Oleh : Wijaya*
Kekerasan dan dominasi seseorang atau kelompok atas individu atau kelompok lain semakin mewarnai di era sekarang. Hal itu terjadi di tempat Pendidikan, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan tempat ibadah sekalipun. Terutama segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Dimana dalam bahasa Indonesia, bullying diartikan sebagai penindasan atau risak.
Bullying atau perundungan dengan beragam bentuknya yang kerap terjadi di sekitar kita, mulai mengkhawatirkan. Terlebih terjadi pada usia anak-anak dan tidak sedikit berusia di bawah 5 tahun. Mirisnya kekerasan tersebut terjadi di lingkungan, dimana proses Pendidikan berlangsung dan tidak sedikit terjadi di tempat ibadah. Pergeseran perilaku bullying yang mulai menyasar usia anak-anak seakan nampak adanya pembiaran dan hanya dianggap sebagai perilaku anak-anak yang dimafhumi sebagai perilaku kenakalan biasa. Perilaku karena ketidakpahaman dan main-main an sich.
Sebelum diuraikan lebih jauh. Mari kita samakan pandangan terkait bullying. Bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori:
Kontak fisik langsung.
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
Kontak verbal langsung.
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
Perilaku non-verbal langsung.
Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
Perilaku non-verbal tidak langsung.
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial)
Pelecehan seksual.
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
Berdasarkan definisi dan jenis bullying di atas. Sejatinya, perilaku tersebut semakin nampak dan mewarnai lingkungan sekitar. Tidak terkecuali di lingkungan pendidikan, keluarga, masyarakat dan tempat ibadah sekalipun. Kondisi ini jelas mengkhawatirkan, di tengah upaya pengarusutamaan penguatan karakter baik atau tepatnya membentuk serta membiasakan akhlakul karimah, malah semakin marak. Itupun jika kita peka dan peduli serta menggunakan hati serta akal sehat memotret kondisi tersebut. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Menjawab pertanyaan di atas, sudah sepatutnya bagi kita, baik pendidik, orang tua, tokoh masyarakat dan tokoh agama, harus memiliki rasa dan pandangan yang sama terhadap bahaya bullying. Upaya-upaya penanggulangan semakin mengguritanya bullying harus digalakkan, terprogram dan terukur dengan pelibatan semua pihak. Baik dalam bentuk penindakkan, semisal teguran, hukuman atau tindakan pencegahan ketika melihat bullying terjadi. Jangan sampai terjadi pembiaran dan pembenaran dengan dalih masih anak-anak, jika hal tersebut terjadi pada usia anak.
Dampak bullying tidak bisa kita anggap sepele dan tidak berefek jangka panjang. Akan tetapi pengaruhnya ini sangat mengkhawatirkan. Setidaknya ada tiga dampak dari bullying sebagaimana yang penulis dapatkan Ketika mengikuti kegiatan dari KEMENPPPA:
Dampak bagi korban
Depresi, marah, rendah diri, dan menjauhkan diri dari interaksi sebagai salah satu dampaknya. Jika terjadi di lingkungan sekolah, akan mengurangi frekuensi kehadiran dan menurunnya prestasi akademik. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan atau kekurangan korban dari aspek fisik, psikologi sehingga merasa dikucilkan.
Dampak bagi pelaku
Pelaku akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Apalagi jika tidak ada upaya preventif dan teguran langsung. Pada akhirnya akan menghadirkan sikap mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.
Dampak bagi pihak lain yang menyaksikan (bystanders)
Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, minimal ditegur dengan cara yang baik, diingatkan atas perilaku bullyingnya, maka para orang lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa orang mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Oleh karena itu bullying adalah musuh bersama. Pencegahan menjadi suatu keniscayaan, harus dilakukan secara menyeluruh dan kolaborasi. Mulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat. Pencegahan melalui anak, keluarga, sekolah dan masyarakat menjadi keharusan untuk bersinergi. Jangan sampai terjadi pembiaran dan dianggap lumrah. Upaya penangan atau bisa dimaknai dengan pemulihan sosial dengan mengedepankan prinsip mengharapkan yang terbaik dariu orang lain. Bertanggungjawab terhadap tingkah laku dan menghargai perasaan orang lain. Bertanggungjawab atas apa yang dilakukan dan peduli kepada orang lain harus menjadi pijakan.
* Guru SMPN 4 Cileles, Ketua Umum PP FKG IPS Nasional dan Sekretaris Dewan Eksekutif APKS PB PGRI