KORANBANTEN.COM – Harga kedelai yang melambung tinggi, membuat produsen tahu dan tempe merugi bahkan beberapa menghentikan aktivitas produksinya. Hal ini membuat warga menilai, program Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale) gagal dalam implementasinya.
Upsus Pajale merupakan program pemerintah melalui Kementerian Pertanian dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/PERMENTAN/OT.140/2/2015 Tahun 2015, sebagai upaya khusus untuk swasembada pangan dari kepemerintahan Jokowi.
Namun implementasinya, program tersebut terkendala karena para petani hanya berminat pada tanaman padi saja, sedangkan kedelai dan jagung kurang diminati, beberapa alasan petani menganggap harga jual kedelai dan jagung terlalu rendah. Pemerintah pun masih melakukan impor kedelai, oleh karena itu, program Pajale masih dianggap gagal.
Ira, Korwil Pertanian Kecamatan Malingping saat ditemui di kantornya menjelaskan program Pajale masih berlangsung dan berjalan.
“Program Pajale sudah diperbaharui dan diperpanjang untuk tahun 2021, mengenai kendala, kedelai memang di tahun 2020 sempat dihentikan akibat refocousing anggaran Covid-19, selain itu petani disini memang kurang berminat terhadap kedelai akibat tidak ada jaminan harga pasar,” terangnya.
Sementara itu, Rahmat, Petugas Pengendali Organisme Tumbuhan (POPT) Malingping membicarakan perlunya peran pemerintah menjamin produksi kedelai dan harga pasarnya.
“Sebenarnya petani kurang berminat karena ketika kedelai panen, tidak ada jaminan terhadap hasil panen dan harganya. Kiranya kalau bisa ada MOU stakeholder dengan para petani, jadi ketika panen, kedelai bisa langsung dibeli dan harganya dijamin, karena hal ini tidak ada, maka petani lebih memilih padi, sederhananya walaupun tidak terjual, kalau padi dapat dikonsumsi oleh pribadi,” paparnya. (Cex)