KORANBANTEN.com – Terkait keluarnya statmen keras dari Ketua MUI Kabupaten Pandeglang, terkait berubahnya jargon Pandeglang, yang semula adalah “Pandeglang Kota Sejuta Santri, Seribu Ulama,” kemudian berubah menjadi “Pandeglang Kota Wisata” rupanya mendapat tanggapan langsung, dari Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Pandeglang, Salman Sunardi.
Menurut Salman, bahwa slogan atau jargon “Pandeglang Kota Wisata” tidak akan kembali dirubahnya. Pasalnya, penamaan “Kota Wisata” merupakan representasi dari visi misi Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang, meskipun slogan tersebut mendapat penolakan, serta kritikan dari MUI Pandeglang, yang menganggapnya tidak mencerminkan budaya, kultur dan identitas masyarakat Pandeglang.
“Pelabelan Pandeglang Kota Wisata, jauh lebih menjual, karena sifatnya universal, dan hal ini pun sejalan dengan visi misi bupati dan wakil bupati, yang sedang fokus membangun, serta mengembangkan Pandeglang sebagai Kota Wisata. Soalnya saat ini kita berbicara bukan hanya lokal, tetapi global,” jelas Salman Sunardi, Kamis (22/3/2018).
Kendati demikian, Salman pun mengakui, bahwa pihaknya tidak mengesampingkan julukan Kota Santri yang sudah disandang Pandeglang sejak lama. Mengingat di Kabupaten Pandeglang ini pun, banyak sekali destinasi wisata religi yang terbilang masih mengungguli objek wisata lainnya, terutama dalam menarik minat wisatawan. Hanya saja, nantinya aspek religi dari Kota Santri, akan diimplementasikan dalam bentuk atraksi wisata.
“Kami tidak menghilangkan slogan Kota Santri. Eksistensi di lapangannya, kami memunculkan kearifan lokal budaya melalui atraksi. Di situ ada misinya Agama Islam. Karena kami menyadari bagaimana pun, sumber ilmu keagamaan kebanyakan diambil dari Pandeglang,” tambah Kepala Dispar Pandeglang ini.
Kepala Dispar Pandeglang ini pun menghimbau, jika ada sesuatu yang kurang pas dalam sebuah kebijakan pemerintah. Diharapkan bila mengatasnamakan lembaga, jangan melalui orang lain, akan tetapi gunakanlah jalur yang formal atas nama lembaganya, atau dengan kata lain, kelembagaan melalui kelembagaan, sehingga satu persepsi, jangan sampai visi misi bupati menjadi bias.
“Bagusnya bila bila bersetaitmen atas nama lembaga, lebih baik gunakan jalur formal. Jangan sampai sudah dikembangkan nantinya, kemudian ada intervensi dari luar, yang pada akhirnya dapat menimbulkan anggapan dari pihak ketiga, di tubuh pemerintah Kabuparen Pandeglang ini, tidak harmonis. Kan segala sesuatu itu bisa dikomunikasikan,” tutup Salman. (Daday)