KORANBANTEN.COM-Organisasi massa Laskar Pasundan Indonesia (Ormas LPI) mempertanyakan realisasi Program Keluarga Harapan(PKH) di Desa Sukaraja, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak.
Pasalnya, ada informasi yang diterima LPI terkait adanya dugaan penerima ganda pada program PKH sekaligus penerima dana bantuan sosial tunai(BST). Dengan begitu, patut kiranya LPI mempertanyakan kebenarannya..
Namun, setelah beberapa kali mencoba meneruma kepala desa Sukaraja, LPI mendapatkan kesulitan untuk menemui kepala desa.
“Kami menghubungi Kepala desa pada sore hari. Namun beliau siap keesokan harinya untuk bertemu. Akan tetapi, saat waktu yang ditentukan beliau tidak ada ditempat, handphone nya pun tidak bisa dihubungi,” kata Rohmat Hidayat, Ketua Umum LPI, saat diwawancara.
“Kira cuma ingin mempertanyakan informasi yang kita dapat dari masyarakat. Benar gak ada penerima ganda, kalau ada, ya kami sangat menyayangkan. Karena, masih banyak warga yang belum mendapatkan bantuan, bahkan ada nenek umur 85 tahun tidak mendapatkan apa apa,”tambah Rohmat.
Tak hanya itu, lanjut Rahmat, program bansos pun diduga dibawa ke ranah politik.
“Beliau membawa bansos itu ke ranah politik,” tegasnya.
Terpisah, Lili Rosadi, Kepala Desa Sukaraja, membantah hal tersebut. Menurutnya, tupoksi kepala desa tidak selamanya harus ada di desa.
“Waktu hari Rabu mereka datang kesini, Saya lagi di Sukalaksana saya lagi bawa HP dan yang pertama saya temui, nah waktu yang keduanya lagi disini saya juga lagi keluar ada pemasangan KWH, pas jam 12.00 saya ke kantor desa, terus waktu itu saya ada kepentingan mau ngelayat ke rumah Jaro Mamun dan HP saya tidak bawa karena ngedrop, tadi malam saya nemui ke rumah ketua LPI, dan sudah diklarifikasi,” terang Lili saat ditemui di Kantor Desa Sukaraja, Senin, (23/11).
Tak hanya itu, tudingan terkait bansos dibawa ke ranah politik pun dibantahnya, “Tidak ada bansos dibawa ke ranah politik,” tegas dia.
Terkait penerima bantuan yang double, orang nomor satu di Desa Sukaraja mengaku awalnya tidak mengetahui jika ada penerima PKH kemudian mendapatkan bantuan lainnya.
“Tapi setelah tahu lalu di ganti (dialihkan) kepada yang lebih berhak, melalui musyawarah di desa, jadi tidak ada penerima yang double. Intinya dari permasalahan ini ada mis komunikasi,” pungkasnya.
(Usep).