Aspirasi Serba Salah

Dian Wahyudi
Anggota Fraksi PKS DPRD Lebak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), as·pi·ra·si adalah harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa yang akan datang. ber·as·pi·ra·si : bercita-cita; berkeinginan; berhasrat

Bacaan Lainnya

Secara umum, Aspirasi merupakan keinginan kuat dari masyarakat yang disampaikan kepada wakil rakyat (DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten) dalam bentuk pernyataan sikap, pendapat, harapan, kritikan, masukan dan saran terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan-nya.

Dalam perjalanannya, saluran aspirasi sebenarnya bukan hanya kepada wakil rakyat saja, biasanya lewat Reses. Namun juga lewat berbagai saluran resmi, semisal Jaring Asmara (Aspirasi Masyarakat) lewat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) untuk menyusun rencana skala prioritas pembangunan dari mulai Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi sampai Pusat.

Mengundang stakeholders terkait, maksudnya para tokoh, baik tokoh pria dan perempuan, para inohong, para pejabat pemerintah desa sampai tingkat bawah. Begitu pula untuk kecamatan, kabupaten dan seterusnya.

Pada kenyataannya, berbagai aspirasi yang disampaikan kadang mentok, terkendala di skala prioritas yang tidak jelas kriterianya, karena kadang, bahkan kerap skala prioritas pemerintah bersebrangan dengan skala prioritas warga alias masyarakat di tingkat bawah. Pemerintah ke kiri, masyarakat inginnya ke kanan. Masyarakat ingin dibangun ruas jalan yang rusak yang ini, sedangkan pemerintah ingin membangun jalan yang berbeda, dengan alasan amat sangat penting sekali banget harus kudu dibangun (ternyata terdapat kepentingan pihak lain) terkait usaha atau yang lainnya.

Inilah salah satu alasan kuat bagi masyarakat, menjadikan media sosial (Medsos) menjadi saluran atau sarana efektif masyarakat untuk menyampaikan keluhan, aspirasi dalam bentuk lain. Boleh dibilang jadilah Aspirasi Serba Salah.

Ibarat dalam keseharian kita disodorkan pilihan-pilihan, tidur mau pakai AC yang dingin, pakai kipas angin gelebug atau cukup pakai Hihid (kipas dari kerajinan bambu).

Memilih pilihan logis, dipaksa akhirnya menjadi pilihan dari berbagai pilihan yang ada. Dari pada kegerahan dan tidak ada alternatif lain, akhirnya harus menerima Hihid agar udara kembali segar. Pilihan yang sulit, namun tidak ada pilihan lain.

Jalan baru dibangun semingu atau sebulan sudah rusak kembali, kemudian cukup diperbaiki dengan ditambal batu, seminggu ambrol lagi, berulang, kemudian tidak diperbaiki lama, akhirnya tambah parah, poll.

Aspirasi serba salah seolah menjadi aspirasi berulang dalam setiap perencanaan pembangunan, setiap tahun.

Kadang pemerintah berlindung dibalik keterbatasan anggaran, atau saat ini, dimasa pandemi covid-19 kadang berlindung dibalik refocusing. Padahal sejatinya, aspirasi masyarakat yang seharusnya menjadi skala prioritas bukan skala prioritas pemerintah. Eh

Berapa banyak embung (penampung air, salah satu fungsinya untuk pengairan sawah) dibangun, namun berapa banyak embung yang kekeringan tidak berdaya disaat kemarau, karena tidak berdasarkan skala prioritas dan mencari lokasi yang tepat, namun berdasarkan adakah tanah gratis yang bisa dipakai, bukan adakah sumber mata air, untuk memenuhi kebutuhan air saat kemarau untuk pengairan sawah.

Berapa banyak Situ yang di normalisasi, namun kemudian kembali mengalami pendangkalan, karena sekelilingnya dibiarkan hutannya dibabat, hulu sungainya dibiarkan menjadi tambang pasir tanpa analisa dampak lingkungan yang baik, sebutlah Situ Palayangan di kecamatan Cimarga dan menurut saya juga Situ Cikuda di kawasan Ona Rangkasbitung, sudah cukup rawan kondisinya.

Disekitaran Situ Cikuda telah banyak berdiri perumahan yang terus merangsek dan membuat sempit luasan situ. Bahkan kondisinya amat sangat gersang, belum lagi hutan di lereng atas telah pula berdiri perumahan baru, yang membabat hutan sekitar. Seorang rekan mantan anggota DPRD Lebak, bahkan pernah mengatakan, hutan sudah gundul. Fungsi situ, jelas sebagai tampungan air dan untuk mengairi persawahan sekitar, sementara sawahnya sendiri, saat ini sudah habis diurug untuk perumahan.

Belakangan, rencana Bendungan Pasir Kopo di kecamatan Leuwidamar, yang katanya untuk memenuhi air baku kota lain, sementara Bendungan Karian saja belum berfungsi sesuai harapan, ini sudah akan membangun lagi. Hektaran hamparan sawah dikorbankan, dan akan di tenggelamkan, ribuan penduduk bermata pencaharian petani akan dipindahkan alias di relokasi tanpa jelas harga beli tanahnya dan kemana akan dipindahkan.

Aspirasi untuk masyarakat, entahlah masyarakat yang mana. Aspirasi yang jelas dari masyarakat selalu diabaikan.

Padahal seharusnya, pemerintah kabupaten (pemkab) Lebak harus lebih keras menyampaikan aspirasinya ke Provinsi dan pusat untuk melakukan peningkatan infrastruktur jalan dan lainnya di kabupaten Lebak. Anggaran triliyun-an akan terasa manfaatnya se-kabupaten, dibandingkan hanya untuk membangun simbol-simbol yang katanya proyek strategis.

Aspirasi serba salah. Ngajuin program ini salah, ngajuin program itu salah. Eh giliran triliyun-an, nge-gelontor begitu saja. Masyarakat apakah jadi korban atau tidak, lain soal. Salah deui bae…

Pos terkait