KORANBANTEN.COM – Bimbingan Teknis (Bimtek) Pemungutan dan Penghitungan Suara (Mutung) kepada penyelenggara di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), merupakan gerbang awal transfer ilmu serta pemahaman tentang tatacara melaksanakan kegiatan hari pencoblosan dan rekapitulasi perolehan suara.
Hal tersebut disampaikan Sanusi, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang, dalam kegiatan bimtek pemungutan, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara serta sosialisasi situng di tingkat KPU untuk PPK, pada pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang tahun 2018, di Hotel Allium, Cipondoh, Kota Tangerang.
Maka, dikatakan Sanusi, PPK dilatih secara teoritis dan praktek atas norma-norma baru dalam sistem pungut dan hitung suara. Diantaranya ketepatan pengisian formulir C1, penyampaian C6, keakuratan data pengguna hak suara juga keakuratan dan ketelitian dalam merekap hasil perolehan suara.
Selain itu, lanjut Sanusi, PPK ditekankan untuk mentransformasi pengetahuannya soal sistem mutung kepada PPS, selanjutnya diteruskan kepada KPPS secara paripurna. “Norma terpenting, ada kewajiban pemilih menunjukkan KTP Elektronik atau surat keterangan sudah rekam KTP Elektronik kepada petugas KPPS. Nah ini wajib sampai ke pemilih nanti,” tegas Sanusi, Senin (7/5).
Nantinya, kata dia, akan juga disebarluaskan buku panduan serta video panduan pemungutan dan penghitungan suara kepada PPK, PPS, dan KPPS untuk memudahkan kerja penyelenggara di bawah. “Ingat, suara pemilih adalah yang terpenting dapat terhimpun dan terekap dengan akurat sebagai bukti berjalannya hasil pilkada yang baik, jujur, transparan, bersih, dan akuntabel,” tandas Sanusi.
Sementara Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Tangerang, Agus Muslim meminta agar penyelenggara tidak menyalahgunakan C6 surat suara pemberitahuan kepada pemilih.
“Jika seseorang tidak berhak memilih tetapi disuruh milih maka dipidana dengan ancaman penjara selama 7 tahun. Misalnya dia tidak mempunyai E-KTP ataupun Suket, tetapi membawa C6 berarti orang tersebut tidak berhak memilih, karena terminologinya wajib membawa C6, E-KTP ataupun Suket,” terangnya.
Menurut dia, penyalahgunaan C6 surat suara pemberitahuan kepada pemilih pernah terjadi, misalnya C6 tersebut digunakan oleh salah satu anak SMA padahal C6 tersebut milik pamannya. “Ada yang melapor, lalu kita proses dan terbukti pidana lalu masuk penjara. Meskipun statusnya masih sebagai pelajar,” ujarnya.
Mengenai C6 potensi penyalahgunaannya yang harus diperhatikan yaitu pada arus bawah di tingkatan KPPS. “Yang membagi C6 itu KPPS, minimal sehari sebelum pencoblosan, jika memang ada C6 yang belum didistribusikan segera melaporkan kepada PPS,” tegasnya.
Inilah yang menjadi fokus Panwaslu Kota Tangerang, sebenarnya jumlah pemilih di TPS itu ada berapa dan berapa banyak C6 yang didistribusikan oleh KPPS. “Tapi juga harus diperhatikan orang-orang yang perlu mendapatkan fasilitas. Misalnya kepada orang yang berkebutuhan khusus harus ada, pasti ada orang yang perlu perhatian khusus, jangan sampai bikin akses bagus tapi tidak ada pemilihnya,” urainya.
Selain itu, Panwaslu juga memetakan ruang lingkup dalam pengawasan yakni pra pemungutan suara, lalu pemungutan suara, penghitungan suara, pergerakan kotak suara dan pendistribusian kotak suara.
“Pra pemungutan suara kita fokus di pengawasan jumlah akurasi surat suara apakah sesuai dengan jumlah pemilih atau tidak. Lalu distribusi undangan C6, kesiapan TPS mengenai DPT yang ditempelkan di TPS,” pungkasnya. (Zher)