Membaca Persepsi Publik

Dian Wahyudi
Ketua Generasi Muda (GEMA) Keadilan Lebak

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Lebak, sebenarnya masih cukup lama, masih sekitar tahun 2023, ditambah masih menunggu Undang-undang Pemilihan Umum (Pemilu), apakah pilkada dipisahkan atau serentak dengan Pemilu tahun 2024.

Bacaan Lainnya

Namun riak pilkada Lebak sepertinya sudah cukup banyak menjadi perbincangan warga Lebak. Bahkan kabarnya sudah ada partai politik (parpol) yang mulai mengumumkan bakal calon kepala daerah-nya, atau baik masih malu-malu ataupun terang-terangan, secara personal sudah mulai berseliweran dukungan kepada bakal calon (katanya).

Dan yang ramai pula menjadi perbincangan sebagian warga Lebak adalah isu Politik Dinasti (hanya sebagian kalangan tertentu nu haliwu). Menjadi pembicaraan menarik, baik sebagai kajian ataupun penolakan. Tentang ini pernah saya tulis dengan judul Pilkada ; Langkah menuju Perubahan.

Dalam tulisan tersebut, saya setidaknya mengulas tentang tidak mudahnya mengusung Bakal Calon. Parpol yang dikenal baik, calonnya bagus, belum tentu berbanding lurus dengan keterpilihan, kadang jangankan diusung, menjadi kandidat saja belum tentu. Perlu penjajagan, sinergi, koalisi, dan legowo dengan berbagai kemungkinan. Kalau istilah urang Rangkas ulah pundungan.

Namun perhelatan Pilkada bukan hanya sekedar seremonial pemilihan, namun juga bentuk partisipasi demokrasi masyarakat untuk menentukan Kepala Daerah dan program pembangunan yang sesuai dengan harapan dan keinginan masyarakat.

Pilkada esensinya adalah ber-sinergi dengan siapa saja, karena menjalin silaturrahim tidak dibatasi ruang dan waktu apalagi parpol. Menyamakan visi misi dan persepsi. Sejak jauh hari, tidak ada salahnya menjalin komunikasi dengan berbagai Parpol dan Stakeholder. Karena dengan komunikasi, akan terjalin saling mengenal dan memahami segala potensi.

Dalam Pilkada, urusan memantaskan diri sangat diperlukan. Parpol pantas mengusung, kader partai layak diusung dan layak didukung, koalisi solid dan bekerja. Hari ini, dalam teori usungan calon dalam Pilkada, dengan metodologi survei, dan lain-lain, dukungan kepada bakal calon sebenarnya sudah dapat diraba, tinggal bagaimana masyarakat, meraba hati dan menguji konsep dan program para tokoh yang saat ini telah mulai bermunculan. Parpol dan Tokoh yang dapat mendengar dan membaca Persepsi Publik Dialah Sang Terpilih, bukan hanya semata karena kekuatan finansial.

Ditambah kekuatan do’a (power of pray) juga memberi kekuatan besar dalam kemenangan di pilkada, seperti dalam tulisan saya sebelumnya Pilkada ; Langkah menuju Perubahan. Dalam perhelatan Pilkada DKI Jakarta, Pilkada Kabupaten Serang serta Pilkada kota Cilegon di Banten beberapa waktu yang lalu, seolah memberikan pemahaman dan fakta baru, bahwa uang ternyata bukan segalanya. Para pengamat politik seolah tercengang dengan hasil Pilkada kota Cilegon yang diluar perkiraan.

Mindset bahwa kejujuran selalu dapat dikalahkan oleh kecurangan ternyata TIDAK BENAR. Calon pemimpin yang berkarakter ternyata lebih disukai oleh pemilih. Calon pemimpin yang santun tutur katanya, baik akhlaknya dan peduli lebih disukai. Dan saya kira fakta ini perlu mendapat apresiasi, bagaimana masyarakat sebenarnya memiliki keinginan dan persepsi positif terhadap para Calon Kepala Daerah. Apakah di kabupaten Lebak juga menginginkan perubahan ? waktu yang akan menguji.

Namun sekali lagi, mengusung Bakal Calon itu tidak mudah. Bagaimana dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kabupaten Lebak ? Tentunya PR PKS masih cukup banyak. Mempertemukan titik temu Parpol se-visi misi, memunculkan Bakal Calon dan membaca Persepsi Publik juga bukan perkara mudah, perlu kerja keras, perlu Sumber Daya dan energi besar. Dan khusus PKS masih harus berkoalisi, dengan melengkapi batas minimal prosentase jumlah kursi jika akan mengusung bakal calon di Pilkada.

Persepsi atau Perspektif orang-perorang di internal PKS boleh saja berbeda. Dalam internalisasi pribadi dan budaya organisasi yang saya ikuti, selama keputusan belum diputuskan, setiap orang boleh berekspresi, boleh berkalkulasi, boleh beropini, bahkan gaduh dan berdebat.

Persepsi (dari bahasa Latin perceptio, percipio) menurut wikipedia begitu jelimet, adalah tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra. Persepsi bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan, harapan, dan perhatian. Persepsi bergantung pada fungsi kompleks sistem saraf, tetapi tampak tidak ada karena terjadi di luar kesadaran. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Persepsi /per•sep•si/ /persépsi/ n 1 tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu.

Berpendapat esensinya adalah hak setiap orang dalam menyampaikan gagasan, berargumen.

Tapi saya diajarkan, semua pendapat, semua debat harus selesai ! ketika telah diputuskan, bahkan semua emosi, semua perbedaan pendapat harus diakhiri, kok ? Karena ini institusi, jangan sekali-kali naluri, intuisi dibawa-bawa dalam keputusan, dalam musyawarah.

Persepsi kadang membelenggu seseorang. Keputusan institusi berbeda dengan instuisi. Banyak organisasi gagal berkembang dan bubar hanya gegara pimpinan mengedepankan ego pribadi alias instuisi.

Kisah Lukmanul hakim dan anaknya ataupun Abunawas merupakan sejarah Persepsi yang melegenda, menaiki atau menuntun Keledai. Dan yang pasti tidak setiap pendapat akan memuaskan semua orang. Untuk itu saya sepakat dengan Dr. Campbell ; “Semua keputusan yang baik pastinya berasal dari informasi yang benar.”

Kembali sekedar mengingatkan, bahwa dalam Pilkada diperlukan pula hasil ikhtiar yang bersih dan kekuatan do’a. Berat, tapi bukan hal yang mustahil. Selalu optimis, perlu kerja keras. Pesan sponsornya ; Berjuanglah hingga KELELAHAN ITU LELAH mengikutimu !. Perlu keterlibatan semua pihak, baik kader, simpatisan, masyarakat, do’a para kiyai dan dukungan lapisan masyarakat. Bari ngeureuyeuh bae ceuk kolot tea mah.

Populer karena dirindu, Dipilih karena pantas. Semoga Pilkada kabupaten Lebak yang akan datang, menjadi pendidikan politik warga, dan merupakan Pilkada yang Jujur, Adil dan Demokratis.

Tergantung Anda !

Pos terkait