KORANBANTEN.com – Sungguh miris, seorang nenek berusia 67 tahun, asal Kampung Lemah Sari, Desa Kadu Badak, Kecamatan Angsana, Pandeglang. Berjibaku melawan kerasnya kehidupan, dengan hanya bermodalkan kejujuran dan kemandirian, sebagai seorang pedagang sayur mayur yang beliau ambil di kebun, maupun hutan yang tumbuh secara liar.
Di usianya yang mulai senja, nenek yang memiliki nama Murni ini, tinggal di sebuah gubug reot berukuran tidak lebih dari 5×6 meter persegi, hanya bersama dengan kedua cucunya yang masih kecil. Dimana aktivitasnya selaku penjual sayuran, nenek Murni setiap harinya selalu berkeliling kampung tanpa mengenakan alas kaki, menjajakan sayuran yang tumbuh liar di hutan, demi sekeping rupiah untuk menyambung hari-harinya.
Seakan tidak salah dahulu kala orang tuanya memberi nama “Murni.” Pasalnya, nama yang beliau sandang tersebut, seakan selaras dengan kemurnian hati dan jiwanya, karena dengan kondisi ekonomi yang tergolong sangat kontras dengan lingkungannya tersebut, nenek Murni tetap bertahan menyikapi hidup dengan bijak tanpa mengeluh, serta tanpa pernah berharap belas kasih dari orang lain.
Terbukti, diusianya yang sudah tidak muda lagi itu, nenek Murni setiap harinya selalu berusaha menaklukan jarak puluhan kilometer, dengan kondisi jalan berbatu, tanpa alas kaki dan menggendong bakul berisi sayuran, untuk ia jajakan pada warga kampungnya tersebut, demi segenggam harapan, serta demi memberi makan kedua orang cucunya, yang tinggal bersamanya di gubug reot tersebut, tanpa harus mengemis.
Koordinator Relawan Ketimbang Ngemis Pandeglang (KNP), Een Nureni yang berkunjung ke kediaman nenek Murni beserta relawan-relawan lainnya. Mengatakan, figur nenek Murni, merupakan figur kemandirian dan keuletan dari seseorang yang hidup tanpa harus bergantung pada belas kasihan orang lain, meskipun kondisi fisik, ekonomi maupun usianya yang sudah tidak muda lagi. Nenek Murni tetap berjuang menaklukan kerasnya persaingan hidup ini, tanpa mengeluh.
“Sungguh sebuah perjuangan hidup yang harus menjadi contoh, karena tergambar jelas digaris wajahnya yang tidak lagi muda itu, nenek Murni terlihat tidak merasa lelah maupun mengeluh, meskipun kondisi ekonomi dan tempat tinggalnya, bisa dikatakan jauh dari katak layak. Bahkan beliau lebih memilih menjajakan sayuran, yang ia kumpulkan dari hutan, untuk menyambung hari-hari nya itu, ketimbang berdiam diri, menunggu belas kasih orang lain,” jelas Een, Selasa (20/3/2018).
Menilik kehidupan seorang nenek tua renta, dengan kondisi ekonomi dan tempat tinggalnya yang nyaris ambruk itu, Relawan KNP akhirnya berinisiatif, untuk mencoba memberikan sesuatu yang sekiranya dapat bermanfaat bagi sang nenek dan kedua orang cucunya, yang tinggal di gubug reot itu. Bahkan Relawan KNP ini pun, telah membuka dompet donasi untuk nenek Murni, di No Rek BCA 541 060 9357 Atas Nama Mirna Nurina.
“Kita mencoba mengetuk jiwa-jiwa yang perduli pada sesama kita, yang hidupnya mungkin jauh lebih tidak beruntung ketimbang kita, karena sedikit maupun serupiah yang kita berikan, semoga tidak membuat kita susah. Dan saat ini KNP telah membuka dompet donasi untuk nenek Murni di rekening yang kita buat khusus untuk beliau, dengan harapan dana yang terkumpul itu, dapat kita pergunakan untuk memperbaiki gubug reotnya, serta memberi modal untuk beliau usaha,” ungkap Een.
Menurut Een Nureni, selaku Koordinator Relawan KNP ini, bahwa dompet Peduli Nenek Murni tersebut, telah ia buka sejak satu minggu lalu, dimana terhitung sampai hari ini, saldo yang masuk ke nomor rekening tersebut, baru berjumlah Rp. 3 juta. Diharapkan, dalam waktu dekat ini pun, dirinya beserta sejumlah relawan lainnya yang ada di Provinsi Banten, akan segera menyalurkan bantuan tersebut, sambil menunggu bantuan lainnya, khususnya bantuan dari BAZNAS Provinsi Banten. (Daday)