Koranbanten.com: Kejaksaan Negeri atau Kejari Kabupaten Pandeglang, kembali menetapkan tersangka baru pada kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan fasilitas akses rumah belajar yang dibiayai dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Afirmasi dan Kinerja tahun 2019 di lingkungan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Pandeglang.
Tersangka baru tersebut berinisial U, yang merupakan direktur PT. GI salah satu penyediaan ribuan tablet untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Pandeglang.
“Kami telah menetapkan tersangka baru atas nama saudara U, yang mana dia adalah direktur dari PT. GI, penyedia tablet dari (BOS) Afirmasi tahun 2019,” kata Kasi Pidsus Kejari Pandeglang, Kunto Trihatmojo, Kamis 27 Oktober 2022.
Kunto mengatakan, tersangka U ini telah bersepakat membuat perjanjian dengan tersangka A, yang sudah ditetapkan tersangka pada bulan lalu. Tersangka mengkoordinir pembelian tablet dari satuan pendidikan. Dari usaha itu, tersangka U memberi fee sebesar 14 persen kepada A dari total pembelian.
“Tersangka A bekerjasama dengan almarhum saudara S, untuk mengkondisikan agar penerima BOS Afirmasi 2019 membeli tablet dan mini PC kepada satu merek di PT. GI. PT. GI sendiri membuat perjanjian dengan tersangka A untuk memberi pembagian sebesar 14 kepada saudara A dari total pembelian,” katanya.
Kunto menjelaskan, tersangka U kini sudah ditahan di Rutan Kelas IIB Pandeglang. Kejari akan segera meningkatkan perkara ini ke arah penuntutan. Sambil menunggu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyelesaikan audit kerugian negara.
“Untuk sementara perkara ini akan segera ditingkatkan ke penuntutan, bilamana laporan hasil audit BPKP sudah keluar. Untuk lain-lainnya, perkembangannya bisa kita lihat dari fakta persidangan,”jelasnya.
Pertengahan September lalu, Kejari lebih dulu menetapkan A sebagai tersangka, wiraswasta yang mengkondisikan dan mengumpulkan dana pembelian tablet dari setiap sekolah. Tidak hanya itu, tersangka juga menguasai username serta kata sandi aplikasi Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (Siplah).
Dari situ, tersangka A mengarahkan sekolah membeli produk tablet hanya dari satu penyedia. Korps Adhyaksa menilai hal itu melanggar prosedur, karena tanpa melalui proses penawaran harga, perbandingan harga, dan perbandingan barang.
“Jadi ada prosedur yang dilanggar. Padahal sekolah bisa memesan sendiri tanpa pihak lain. Tapi ini malah diorganisir oleh satu pihak,” tutup Kunto. (Asp)