Lazy Government

oleh : H. Nasrul Ulum, SE

Pagi ini saya melihat postingan di sebuah akun medsos, tayangan seorang Ibu berusaha menceburkan diri ke aliran sungai Ciujung, dari atas jembatan setinggi itu sepertinya Ia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara singkat.

Bacaan Lainnya

Miris sekali. Ini gambaran kecil kondisi di masyarakat saat ini. Situasi 10 bulan terakhir membuat banyak orang frustrasi, dan tak sedikit orang depresi.

Kondisi ekonomi menghimpit, krisis kesehatan juga membuat orang dalam psikologi ketakutan. Kesimpangsiuran informasi mengakibatkan ketidakpastian arah. Maka tak heran ada saja orang yang tak kuat menghadapi kenyataan hidup.

Krisis kesehatan, pandemic akan terus bergulir sampai beberapa tahun ke depan diikuti krisis ekonomi yang tak segera pulih.

Peran pemerintah dalam situasi seperti ini seharusnya melakukan upaya pemulihan di berbagai sektor. Pembagian BLT, BST, sembako, berbagai subsidi lainnya hanya berdampak sesaat. Seolah hanya menggarami lautan.

Butuh langkah taktis dan strategis untuk mengembalikan stabilitas ekonomi sosial masyarakat.

Pemerintah harus mulai mengambil langkah Self Disruption. Dengan membangkitkan karakter ‘jawara’, menumbuhkan sikap mental yang tangguh pada seluruh lapisan masyarakat. Dengan membangun kesadaran bahwa hari ini kita berada di tengah masa pandemi yang berdampak pada pola hidup yang terus berubah. Butuh ketegaran menghadapinya.

Masyarakat harus terbiasa hidup dengan masa sulit. Sehingga mindset ini akan berdampak pada pola hidup efisien. Penghematan di berbagai hal khususnya energi dan pangan. Dalam waktu yang sama pemerintah terus fokus pada penciptaan peluang sebagai pengganti kesempatan yang hilang seperti lowongan pekerjaan, pendapatan dan banyak lagi.

Di satu pihak pemerintah juga harus melakukan OpEx (Operational Excellent) dalam menjalankan pemerintahan. Pemerintahan yang melayani bukan dilayani.

Sudah bukan jamannya lagi menjadi lazy government (pemerintah malas) karena kompetisi semakin sulit, masyarakat semakin cerdas, teknologi semakin canggih.

Pemerintah malas terlihat dari gairah dan caranya membangun daerah. Apakah memperkuat golongan dan basis politiknya saja atau sebaliknya menyebar berkah untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Pemerintahan semacam ini terjebak dengan romantisme sejarah masa lalu. Mereka membuat program yang usang, berulang tidak kreatif apalagi inovatif dan jauh dari relevan dengan kebutuhan masa kini. Apatis dengan gagasan dan ide cemerlang, terbelenggu dengan keterbatasan sumber daya, APBD misalnya.

Padahal Ide, di lain tempat adalah modal kuat untuk membangun. Ini seperti dikatakan Upholf N. (1996) tentang energi sosial, yaitu Ide, cita-cita, persahabatan, dan kepemimpinan.

Pos terkait