasus ini telah terjadi ‘maling teriak maling’ yang telah mengecoh oknum Polisi polos di Polsek Pacet dan Polres Cianjur.

Kasus bergulir, kata Wilson, kini Laporan Polisi yang dibuat di Polsek Pacet diambil-alih oleh Polres Cianjur, dan ditangani oleh Unit PPA Satreskrim Polres Cianjur.

“Aneh bin ajaib, laporan kehilangan anak yang dilakukan pada 15 Januari 2021 terkesan diabaikan. Malahan, laporan dugaan penganiayaan anak yang dilakukan pada 20 Januari 2021 justru mendapat tempat terbaik di hati oknum penyidik Iptu AS dan Bripka VPJ,” beber Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.

Wilson menegaskan, pertanyaan mendasar yang harus diajukan adalah mengapa laporan sang ayah kandung si anak tertanggal 15 Januari yang dibuat lebih dahulu tidak diproses sebagaimana mestinya?

Anak hilang selama 31 hari, dilaporkan dugaan penculikan oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan sang anak, tidak direspon dengan benar?

Justru sebaliknya, si terduga penculik yang membuat laporan penganiayaan anak yang diambilnya secara melawan hukum lima hari kemudian justru Polisi meresponnya dengan cepat?

Mengapa keluarga si anak melapor diabaikan, laporan orang lain yang tidak ada hubungannya dengan si anak malahan yang diproses?

“Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban semestinya ketika dipertanyakan kepada oknum penyidik Iptu AS,” tutupnya. (*/red)

Pos terkait