Jalan Gelap, Rezeki Datang

Dian Wahyudi
Anggota Fraksi PKS DPRD Lebak

Saya pernah menulis tentang aktivitas per-kuliner-an dimalam hari dengan judul Janji Penataan Wisata Kuliner pada November 2018, tergelitik dengan penataan alias pemindahan para pedagang kuliner disekitar jalan ‘barata’ dan sekitarnya ke jalan Sunan Kalijaga oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak di awal tahun 2017.

Bacaan Lainnya

Waktu berjalan, 2017 ke tahun 2018, sekarang sudah bulan November 2020. Cepat sekali waktu berlalu. Para pelaku per-kuliner-an di Rangkasbitung semakin bertambah dan beragam jenisnya, namun belum, tepatnya tidak terkelola dengan baik, padahal awalnya diharapkan berada di satu kawasan ruas jalan, saat itu, di tahun 2017, yang disiapkan jalan Sunan Kalijaga.

Padahal menurut saya, ruas jalan yang prospek itu, jalan Hardiwinangun (dari pintu rel kereta) sampai Balong Ranca Lentah (indah) atau sepanjang jalan Multatuli. Belakangan jalan Multatuli lebih berkembang menjadi kawasan bisnis, berbagai toko, kios, distro, dll.

Sementara jalan Sunan Kalijaga masih saja seperti dulu, ramai namun gelap, dan susah parkir untuk kendaraan roda empat.

Jadi praktis sebenarnya, seperti usulan saya dahulu, jalan Hardiwinangun menjadi pilihan cocok untuk pengembangan kawasan wisata kuliner malam hari.

Tinggal ditambah penataan lampu, saat ini masih gelap dibeberapa titik, serta penataan parkir.

Pelan-pelan bisa mengintip penataan ala jalan Malioboro Jogya, jalan Simpang Lima Semarang, atau ala jalan Pantai Losari Makasar.

Kalau di Malioboro ada Wedang Uwuh atau Kopi Joss, di kita mungkin ada Ronde, Sakuteng, Kopi pahit cap Kupu-kupu, Oplet atau Angkot.

Sebenarnya tanpa ditatapun lokasi yang pas dan cocok pasti akan ramai, apalagi kawasan alun-alun saat ini seteril dari para penjaja kuliner, sebagian pindah ke Balong dan sekitaran jalan Hardiwinangun (jalan Pahlawan).

Jalan gelap, tapi denyut nadi perekonomian per-kukiner-an disepanjang jalan tersebut semakin banyak, terus bertambah.

Jadi sebenarnya Pemkab tinggal melihat dan memfasilitasi apa yang perlu dan dibutuhkan para penjaja kuliner, dll itu, bukan sebentar-sebentar dipindah dengan alasan tidak tertib, padahal retribusi terus dikutip.

Jangan salahkan Balong jadi tempat mangkal ehm dan kerap jadi tempat minum-minuman keras, atuh ja tempatna geh poek (karena tempatnya gelap, kurang penerangan), ditambah tidak ada, eh, tanpa pengawasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), atuh beuki jongjon bae (semakin anteng aja).

Ke depan, semoga Wisatawan yang menginap di hotel atau penginapan sekitar Rangkasbitung, disamping terhibur oleh naik Sado, juga memiliki berbagai pilihan Wisata Kuliner sambil duduk lesehan sambil menghabiskan malam.

Eh… masih pandemi Covid-19 ya, apalagi PSBB hanya sampai pukul 22.00, kalau lewat denda 100 ribu rupiah. Ya… ngaran na geh ngimpi iyeuh…

Pos terkait