KORANBANTEN.COM – Gara-gara pandemi covid-19, dinamika politik lokal dan nasional menjadi tidak menentu, masuk dalam turbulensi yang sulit diprediksi. Mereka yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah mau tidak mau harus menghadapi dilema.
Ketidakpastian menghadang, kalkulasi politik dan biayanya menjadi semakin tidak jelas. Mau berhenti di tengah jalan, atau lanjut dengan strategi baru, kalkulasi baru, dan tantangan baru semua masih dalam bayang-bayang.
Setidaknya kepastian waktu dan siapa pesaing politiknya, masih belum jelas. Ketidak jelasan waktu akan memerlukan ongkos tersendiri, karena harus memelihara kekuatan infrastruktur politik dan kesetiaan pendukung.
Pada awalnya pilkada serentank yang direncanakan digelar pertengahan tahun 2020. Tentu saja para bakal calon sudah menyiapkan diri sejak akhir 2019. Waktu itu isu virus corona belum menjadi pertimbangan dalam menyelenggarakan pesta demokrasi di tingkat daerah berupa pemilihan kepala daerah langsung.
Bakal calon yang bermunculan dengan berbagai motif sudah mulai pasang kuda-kuda dan bahkan ada yang secara terbuka menggunakan berbagai saluran mengkampanyekan diri. Tidak jarang petahana di berbagai daerah tidak malu-malu lagi menggunakan program untuk kepentingan elektabilitas.
Sayang, ternyata perhelatan pilkada serentak harus ditunda, karena Pandemi Covid-19. Apa boleh buat, para bakal calon harus menahan birahi politik mereka.
Bagi calon yang modalnya pas-pasan (cekak), mundurnya pilkada ini sebuah peluang baru untuk konsolidasi dan berkordinasi dengan investornya, tetapi bagi yang bergerak dengan modal mandiri, mereka ibarat terjebak di tengah sahara.
Meneruskan perjalanan untuk maju terus dalam Pilkada, perbekalan sudah tipis, kalau mundur sudah kadung banyak modal keluar. Tidak jarang mereka mulai teriak-teriak menawarkan aset dan bahkan menawarkan harga diri. Jika mundur, berharap ada bakal calon yang mau memberi kompensasi, dan selanjutnya akan mengalihkan dukungan kepadanya.
Nampaknya dampak Covid-19, bukan hanya merugikan bakal calon pendatang baru yang terkendala, petahana pun tidak jarang yang harus masuk jurang.
Petahana, yang awalnya menghitung jika pilkada perhelatannya dilaksanakan pertengahan tahun ini, mereka masih dapat menggunakan program yang dibiayai APBD untuk kepentingan pemenangan. Akan tetapi covid-19 membuat konstelasi berubah.
Di beberapa daerah, masa berkuasa para petahana sudah habis. Sehingga mereka juga terkendala mengkonsolidasikan program yang dibiayai APBD. Bahkan, tidak jarang secara psikologis mereka dibayang-bayangi di tangkap KPK atau di panggil penegak hukum.
Bagaimana dengan Cilegon?
Menurut aktivis Kota Cilegon, Edi Muhdi Zein, ketika berbincang-bincang dengan Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, Firdaus usai buka puasa Syawalan di salah satu tempat makan di Kota Cilegon (27/5), mengatakan bahwa kondisi Cilegon tidak berbeda dengan daerah lainnya. Artinya, jika Pilkada dimundurkan awal desember 2020, petahana di Cilegon akan kewalahan menghadapi para calon pendatang baru.
Firdaus, juga berpendapat, petahana dalam hal ini Ratu Ati Marliati tetap mempunyai peluang terbesar, dengan melihat minimal 3 indikator. Pertama, loyalis orang tuanya masih mengakar, yang secara struktural dan kultural menduduki posisi penting di Kota Cilegon.
Kedua, munculnya banyak calon, membuat kosentrasi suara para bakal calon pro perubahan terbagi-bagi. Sementara suara petahana masih solid. Ketiga, diperkirakan, wakil Ati merupakan representasi dari masyarakat urban di kota Cilegon. Artinya Ati akan mengambil wakilnya, bukan putra daerah asli Cilegon. Keputusan itu, selain untuk meningkatkan dukungan masyarakat urban di Cilegon, tentunya juga untuk kepentingan politik itu sendiri. Dan hal ini sudah “tradisi” dua walikota sebelumnya, tidak berpasangan dengan putra daerah asli Cilegon.
Selain itu, tentunya sumberdaya yang dimiliki Ratu Ati. Untuk itu, kiranya bakal calon yang lain yang merasa putera daerah asli, bangun aliansi kebajikan seluas-luasnya, tingkatkan terus elektabilitas, secara berperiodik ukur capaian survey, dan yang tidak kalah penting, kurangi berharap untuk di Gandeng Ratu Ati Marliati. (Pan)